Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi keluarga broken home (pexels.com/RODNAE Productions)

Menjalani kehidupan keluarga yang bermasalah memang takkan mudah, apalagi saat menghadapi broken home. Beragam perasaan akan campur aduk hingga memengaruhi kesehatan mental.

"Keluarga yang hancur dan ayah sambung menghasilkan rumah yang penuh dengan konflik kekacauan dan itu buruk bagi anak-anak," ucap Patricia Morgan, seorang akademisi sekaligus penulis beberapa studi tentang perpisahan keluarga, dikutip Dailymail.

Meski demikian, kita semua pasti percaya bahwa di balik itu semua ada hikmah yang dapat kita petik. Berikut ini misalnya, lima sisi positif menjadi anak broken home.

1. Menjadikan diri semakin kuat

ilustrasi anak tersenyum (pexels.com/RODNAE Productions)

Keluarga yang retak akibat broken home sudah pasti telah melalui beragam pertentangan yang ada. Konflik yang terus terjadi secara tidak langsung menjadi sesuatu hal yang telah terbiasa dilalui oleh anak-anak broken home.

Di saat yang bersamaan, ketahanan mental mereka juga ikut ditempa berulang kali hingga mereka menjadi kuat. Adapun dengan demikian, anak-anak broken home biasanya dikenal sebagai sosok yang jarang menangis di depan publik dan tak takut dengan hal apa pun. Ini karena semua perasaannya, kegundahan, dan kesedihannya ia simpan rapat-rapat di dalam benaknya.

"Saya telah melihat kasus di mana anak-anak mulai hidup dalam cangkang dan berhenti mengekspresikan emosi mereka di depan siapa pun, bahkan orang yang pernah mereka percayai dalam hidup mereka," ucap Seema Hirongani, seorang psikolog klinis terkenal, dikutip Times of India.

2. Memberikan pelajaran yang banyak

ilustrasi anak mandiri (pexels.com/Liza Summer)

Perpisahan orangtua bukanlah hal yang mudah. Tidak semua orang kuat menghadapinya. Namun apa boleh buat jika perceraian pun dipilih sebagai satu-satunya jalan terbaik antara orangtua.

Bagi anak yang broken home, mereka akan menjadikan kisah orangtuanya sebagai pembelajaran kelak. Beberapa pelajaran yang bisa diambil dari kisah broken home adalah tidak terburu-buru dalam memilih pasangan, rela menurunkan ego, hingga mengedepankan komunikasi jika terjadi sesuatu.

3. Memiliki rasa tanggung jawab yang besar

ilustrasi sedang bekerja (pexels.com/Andrea Piacquadio)

Anak yang memiliki orangtua dengan kondisi berpisah biasanya cenderung dikenal sebagai pribadi yang bertanggung jawab. Apalagi bagi mereka yang masih berumur anak-anak hingga remaja.

Hal ini pun dikarenakan mereka seolah-olah dipaksa berjalan sendirian padahal belum waktunya. Yang seharusnya ia masih berada dalam asuhan orangtua, tetapi sejak belia ia pun dituntut untuk mengurus diri sendiri. Dengan demikian, anak-anak yang broken home pun menjadi anak yang akan memiliki rasa tanggung jawab yang besar.

4. Pemikiran yang lebih dewasa

ilustrasi anak yang kuat (pexels.com/cottonbro studio)

Menghadapi kehidupan keluarga yang tidak baik-baik saja akan memengaruhi pola pikir sang anak. Di usia yang masih kecil, namun ia telah menyadari orangtuanya telah berpisah, di saat yang sama itu ia sudah paham jika kisah cinta memang tidak seindah itu.

Pikiran dewasanya pun mulai terbentuk sedari kecil. Selain itu, anak-anak yang mengalami broken home juga akan menjadi lebih berhati-hati dalam bertindak karena mengetahui kesalahan kecil pun bisa berdampak sangat besar dalam kehidupan.

5. Memiliki kemampuan kelola emosi yang baik

ilustrasi anak sedang menyendiri (pexels.com/cottonbro studio)

Anak-anak yang berasal dari keluarga yang bercerai sudah pasti sering dihadapkan dengan konflik. Tidak jarang mereka pun harus mengontrol emosinya dengan baik agar dirinya tetap kuat dan tidak terlihat cengeng.

Hal ini pun dapat dilihat sebagai sisi positif dari menjadi seorang anak di keluarga yang broken home. Meski demikian, perlu diketahui bahwa pada dasarnya mereka semua tidak dapat langsung berada di titik ini. 

Menjadi anak broken home memang membutuhkan perhatian yang khusus. Sebab, ini tidak hanya menyerang dari segi mental, melainkan juga berpengaruh terhadap masa depan sang anak. Oleh karenanya, dibandingkan larut dalam kesedihan akibat konflik keluarga, kita pun harus melihatnya juga dari sisi positif agar tetap dapat bersyukur apa pun yang terjadi.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team