Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi membaca (pexels.com/RDNE Stock project)
ilustrasi membaca (pexels.com/RDNE Stock project)

Secara keuangan, kamu sebenarnya mampu buat beli buku. Pendapatanmu di angka jutaan per bulan atau dirimu bisa rutin nongkrong di kafe 1 sampai 2 kali dalam seminggu. Belum ditambah belanja hiburan lain seperti menonton film di bioskop atau membeli tiket konser. Namun, kenapa rak bukumu kosong atau koleksinya tidak pernah bertambah lagi?

Memang tak semua orang mempunyai hobi membaca. Boleh saja kamu memiliki hobi lainnya. Namun, budaya membaca sangat penting buat meningkatkan kapasitas berpikir dan merasa. Membaca hendaknya tidak sebatas dipandang sebagai kegiatan yang disenangi, melainkan kebutuhan semua orang agar kualitas dirinya bertambah.

Namun, berbeda dengan ketika dirimu hendak membeli kebutuhan atau keinginan lainnya, kamu merasa sayang buat membeli buku. Alasanmu selalu harga buku terlalu mahal. Padahal, harga itu belum apa-apa dibandingkan dengan manfaat yang akan didapat atau biaya jajan, jalan-jalan, dan nongkrongmu selama ini. Supaya kamu lebih enteng membelanjakan uangmu untuk bacaan, simak enam tips agar tak merasa sayang membeli buku berdasarkan penjelasan berikut ini.

1. Rutin menyediakan bujetnya

ilustrasi membaca (pexels.com/Huy Nguyễn)

Rasa berat ketika kamu hendak membeli buku sering kali disebabkan dirimu belum menyiapkan dananya. Kamu jadi bingung hendak mengambil uang dari pos mana. Kalau anggaran di satu pos diambil buat beli buku, artinya nanti ada kebutuhan yang tidak tercukupi seperti biasanya. Solusinya, kamu memang wajib menyediakan anggaran khusus untuk membeli buku.

Ini juga pertanda belanja buku telah menjadi prioritasmu. Ketika dananya tersedia, kapan pun ada buku yang menarik perhatianmu tinggal langsung dibeli. Misal, bujetmu untuk produk perawatan wajah 500 ribu rupiah per bulan. Dana buat belanja buku boleh di bawahnya, seperti 100 sampai 200 ribu per bulan.

Bila pendapatanmu lebih terbatas, lakukan penghematan di beberapa pengeluaran yang masih memungkinkan. Seperti mengurangi frekuensi ngopi di luar, menghemat kuota internet, dan sebagainya. Hasil berbagai strategi penghematan itu nantinya dapat digunakan untuk membeli buku.

2. Menyadari pentingnya berinvestasi ke dalam diri

ilustrasi membaca (pexels.com/Niels from Slaapwijsheid.nl)

Diri perlu diisi dengan segala hal yang bermanfaat. Penampilan penting, begitu pula investasi berupa reksadana dan sebagainya. Akan tetapi, modal utama dalam hidupmu ialah diri. Maka jangan lupakan pentingnya terus mengedukasi diri dengan bacaan yang bagus. Bila kamu menjadi cerdas dan bijaksana karena tekun membaca, tindakan-tindakanmu dalam segala hal niscaya lebih tepat.

Orangtua sudah berusaha ikut berinvestasi ke dalam dirimu dengan mendidikmu di rumah serta menyekolahkanmu. Namun, kamu juga gak boleh pasif. Malah kamu sendiri harus lebih aktif dalam membangun kualitas diri. Terutama setelah masa sekolah dan kuliah berakhir.

Cegah kamu tanpa sadar mengalami kemunduran intelektualitas karena tak pernah lagi menyentuh buku. Walaupun sekarang aktivitas utamamu bekerja, isi sebagian waktu luangmu untuk membaca. Investasi leher ke atas bahkan lebih stabil daripada jenis-jenis investasi lainnya. Setiap pengetahuan yang telah mengendap dalam dirimu gak akan meninggalkanmu.

3. Cari promo, tapi bukan bajakan

ilustrasi di toko buku (pexels.com/HONG SON)

Belanja apa pun akan menjadi lebih irit dengan kamu memanfaatkan promo-promo yang tersedia. Bandingkan harga buku incaranmu di berbagai toko baik offline maupun online. Dengan memanfaatkan harga promo, dirimu dapat membawa pulang lebih banyak buku. Kamu juga bisa menyerbu pameran buku.

Di sana terdapat banyak buku yang diobral dengan harga 5 sampai 10 ribu rupiah. Terpenting dirimu tidak mencari buku bajakan. Walaupun buku bajakan dihargai jauh lebih murah ketimbang buku asli di toko mana pun, membelinya sama dengan merugikan penulis serta penerbitnya. Juga sama saja kamu mendukung makin suburnya pembajakan buku.

