5 Fakta Groupthink, Fenomena yang Ancam Kualitas Pengambilan Keputusan

Groupthink adalah istilah psikologi yang menggambarkan situasi anggota kelompok mengorbankan pemikiran kritis dan independen demi mencapai keseragaman atau konsensus dalam kelompok. Groupthink dapat menyebabkan kualitas keputusan yang tidak rasional, tidak efektif, atau bahkan bencana.
Groupthink bukanlah fenomena baru, tetapi telah ada sejak lama dan mempengaruhi berbagai bidang, seperti politik, bisnis, militer, dan lainnya. Berikut adalah lima fakta menarik tentang groupthink, mulai dari asal-usulnya, gejalanya, faktor-faktor yang memicunya, dampaknya, hingga cara-cara untuk mencegahnya.
1. Groupthink pertama kali dicetuskan oleh William H. Whyte Jr. pada tahun 1952

Istilah groupthink pertama kali digunakan oleh William H. Whyte Jr., seorang jurnalis dan penulis Amerika, dalam artikelnya yang berjudul “Groupthink” di majalah Fortune pada tahun 1952.
Whyte mengkritik budaya korporasi Amerika yang cenderung menghambat kreativitas dan individualitas karyawan. Whyte mendefinisikan groupthink sebagai “rasionalisasi kolektif yang dilakukan oleh orang-orang yang ingin berpikir seperti orang lain dalam kelompok mereka”.
2. Groupthink lebih dikembangkan oleh Irving Janis, seorang psikolog sosial dari Yale University

Peneliti yang paling berpengaruh dalam mengkaji groupthink adalah Irving Janis, seorang psikolog sosial dari Yale University. Janis mempublikasikan buku berpengaruhnya yang berjudul “Victims of Groupthink: A Psychological Study of Foreign-Policy Decisions and Fiascoes” pada tahun 1972, yang kemudian direvisi pada tahun 1982.
Janis menggunakan dua studi kasus utama, yaitu invasi Teluk Babi (invasi gagal terhadap Kuba Castro pada tahun 1961) dan serangan Jepang terhadap Pearl Harbor pada tahun 1941, untuk menunjukkan bagaimana groupthink dapat mempengaruhi keputusan penting dalam politik luar negeri. Janis mengidentifikasi sejumlah gejala yang menandakan adanya groupthink, seperti ilusi keseragaman, keyakinan tak terbantahkan, rasionalisasi, stereotip, sensor diri, “penjaga pikiran”, ilusi ketidakrentanan, dan tekanan langsung untuk berkonformitas.
3. Groupthink dapat mengurangi efektivitas kinerja tim

Groupthink dapat menghambat proses pengambilan keputusan dalam kelompok dengan mengorbankan pemikiran kritis, keragaman pandangan, analisis konsekuensi, dan ide-ide baru. Groupthink dapat menyebabkan anggota kelompok mengesampingkan keyakinan atau pendapat pribadi mereka atau mengadopsi pendapat mayoritas kelompok.
Groupthink juga dapat membuat anggota kelompok mengabaikan masalah moral atau etis dan tidak mempertimbangkan dampak dari tindakan individu dan kelompok. Groupthink dapat menimbulkan aksi yang tidak manusiawi terhadap kelompok luar. Groupthink dapat meningkatkan risiko mengambil keputusan yang buruk, tidak efisien, atau berbahaya.
4. Groupthink dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor

Tidak semua kelompok mengalami groupthink, tetapi ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya groupthink. Beberapa faktor tersebut adalah:
- Ukuran kelompok: Kelompok yang terlalu besar atau terlalu kecil dapat memicu groupthink.
- Homogenitas kelompok: Kelompok yang terdiri dari anggota yang memiliki latar belakang, pengalaman, atau pandangan yang sama dapat mengurangi keragaman dan kreativitas dalam kelompok.
- Kepemimpinan kelompok: Gaya kepemimpinan yang otoriter, karismatik, atau dominan dapat mempengaruhi anggota kelompok untuk mengikuti atau menyetujui pendapat pemimpin tanpa mempertanyakan atau menantangnya.
- Tekanan kelompok: Kelompok yang menghadapi tekanan dari dalam atau luar dapat mengalami groupthink.
- Isolasi kelompok: Kelompok yang terisolasi dari sumber informasi, pendapat, atau umpan balik lain dapat mengalami groupthink.
5. Groupthink dapat dicegah dengan beberapa strategi

Fakta fenomena Groupthink bukanlah hal yang tidak dapat dihindari, tetapi dapat dicegah dengan menerapkan beberapa strategi yang dapat meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dalam kelompok. Beberapa strategi tersebut adalah:
- Mendorong keragaman dan inklusivitas dalam kelompok: Kelompok yang memiliki anggota yang beragam dalam hal latar belakang, pengalaman, atau pandangan dapat memperkaya diskusi dan ide-ide dalam kelompok.
- Mendorong kritik dan perdebatan yang konstruktif dalam kelompok: Kelompok yang mendorong anggota untuk mengekspresikan pendapat, keraguan, pertanyaan, atau saran mereka secara jujur dan sopan dapat meningkatkan pemikiran kritis dan analitis dalam kelompok.
- Mendorong pencarian dan evaluasi informasi yang objektif dalam kelompok: Kelompok yang mencari dan mengevaluasi informasi yang relevan, akurat, dan terpercaya dapat meningkatkan pengetahuan dan kesadaran anggota tentang situasi dan pilihan yang ada.
- Mendorong partisipasi dan tanggung jawab yang seimbang dalam kelompok: Kelompok yang memastikan bahwa semua anggota memiliki kesempatan dan kewajiban yang sama untuk berkontribusi dan berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan dapat meningkatkan rasa memiliki dan komitmen anggota terhadap kelompok.
- Mendorong umpan balik dan pembelajaran yang berkelanjutan dalam kelompok: Kelompok yang menerima dan memberikan umpan balik yang positif, konstruktif, dan tepat waktu dapat meningkatkan kinerja dan hasil kelompok.
Groupthink dapat terjadi di mana saja dan kapan saja, tetapi dapat dicegah dengan menerapkan strategi yang dapat meningkatkan keragaman, kritik, informasi, partisipasi, dan umpan balik dalam kelompok. Dengan menghindari groupthink, kita dapat membuat keputusan yang lebih rasional, efektif, dan bertanggung jawab, baik untuk diri kita sendiri maupun untuk orang lain.