Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi seorang ayah dan anak (pexels.com/cottonbro)
ilustrasi seorang ayah dan anak (pexels.com/cottonbro)

Memotivasi anak memang tidak selalu mudah, terutama saat mereka tampak mudah menyerah atau kehilangan fokus. Di sinilah peran orangtua dan guru sangat penting untuk membantu mereka menemukan semangat dari dalam diri.

Pendekatan yang benar bisa membentuk kepercayaan diri, kreativitas, dan ketekunan anak dalam jangka panjang. Sayangnya, masih banyak kesalahan umum yang tanpa sadar dilakukan orang dewasa saat mencoba memotivasi anak. Supaya tidak salah langkah, simak do’s & don’ts berikut untuk membantu anak tetap semangat tanpa rasa tertekan lewat artikel di bawah ini!

1. Biarkan anak mengalami kegagalan

ilustrasi ibu dan anak (pexels.com/kindelmedia)

Kegagalan adalah bagian dari proses belajar yang penting untuk membentuk ketahanan anak. Orangtua sebaiknya mendampingi, bukan menutupi kesalahan anak, agar mereka belajar menghadapi tantangan dengan percaya diri.

“Terlalu sering ikut campur justru bisa melemahkan kemampuan anak untuk mengatur perhatian, perilaku, dan emosi mereka sendiri,” kata Jelena Obradović, Ph.D., peneliti utama dan profesor di Stanford Graduate School of Education kepada Stanford News, dikutip dari Parents.

Anak yang terbiasa menghadapi kegagalan justru cenderung lebih kreatif dan mandiri dalam menyelesaikan masalah. Kamu bisa mendukung anak dengan empati dan dorongan positif setiap kali mereka gagal. Ajak anak mencoba lagi dan belajar dari pengalaman tersebut agar anak melihat kegagalan sebagai kesempatan untuk berkembang, bukan sebagai akhir dari usaha.

2. Pujilah usaha, bukan hasil

ilustrasi ibu dan anak menghabiskan waktu bersama (pexels.com/nicolabarts)

Fokus pada usaha dan proses belajar membantu anak membangun motivasi intrinsik. Memuji kerja keras membuat anak memahami bahwa keberhasilan bukan hanya soal hasil, tetapi juga usaha yang dilakukan.

Memberi pujian pada usaha anak membuat mereka termotivasi untuk terus mencoba dan belajar. Ini menumbuhkan ketekunan yang berguna sepanjang hidup. Anak juga belajar menghargai proses dan tidak mudah putus asa saat menghadapi tantangan baru.

“Bersikaplah murah hati dengan pujian dan sangat berhati-hati dalam memberi hukuman,” ujar Dr. Joshua Coleman, seorang pediatrician, dikutip dari Cleveland Clinic.

3. Dorong anak untuk memecahkan masalah sendiri

ilustrasi ibu duduk bersama dua anak (pexels.com/ellyfairytale)

Memberikan anak kesempatan menyelesaikan masalah sendiri melatih kreativitas dan kemandirian mereka. Orangtua berperan sebagai pendamping, bukan pengambil alih masalah. Anak belajar berpikir kritis dan menemukan solusi berdasarkan kemampuan mereka sendiri.

“Ketika orangtua memberi ruang dan membiarkan anak memimpin, anak mendapat kesempatan untuk berlatih mengendalikan diri dan mengembangkan kemandirian,” kata Jelena Obradović.

Tanyakan pada anak bagaimana mereka berencana menyelesaikan masalah atau tugas. Dengan cara ini, mereka merasa memiliki kontrol dan tanggung jawab atas pembelajaran mereka. Motivasi intrinsik akan tumbuh karena anak merasa mampu menghadapi tantangan tanpa bergantung pada orang lain.

4. Berikan pilihan dan otonomi

ilustrasi seorang ayah dan anak (pexels.com/cottonbro)

Memberikan anak kesempatan memilih cara belajar atau mengerjakan tugas meningkatkan rasa otonomi. Anak yang memiliki pilihan cenderung lebih termotivasi karena merasa dihargai dan dipercaya. Dengan kontrol atas keputusan mereka sendiri, anak akan lebih bersemangat mencoba hal baru.

