Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Fakta Empathy Gap Ini Harus Diketahui agar Gak Salah Ambil Keputusan

ilustrasi orang bekerja (pexels.com/Karolina Grabowska)

Pernah tidak kamu merasa menyesal terhadap keputusan yang kamu ambil di masa lalu? Hal ini bisa terjadi karena kamu membuat keputusan tersebut pada situasi yang salah. Kamu tentu pernah mendengar bahwa kita harus mengambil keputusan dengan "kepala dingin". Ungkapan tersebut berkaitan dengan yang namanya empathy gap.

Empathy gap merupakan suatu kondisi yang menggambarkan kecenderungan untuk mengabaikan pengaruh kondisi mental terhadap perilaku kita dan membuat keputusan yang hanya memuaskan emosi, perasaan, dan keadaan pada saat itu. Tentu akan berdampak buruk jika kita membuat keputusan hanya menggunakan emosi sesaat.

Biar kamu gak salah timing saat mengambil keputusan, ini lima hal yang perlu kamu ketahui tentang empathy gap yang berdampak pada perilakumu sehari-hari.

1. Kognisi manusia sangat tergantung pada kondisi mentalnya pada saat itu

ilustrasi orang berpikir (pexels.com/cottonbro)

Kognisi adalah proses untuk mendapatkan informasi dan pengetahuan serta memperoleh pemahaman dari informasi dan pengetahuan tersebut. Rupanya, kognisi manusia ini disebutkan sangat tergantung pada kondisi mentalnya pada saat itu juga, termasuk ketika ia akan membuat keputusan.

Bisa disimpulkan bahwa kondisi mental kita sangat berpengaruh terhadap keputusan yang kita ambil. Karena itulah penting bagi kita untuk sadar akan adanya empathy gap agar kita bisa memastikan kondisi mental kita pada saat akan mengambil keputusan. Ada dua kondisi yang mendasari, apakah kita sedang berada di hot-state atau cold-state.

2. Kita memiliki hot-state dan cold-state

ilustrasi orang pusing (pexels.com/Anna Shvets)

Kita perlu mengenal dua tipe kondisi dalam empathy gap, yaitu hot-state dan cold-state. Perbedaan keduanya, di kala hot-state, kondisi mental kita dipengaruhi oleh rasa cemas, lelah, takut, dan berbagai emosi kuat lainnya. Sementara pada cold-state, kondisi mental kita tidak dipengaruhi oleh emosi-emosi tersebut.

Saat berada dalam hot-state, kita cenderung untuk membuat keputusan yang terburu-buru untuk memuaskan emosi kita pada saat itu juga. Pengendalian emosi diri sangat penting agar kita tidak terjebak pada situasi yang rumit akibat perilaku kita sendiri.

3. Empathy gap membuat seseorang sulit untuk membayangkan kondisinya pada keadaan mental yang berbeda

ilustrasi berpikir (pexels.com/Karolina Grabowska)

Seperti yang sudah dijelaskan dalam poin pertama, kognisi manusia bergantung pada kondisi mentalnya pada saat itu. Hal ini membuat kita sulit untuk membayangkan apa yang akan terjadi jika kita berada dalam kondisi mental yang berbeda saat membuat keputusan yang sama. Jika saat ini kita berada di hot-state, kita akan sulit untuk membayangkan apa yang akan terjadi pada kita di kala cold-state. Begitu pula sebaliknya.

Misalnya ketika hubungan kita diakhiri secara sepihak. Tentu kita akan berada dalam keadaan mental yang dipengaruhi oleh berbagai emosi, seperti sedih ataupun marah. Dalam jangka pendek, kita cenderung akan melakukan tindakan untuk memuaskan rasa sedih dan marah tersebut yang membuat kita tidak dapat berpikir rasional. 

4. Buatlah keputusan pada saat berada di cold-state

ilustrasi orang bekerja (pexels.com/MART PRODUCTION)

Dari contoh kasus tadi, bisa dibayangkan bahwa keadaan kita pada saat berada di hot-state merupakan emosi yang tidak stabil. Wajar jika setiap manusia tidak ingin membuat keputusan yang salah. Salah satu faktor yang memengaruhi proses tersebut adalah kondisi mental kita sendiri yang dapat meminimalkan pengambilan keputusan yang kurang tepat.

Untuk itu, penting untuk membuat pertimbangan pada saat kita berada pada kondisi cold-state yang memungkinkan kita untuk berpikir rasional. Kondisi tersebut membuat kita dapat memiliki kontrol terhadap tindakan kita dan bagaimana kita memroses segala input yang didapatkan.

5. Berikanlah pengertian yang jelas tentang keputusanmu jika keputusan tersebut berkaitan dengan orang banyak

ilustrasi orang presentasi (pexels.com/fauxels)

Dalam apa pun yang kita hadapi dalam kehidupan, kita sebagai mahkluk sosial perlu untuk berhubungan dengan orang lain. Empathy gap menjadi salah satu alasan mengapa kita sulit untuk mengerti jalan pikiran orang lain. Inilah mengapa komunikasi menjadi suatu keharusan untuk dapat memahami satu sama lain.

Jika berada dalam suatu kelompok, entah itu dalam pekerjaan atau dunia sekolah, kita dihadapkan pada berbagai jalan pikiran yang berbeda. Dalam pembuatan keputusan untuk banyak orang, bukan hanya kondisi mental cold-state yang perlu dijaga, melainkan juga bagaimana proses komunikasi yang dilakukan untuk dapat membuat kesepakatan.

Secara praktis, untuk bisa mengontrol diri kita untuk sadar akan adanya hot-state dan cold-state ini memang cukup sulit. Kita perlu terus berlatih untuk mendapatkan kontrol diri yang optimal terhadap apa pun keputusan yang kita buat dalam hidup.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Dwi Nantari
EditorDwi Nantari
Follow Us