Bila buku baru yang sudah didiskon pun masih terasa mahal untukmu, cari saja buku bekasnya. Harganya dapat hanya setengah dari buku baru. Dapat pula kamu berlangganan di platform resmi milik penerbit untuk membaca buku digital dengan biaya lebih terjangkau. Bisa juga dirimu membeli karya per bab di platform agar tak perlu membayar satu buku kalau-kalau isinya ternyata kurang kamu sukai.

4. Beli buku yang disukai biar kamu membacanya sampai selesai

ilustrasi membaca (pexels.com/Antoni Shkraba)

Jangan FOMO dalam hal bacaan. Belilah buku-buku yang sesuai dengan kebutuhan atau minatmu. Bila kamu cuma ikut-ikutan membeli buku seperti yang dibaca banyak orang, belum tentu dirimu akan menyukainya. Nanti kamu gak menyelesaikannya yang berarti uangmu juga melayang sia-sia. 

Jika suatu buku cuma dibaca separuhnya, uangmu juga melayang setengah dari harga buku tersebut. Baca dulu blurb di sampul belakang buku yang akan dibeli. Apakah gambaran isinya menarik untukmu? Kalau satu buku dibaca teman-teman tetapi kamu kurang tertarik, minta saja mereka menceritakan isinya.

Apabila dirimu sudah tahu buku apa yang menarik minatmu, rasa sayang saat hendak membelinya tak ada lagi. Setiap habis gajian dan kamu membagi uangmu ke berbagai pos pengeluaran, dirimu sudah tahu hendak membeli buku apa saja. Membeli buku serta membacanya sampai tuntas memberimu kepuasan yang besar.  Kamu jauh dari rasa kapok belanja bacaan.

5. Menciptakan atmosfer cinta bacaan di sekitarmu

ilustrasi membaca (pexels.com/Anastasia Shuraeva)

Sikap pelit dalam belanja bacaan juga dapat dipengaruhi oleh lingkunganmu yang jauh dari kebiasaan membaca. Tentu kamu tidak dapat memaksa orang lain agar gemar membaca. Namun, dirimu bisa bergerak sendiri untuk menemukan teman-teman di dunia nyata dan maya yang juga suka membaca. 

Dengan kamu melihat apa yang mereka baca dan cara mereka mengatur keuangan agar selalu bisa membeli buku, dirimu pasti lebih termotivasi. Kamu terdorong untuk menggeser sebagian uangmu yang semula hendak dipakai buat bersenang-senang menjadi untuk membeli buku. Tanpa adanya atmosfer yang mendukung, mengorbankan sedikit kesenanganmu di luar buku bakal terasa berat sekali.

Akan tetapi setelah kamu berada di atmosfer yang mencintai bacaan, belanja buku terasa seperti dorongan alami dalam dirimu. Alih-alih merasa sayang akan uangmu, kamu malah sudah punya daftar buku yang hendak dibeli. Kamu tekun mengumpulkannya satu per satu sesuai dana yang tersedia.

6. Menjadikan buku bekas lebih bermanfaat

ilustrasi membaca (pexels.com/cottonbro studio)

Berbeda dengan gadget yang bisa digunakan berkali-kali selama sekian tahun, buku memang biasanya hanya dibaca 1 atau 2 kali. Dengan fakta ini, kamu berkesimpulan bahwa membeli buku cenderung sia-sia. Harga buku menjadi terasa terlalu mahal karena cuma sekali dinikmati. Cara pandang seperti ini kurang tepat.

Setiap kalimat yang dibaca dengan saksama tidak akan menguap begitu saja dari pikiranmu begitu buku ditutup. Walau kamu gak bisa mengingat seluruh kalimat di dalamnya, poin-poin pentingnya pasti sudah tertangkap olehmu. Itu mengendap dalam pikiran, meluaskan pengetahuanmu, serta membentuk kualitas diri.

Agar kamu tidak merasa tumpukan buku cetak di rak sia-sia, manfaatkan kembali semaksimal mungkin. Setelah dirimu puas membacanya, buku-buku itu dapat dijual atau disumbangkan ke perpustakaan. Tidak ada buku bekas yang sia-sia bahkan masih banyak orang yang membutuhkannya. Dengan berbagi buku sama dengan kamu menyebarkan ilmu yang ada di dalamnya.

Buku merupakan asupan penting untuk jiwamu. Jangan merasa puas hanya dengan pemenuhan kebutuhan yang bersifat jasmani. Pikiran serta perasaanmu juga mesti terus dihidupkan dengan aktivitas belajar seperti membaca. Buku tidak mahal apabila kamu tak melihatnya sebatas kertas yang dijilid, melainkan hasil kerja keras penulisnya dan isinya yang bermanfaat untuk pengembangan diri.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team