Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

7 Kiat Keluar dari Produktivitas Toksik, Kurangi Standar Perfeksionis

ilustrasi pusing bekerja (pexels.com/Tima Miroshnichenko)

Dalam bekerja, tidak menutup kemungkinan seseorang bisa terjebak dalam produktivitas yang toksik. Toksik di sini maksudnya kita merasa harus selalu produktif tiada henti. Bahkan menetapkan target pencapaian tertinggi. Kondisi demikian terjadi secara terus-menerus.

Padahal produktivitas yang toksik berpotensi mengganggu keseimbangan hidup. Kinerja bisa saja mengalami penurunan pada titik terendah. Sadar akan pengaruh negatif dari produktivitas toksik, tentu kita harus menerapkan kiat yang tepat untuk menghindari. Berikut tujuh di antaranya.

1. Memberikan waktu istirahat yang cukup

ilustrasi bersantai di rumah (pexels.com/Leah Kelley)

Produktivitas toksik menjadi sisi negatif dunia kerja yang harus dihindari. Karena seseorang bisa mengalami kelelahan bahkan burnout. Jika seseorang sudah berada di tahap ini, pencapaian justru mengalami penurunan dari waktu ke waktu.

Ternyata setiap orang mampu keluar dari produktivitas toksik. Berikan waktu istirahat yang cukup bagi diri sendiri. Sesekali tidak ada salahnya bersantai sambil memanjakan diri. Karena istirahat yang cukup dapat memulihkan kondisi fisik serta mental.

2. Mengurangi jiwa kompetitif

ilustrasi lingkungan kompetitif (pexels.com/Theo Decker)

Bolehkah kita memiliki jiwa kompetitif? Jawabannya tentu boleh. Dengan memiliki jiwa kompetitif, kita memiliki semangat bersaing. Hal ini mendorong semangat dan keinginan berbenah secara konsisten.

Namun, jika terlalu berlebihan, justru memicu produktivitas toksik. Jika ingin keluar dari situasi tersebut, tentu harus mengurangi jiwa kompetitif. Kita tidak harus bersaing dengan siapapun untuk meraih pencapaian terbaik. Karena berusaha bukan soal kalah atau menang.

3. Mengontrol standar perfeksionis

ilustrasi sosok perfeksionis (pexels.com/Andrea Piacquadio)

Keberadaan standar perfeksionis di satu sisi memang membawa dampak positif. Kita selalu memiliki semangat untuk berbenah. Bahkan termotivasi untuk mengerahkan kemampuan terbaik di setiap waktu. Namun, ada juga sisi negatif saat sikap perfeksionis justru tidak terkendali.

Di sinilah kiat keluar dari produktivitas toksik. Kita harus belajar mengontrol standar kesempurnaan dengan bijaksana. Segala sesuatu tidak harus tercapai sesuai target yang ditetapkan. Memiliki sisi kekurangan atau kelemahan merupakan hal yang wajar.

4. Membuat batasan yang jelas

ilustrasi perempuan tegas (pexels.com/Andrea Piacquadio)

Sampai kapan kita mau terjebak dalam produktivitas toksik? Situasi seperti ini paling dihindari. Karena produktivitas toksik justru menurunkan kinerja secara drastis. Dalam rangka keluar dari produktivitas toksik, kita juga harus menerapkan kiat yang tepat.

Di antaranya dengan membuat batasan yang jelas. Tentukan waktu kapan bekerja dan kapan harus beristirahat. Katakan pada diri sendiri untuk tidak melanggar batas yang sudah ditetapkan agar keseimbangan hidup tetap terjaga.

5. Mematuhi jadwal secara konsisten

ilustrasi jadwal (unsplash.com/Estee Janssens)

Berusaha keluar dari produktivitas toksik memang menjadi tantangan. Namun, dengan menerapkan kiat yang tepat, bukan tidak mungkin kita bisa keluar dari situasi tersebut. Lantas, apa yang harus dilakukan agar bisa keluar dari produktivitas toksik?

Salah satunya dengan mematuhi jadwal secara konsisten. Buat jadwal yang realistis dan terstruktur sejak awal. Kemudian laksanakan jadwal secara teratur. Ketika sudah patuh pada jadwal yang konsisten, hidup terasa lebih rileks.

6. Menetapkan tujuan yang realistis

ilustrasi berpikir realistis (pexels.com/Mikhail Nilov)

Keberadaan produktivitas toksik memang menjadi permasalahan dalam perkembangan karier. Ini terjadi ketika kita memiliki banyak tujuan yang harus direalisasikan. Pada akhirnya, mengerahkan energi di luar batas kemampuan.

Ternyata keluar dari produktivitas toksik itu cukup simpel. Kita hanya perlu menetapkan tujuan yang realistis dan terukur. Sesuaikan dengan batas kemampuan sejak awal. Baik mengenai tujuan dalam jangka panjang maupun jangka pendek.

7. Menghargai setiap pencapaian kecil

ilustrasi mengapresiasi pencapaian (pexels.com/Okurut eric)

Tanpa disadari banyak orang terjebak dalam produktivitas toksik. Mereka memforsir diri secara berlebihan untuk memenuhi target yang sudah ditetapkan. Tujuan utamanya hanya hasil akhir, tapi tidak memperhatikan rangkaian proses yang sudah dilewati.

Di sinilah tiap penting mengeluarkan diri dari produktivitas toksik. Kita harus menghargai setiap pencapaian kecil yang sudah dilewati. Tujuan utama bukan hanya hasil akhir yang optimal. Namun, kita juga mampu melewati prosesnya secara bertahap.

Produktivitas toksik bisa mempengaruhi perkembangan karier di dunia kerja. Alih-alih meraih keberhasilan, justru mengalami kemunduran dari waktu ke waktu. Kita harus mampu meminimalisir situasi demikian ini. Semoga dengan adanya tujuh kiat di atas bisa membantu.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Agsa Tian
EditorAgsa Tian
Follow Us