6 Tanda Kegagalan Mengelola Uang, Bukan Penghasilannya yang Kecil

Masalah keuangan kerap dikeluhkan banyak orang. Namun, bila dicermati orang yang mengeluh belum tentu benar-benar tak punya uang. Buktinya, mereka punya pekerjaan terpandang, bahkan gaji di atas rata-rata.
Akan tetapi, kedua hal tersebut rupanya tidak juga menyelamatkan seseorang dari persoalan keuangan. Ada-ada saja yang dikeluhkannya, bahkan melebihi keluhan orang dengan penghasilan yang lebih rendah.
Kalau seperti ini, besar kemungkinan yang terjadi padanya bukanlah kurangnya penghasilan, tapi kegagalan dalam mengelola uang. Enam hal berikut pun bisa jadi tanda jika kamu telah salah mengelola keuangan.
1. Penghasilan sudah di atas upah minimum dan masa kerjanya cukup lama, tapi dana darurat pun gak punya

Lalu ke mana penghasilannya pergi? Orang yang dana darurat saja tidak punya, uangnya mengalir terus seperti air. Saldo rekening tabungannya selalu minim, tak peduli penghasilannya sebenarnya besar.
Ia hanya belum menganggap penting dana darurat. Padahal jika dana darurat diprioritaskan, dalam 1 atau 2 tahun pertama sejak seseorang mendapatkan penghasilan penuh bisa terkumpul. Paling tidak dana darurat untuk tiga kali biaya hidup bulanan. Ini bisa ditambah seiring banyaknya tanggungan dan risiko dalam pekerjaan.
2. Keinginan terpenuhi, kebutuhan sering terabaikan

Beli jam tangan mahal dan kendaraan bisa. Piknik ke berbagai tempat juga mampu. Akan tetapi, untuk kebutuhan yang mendasar seperti makan sehari-hari keluarga malah masih sering kebingungan.
Kalau yang mahal saja terbeli, seharusnya biaya kebutuhan dasar sama sekali bukan masalah. Namun, karena ia mementingkan keinginan daripada kebutuhan, jadilah yang pokok malah terabaikan. Padahal apabila kebutuhan pokok diprioritaskan, penghasilan masih sisa banyak dan dapat ditabung.
3. Masih fokus mempertahankan gengsi, bukan cari yang sesuai dengan kemampuan keuangan

Seseorang memilih menghidupi gengsinya dan menolak menjadi apa adanya dirinya. Gengsi ini membuatnya amat malu kalau harus menurunkan standar gaya hidup. Seberat apa pun gaya hidup bagi kemampuannya, demi gengsi ia rela hidup dalam bayang-bayang berbagai problem finansial.
Padahal hidup mengikuti gengsi berarti selalu di atas kemampuan keuangan yang sesungguhnya. Maka sebesar apa pun penambahan penghasilannya dari tahun ke tahun, gengsi yang menuntut dibiayai juga akan bertambah tinggi.
4. Dalam situasi krisis keuangan, tak juga mengurangi barang-barang yang hanya menambah pengeluaran

Ia dalam kondisi kesulitan keuangan. Namun, dirinya tetap tak mau melepas satu pun barang di rumahnya yang cuma menambah pengeluaran setiap bulan. Contohnya, salah satu kendaraan pribadinya.
Entah kendaraan itu dipakai setiap hari atau tidak, tetap saja perlu diisi bahan bakar dan diberikan perawatan rutin. Pajaknya juga tetap harus dibayarkan. Bayangkan apabila ada lebih dari dua kendaraan pribadi di rumah. Padahal yang memakainya cuma satu orang.
Ini jelas pemborosan, tetapi ia terus mempertahankannya sekalipun dalam kondisi keuangan yang gak sehat. Jika hanya disisakan satu kendaraan dan yang lain dijual, pengeluaran langsung dapat ditekan dan uangnya kembali. Uang itu tak lagi berbentuk rangka baja yang terus mengalami penurunan harga dan masih pula makan biaya.
5. Mengejar layanan yang nyaman sebelum finansial aman

Bila kondisi finansial telah betul-betul aman, memburu layanan yang memberikan kenyamanan lebih tentu boleh-boleh saja. Seperti memesan taksi alih-alih ojek motor, kamar VIP dan bukan standar, serta sebagainya.
Namun apabila kondisi finansialnya saja masih antara cukup dan tidak, soal kenyamanan mestinya dikesampingkan dulu. Orang harus mampu beradaptasi dengan berbagai pelayanan yang biasa. Daripada nyaman di awal tapi ujung-ujungnya gak bisa bayar.
6. Memperbanyak konsumsi, tak peduli investasi

Sekecil apa pun uang yang baru bisa diinvestasikan serta apa pun pilihan instrumen investasinya, ini jauh lebih baik daripada sama sekali gak berinvestasi. Apalagi jika uangnya sebenarnya ada, tetapi cuma dihabiskan buat urusan konsumsi.
Semua hal yang tak ada pertambahan nilainya di kemudian hari dibeli. Tegasnya, ini sama dengan membuang-buang uang. Sedang dengan berinvestasi, uang akan tumbuh. Uang yang diinvestasikan dengan baik bukannya hilang malah bertambah dari waktu ke waktu.
Kegagalan dalam mengelola uang sangatlah mengerikan. Persoalannya bukan lagi pada besar atau kecilnya penghasilan melainkan menentukan dan berkomitmen dengan prioritas dalam hidup. Gak banget deh, kalau pekerjaan bagus, tapi masih saja hidup dengan gali lubang tutup lubang. Yuk, sama-sama belajar mengelola uang dengan sebaik mungkin.