Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Dilema yang Dirasakan Perantau, Pura-pura Sukses atau Apa Adanya?

ilustrasi merenung (pexels.com/Andrea Piacquadio)
ilustrasi merenung (pexels.com/Andrea Piacquadio)

Cerita tentang perantau mungkin gak ada habisnya. Pengalaman hidup di tanah orang dan jauh dari keluarga kerap memunculkan sejumlah dilema. Ada kebingungan tentang apa yang harus dilakukan.

Satu keinginan kadang berbenturan dengan kenyataan sehingga tidak bisa dituruti. Gak salah kalau mental perantau menjadi sekuat baja. Kamu pun sudah terbiasa merasakan kelima dilema di bawah ini.

1. Rasa rindu yang berganti-ganti antara kampung halaman dengan perantauan

ilustrasi bersantai (pexels.com/EKATERINA BOLOVTSOVA)
ilustrasi bersantai (pexels.com/EKATERINA BOLOVTSOVA)

Bila belum lama merantau, rasa rindu pasti hanya tertuju ke kampung halaman. Akan tetapi, setelah kamu mampu beradaptasi di kota orang, kerinduan yang dirasakan bertambah kompleks. Saat kamu di perantauan, rasa kangen rumah amat kuat dan menyiksa.

Namun setelah beberapa hari saja pulang ke kampung halaman, kamu sudah ganti merindukan tanah rantau. Lambat laun kamu merasa seperti tak punya tanah untuk dipijak sampai memutuskan menetap di suatu tempat.

2. Semangat buat mudik, tapi beratnya minta ampun pas balik

ilustrasi perantau (pexels.com/Andrea Piacquadio)
ilustrasi perantau (pexels.com/Andrea Piacquadio)

Punya kesempatan pulang ke kampung halaman memang menyenangkan. Untuk beberapa waktu kamu bisa melepas rindu pada keluarga. Sekaligus menghapus penat akan rutinitas di perantauan.

Namun nanti tiba waktunya kembali ke sana, siksaan hati terasa luar biasa. Bawaannya sedih sepanjang jalan, karena kamu harus kembali berpisah dengan orang-orang terdekat. Meski kamu juga telah kangen tanah rantau, perjalanan balik selepas mudik tetap diwarnai rasa berat di hati.

3. Ingin mengirim uang buat keluarga, tapi ekonomi lagi sulit

ilustrasi sedih (pexels.com/Karolina Grabowska)
ilustrasi sedih (pexels.com/Karolina Grabowska)

Buat kamu yang merantau untuk bekerja, salah satu tujuan utamanya tentu agar bisa mengirim uang ke kampung halaman. Sebut saja, seperti untuk orangtua, adik, juga pasangan dan anak, jika kamu sudah menikah.

Tidak masalah selama kondisi ekonomi kamu sedang baik. Namun, begitu kamu mengalami krisis dan gak punya penghasilan yang cukup buat dibagi-bagi, rasanya bakal sangat sedih.

Kamu pun terus memikirkan keluarga di rumah. Satu sisi, kamu merasa bersalah gak bisa kirim uang. Di sisi lain, kamu juga butuh uang buat bertahan di perantauan.

4. Bimbang mencitrakan diri sebagai perantau sukses atau masih berjuang

ilustrasi kesuksesan (pexels.com/Trần Long)
ilustrasi kesuksesan (pexels.com/Trần Long)

Sekalipun kamu sudah cukup sukses di perantauan, bukan berarti dirimu bisa leluasa membanggakannya di kampung halaman. Apabila kamu menunjukkan kesuksesan itu, boleh jadi ada saudara, teman, atau tetangga yang jadi ingin ikut denganmu.

Kamu bakal repot karena mencapai kesuksesan di kota orang tak semudah membalik telapak tangan. Sedang pura-pura masih berjuang mungkin berbuah ejekan. Makin parah jika kamu mencoba menampilkan keberhasilan yang ternyata palsu.

Boleh jadi tuntutan keluarga padamu meningkat drastis. Padahal, kamu gak punya kemampuan untuk memenuhinya. Kedok kamu pun akan terbongkar kalau ada satu orang saja di kampung halaman yang tahu kerasnya kehidupanmu di perantauan.

5. Pilih pekerjaan atau berkumpul dengan pasangan dan anak

ilustrasi merenung (pexels.com/Laker)
ilustrasi merenung (pexels.com/Laker)

Berpisah dari pasangan dan anak untuk 1-3 tahun biasanya masih cukup bisa diterima. Namun setelah lebih dari lima tahun hidup berjauhan dari keluarga sendiri, pasti kamu gak tahan lagi. Rasa sebagai sebuah keluarga menjadi hambar.

Kamu punya pasangan, tapi tak bisa selalu bersama. Kamu memiliki anak, tapi melewatkan proses tumbuh kembangnya. Masalahnya, membawa mereka ke perantauan juga kadang gak memungkinkan.

Misalnya, mempertimbangkan jauhnya lokasi kerja kamu dari berbagai fasilitas terutama sekolah untuk anak. Kamu pun dihadapkan pada pilihan sulit. Mau terus merantau demi menafkahi keluarga di kampung halaman atau melepaskan pekerjaan demi hidup seatap bersama mereka.

Beban pikiran perantau memang banyak. Ini baru akan berangsur berkurang kalau kamu telah memutuskan menjadi warga sana, punya hunian sendiri, dan bisa membawa keluarga inti untuk tinggal bersama. Semoga pelan-pelan semuanya tercapai, ya.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Marliana Kuswanti
EditorMarliana Kuswanti
Follow Us