ilustrasi seseorang sedang ngobrol (freepik.com/freepik)
Ada tetangga yang suka menunjukkan kesuksesan atau pencapaiannya dengan nada membandingkan. Misalnya, ‘Wah, anak saya sih udah kuliah luar negeri, Mbak. Anak Mbak di mana, ya?’ atau, ‘Rumah saya waktu direnovasi sih gak segini lama ya. Mungkin tukangnya beda, ya?’ Ucapan semacam ini memang dibungkus dengan senyum, tapi jelas menyiratkan superioritas dan bisa membuat kamu merasa minder atau dinilai.
Red flag ini mungkin gak selalu terasa langsung, tapi perlahan bisa menggerogoti kepercayaan dirimu jika terus dibiarkan. Hubungan sehat harusnya memberi rasa nyaman, bukan memicu persaingan tak sehat. Kalau kamu merasa terus dibanding-bandingkan, jangan terpancing membalas. Lebih baik mengalihkan pembicaraan ke topik netral dan menjaga jarak secukupnya agar harga dirimu tetap terjaga.
Hubungan bertetangga memang idealnya dibangun atas dasar saling percaya, tolong-menolong, dan menghargai batas. Namun, penting juga untuk tetap waspada terhadap sinyal-sinyal negatif yang bisa merusak kenyamananmu dalam jangka panjang. Red flags sering kali tersamar dalam keramahan dan basa-basi, tapi bukan berarti harus diabaikan. Semakin kamu peka terhadap tanda-tandanya, semakin besar peluangmu menjaga hubungan tetap sehat tanpa drama.
Ingat, kamu berhak membangun suasana hidup yang damai di lingkungan rumahmu sendiri. Menjaga jarak bukan berarti sombong, justru itu cara terbaik untuk melindungi dirimu sendiri sekaligus tetap bersikap sopan pada orang lain. Kalau kamu merasa ada red flag dalam hubungan bertetangga, jangan takut membuat batasan. Karena rumah harusnya jadi tempat ternyaman, bukan tempat yang membuat kamu merasa terus diawasi atau dinilai.