Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi anak-anak sedang bertengkar
ilustrasi anak-anak sedang bertengkar (pexels.com/Victoria_Borodinova)

Intinya sih...

  • Anak terlalu mudah mendapatkan apa yang diinginkan sehingga tidak belajar proses menunggu dan usaha untuk meraih keinginan.

  • Jarang diajak menghargai hal kecil, seperti mengucapan terima kasih, membuat anak sulit bersyukur dan mudah mengeluh.

  • Terlalu sering dibandingkan dengan orang lain membuat anak fokus pada apa yang tidak dimiliki sehingga sulit merasa puas dengan hidup.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Setiap orangtua tentu ingin memiliki anak yang tumbuh jadi pribadi rendah hati, penuh empati, dan tahu cara menghargai apa yang dimiliki. Namun, kenyataannya, gak sedikit anak yang terlihat kurang bersyukur, selalu merasa kurang, selalu iri pada orang lain, atau malah menyepelekan pemberian kecil. Pertanyaannya, kenapa bisa begitu? Apa penyebab anak kurang bersyukur?

Nah, biar gak salah kaprah, yuk, kita bahas lebih dalam faktor-faktor yang membuat anak susah bersyukur. Bisa jadi tanpa sadar, pola asuh atau lingkungan sekitar ikut berpengaruh besar. Simak sampai selesai, ya!

1. Terlalu mudah mendapatkan apa yang diinginkan

ilustrasi anak menerima kado (pexels.com/Yan Krukau)

Coba ingat-ingat apakah anak sering langsung dibelikan mainan atau barang yang mereka minta? Kalau ya, ini salah satu penyebab utama kenapa anak jadi kurang menghargai sesuatu. Saat segala sesuatu bisa mereka dapatkan dengan gampang, anak jadi gak belajar proses menunggu, usaha, atau bahkan rasa senang saat keinginan mereka akhirnya tercapai. Akhirnya, rasa syukur pun hilang karena semua dianggap biasa saja.

2. Jarang diajak menghargai hal kecil

ilustrasi orangtua dan anak-anak sedang bermain (unsplash.com/National Cancer Institute)

Anak-anak belajar banyak dari contoh sehari-hari. Kalau di rumah jarang ada kebiasaan mengucap terima kasih untuk hal kecil, misalnya saat menerima segelas air, makanan, atau bantuan kecil, mereka akan tumbuh tanpa kebiasaan menghargai.
Kebiasaan sederhana ini kelihatannya sepele, tapi justru jadi fondasi untuk anak belajar bersyukur. Kalau gak dilatih sejak dini, mereka bisa tumbuh jadi pribadi yang mudah mengeluh dan merasa semua serbakurang.

3. Terlalu sering dibandingkan dengan orang lain

ilustrasi orangtua dan anak sedang berbicara (pexels.com/Ketut Subiyanto)

Kalimat seperti, “Tuh, lihat si A nilai Matematikanya selalu bagus. Masa, kamu gak bisa?" sering kali dimaksudkan untuk memotivasi. Namun, nyatanya, kebiasaan membandingkan justru bikin anak kehilangan rasa syukur terhadap diri sendiri. Alih-alih menghargai kelebihan yang dimiliki, mereka malah fokus pada apa yang gak mereka punya. Dari situ, muncullah rasa iri, minder, dan akhirnya sulit merasa puas dengan hidup.

4. Kurang diajarkan empati

ilustrasi ayah menemani anak-anak bermain (pexels.com/Monstera)

Anak yang kurang dilatih untuk peka terhadap orang lain biasanya lebih sulit menghargai. Kenapa? Itu karena mereka gak benar-benar paham bahwa ada orang lain di luar sana yang mungkin punya hidup jauh lebih sulit. Dengan empati, anak bisa belajar bahwa apa yang mereka miliki saat ini merupakan sesuatu yang patut disyukuri. Saat diajak berbagi, misalnya, anak akan lebih sadar betapa beruntungnya diri mereka.

5. Kurangnya teladan dari orangtua

ilustrasi anak melihat orangtua bertengkar (pexels.com/cottonbro)

Anak adalah peniru ulung. Jadi, kalau orangtua sendiri suka mengeluh, jarang berterima kasih, atau suka merasa kekurangan, jangan heran kalau anak ikut-ikutan. Sebagai contoh, kalau orangtua sering bilang, “Duh, rumah kita sempit banget, ya,” atau, “Capek-capek kerja gaji segini terus,” anak akan merekam pola pikir itu. Alih-alih belajar bersyukur, mereka justru tumbuh dengan pola pikir serbakurang.

Anak kurang bersyukur bukan semata-mata karena mereka nakal atau manja, tapi sering kali karena faktor lingkungan, pola asuh, dan kebiasaan sehari-hari. Sebagai orangtua, kita perlu peka dan mulai menanamkan nilai syukur sejak dini, baik lewat teladan, kebiasaan kecil, maupun pengalaman nyata. Dengan begitu, anak gak hanya tumbuh jadi pribadi yang tahu cara menghargai, tapi juga lebih bahagia karena bisa melihat hal-hal positif dalam hidup. Ingat, syukur itu bukan soal punya banyak, tapi tentang bagaimana bisa menghargai apa yang sudah ada.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team

EditorYudha ‎