5 Kebiasaan Healing yang Salah, Temukan Akar Masalahnya

Kata ‘healing ’ saat ini memang sedang populer dan seolah menjadi gaya hidup kaum muda masa kini. Mungkin, ‘healing’ dari kepenatan hidup setahun belakangan juga jadi salah satu resolusimu di awal tahun yang baru ini. Marak terdengar celetukan, “Mau healing!”, saat para Gen Z dan Milenial membahas rencana liburan mereka.
Memang saat ini banyak anak muda tanpa sadar memiliki pola pikir bahwa traveling bisa membuat dirinya healing dari segala jenis stres dan luka batin yang dialami. Tapi, benarkah demikian? Yuk, kita bahas deretan kebiasaan healing yang masih salah diartikan selama ini.
1. Traveling bukan berarti healing
Kamu mungkin sudah nge-trip dan having fun ke banyak tempat. Tapi saat kamu kembali pada rutinitas, perasaan hampa malah menyeruak. “Gue ngapain aja ya kemarin, kok masih begini?”
Konsep healing yang sering dikaitkan dengan liburan atau staycation. Membantu proses healing merupakan salah satu efek positif dari traveling. Tapi, pergi melancong atau traveling bukan berarti kamu sudah healing . Yang paling penting bagi kita untuk menemukan akar masalahnya terlebih dahulu sebelum menentukan metode healing apa yang cocok dilakukan, karena tidak semua masalah bisa diatasi dengan liburan.