Beth Hennessey, profesor psikologi, dikutip dari Marriage, menekankan pentingnya bahwa anak harus didorong menjadi pembelajar aktif dan mandiri, percaya diri dalam mengendalikan proses belajarnya sendiri. Memberikan pilihan membantu anak belajar bertanggung jawab dan memotivasi mereka untuk mencapai tujuan pribadi.

5. Jangan terlalu sering memberi hadiah

ilustrasi ibu dan anak (pexels.com/ketutsubiyanto)

Memberi hadiah seperti permen atau stiker memang bisa bekerja sesaat, tapi kalau terlalu sering, anak jadi hanya mau belajar karena hadiahnya. Dikutip dari Marriage, Richard Rutschman, seorang pakar pendidikan dan pelatih profesional dari Northern Illinois University menjelaskan bahwa memberi hadiah untuk hal yang sebenarnya sudah anak sukai bisa membuat mereka kehilangan motivasi karena merasa tidak punya kendali.

Daripada fokus pada hadiah, bantu anak menikmati proses belajarnya. Ketika mereka merasa berhasil karena kemampuan sendiri, rasa percaya diri tumbuh dan mereka lebih semangat belajar tanpa perlu imbalan.

6. Jangan membuat kompetisi berlebihan

ilustrasi orangtua menasihati anak (pexels.com/augustderichelieu)

Kompetisi yang berlebihan dapat membuat anak tertekan dan fokus pada menang-kalah daripada perkembangan diri. Kompetisi bersifat ekstrinsik karena biasanya ada hadiah atau pujian bagi pemenang. Anak yang tidak berhasil memenuhi standar orang lain bisa merasa malu atau rendah diri.

Sebaliknya, arahkan perhatian anak pada pertumbuhan diri dan kemampuan mereka sendiri. Berfokus pada perkembangan pribadi, anak belajar menilai keberhasilan dari usaha sendiri, bukan perbandingan dengan orang lain. Ini membangun motivasi intrinsik yang tahan lama.

7. Jangan membatasi pilihan anak

ilustrasi ibu dan anak bermain air di kolam (pexels.com/cristianrojas)

Mengambil kesempatan anak untuk memilih bisa mengurangi rasa otonomi mereka. Anak akan lebih termotivasi jika diberikan kesempatan menentukan bagaimana mereka menyelesaikan tugas atau belajar sesuatu yang baru. Saat pilihan dibatasi, anak cenderung fokus menyenangkan orangtua, bukan mencapai tujuan pribadinya.

Sebaliknya, dorong anak bereksperimen dan memilih cara belajar yang paling nyaman bagi mereka. Dengan memberi pilihan, anak merasa dihargai dan bertanggung jawab atas pembelajaran mereka. Motivasi intrinsik tumbuh karena anak merasa memiliki kendali penuh terhadap proses belajar mereka.

8. Jangan memaksa anak menyelesaikan tugas

ilustrasi mama dan anak melakukan percakapan (pexels.com/rdne)

Memaksa anak menyelesaikan tugas atau tidak boleh menyerah justru mengalihkan fokus dari motivasi internal ke kepuasan orangtua. Anak bisa merasa stres dan kehilangan rasa percaya diri saat dipaksa. Motivasi eksternal seperti ini membuat anak belajar untuk memenuhi harapan orang lain, bukan mengejar tujuan pribadinya.

Biarkan anak belajar dengan ritme dan cara mereka sendiri. Dorong mereka untuk mencoba, bereksperimen, dan memahami proses tanpa tekanan berlebihan. Melalui cara ini, anak dapat membangun rasa percaya diri dan motivasi intrinsik yang kuat untuk jangka panjang.

Memotivasi anak bukan soal menekan, tetapi membuat mereka merasa mampu dan dihargai. Dengan cara yang tepat, mereka bisa tumbuh lebih percaya diri dan siap menghadapi tantangan. Pastikan kamu memilih langkah yang benar agar semangat mereka tetap menyala setiap hari.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team