Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

8 Alasan Penting Hati-hati dalam Bikin dan Sebarkan Konten

ilustrasi membuat konten (pexels.com/Ron Lach)

Sekarang siapa pun bisa membuat dan menyebarkan konten. Satu sisi, ini baik karena memudahkan semua orang dalam berkarya dan berekspresi. Namun di sisi lain, kesukaanmu bikin konten jangan sampai menghilangkan kehati-hatian, ya.

Demikian pula jika kamu sebatas penikmat konten. Meski bukan kamu yang membuat konten, tetaplah berhati-hati saat hendak menyebarkannya. Simak delapan alasan mengapa kamu harus hati-hati dalam bikin dan sebarkan konten sekalipun itu di akun media sosialmu sendiri.

1. Pertimbangan keselamatan

ilustrasi membuat konten (pexels.com/naveen gariya)

Ketika banyak orang berlomba-lomba membuat konten terbaik dan terunik, keselamatan diri dan semua orang yang terlibat dalam pembuatan konten tak boleh diabaikan. Jangan sampai demi viewers yang banyak, kamu seperti menghargai sebuah nyawa dengan sangat murah.

Hindari membuat konten di medan yang berbahaya tanpa pengawasan orang yang terlatih dan peralatan keselamatan. Juga tak perlu membuat konten yang mengancam kesehatan, seperti makan makanan yang terlampau pedas atau panas. 

2. Menghargai privasi orang lain

ilustrasi membuat konten (pexels.com/Ivan Samkov)

Ketika kamu merasa senang-senang saja foto dan video dirimu tersebar, orang lain belum tentu demikian. Jadi, hindari menggunakan foto atau video pribadi seseorang sebagai bagian dari kontenmu. 

Mungkin buat kamu lucu dan seru merekam temanmu yang sedang tidur nyenyak dengan pakaian seadanya. Lalu kamu mengunggahnya di media sosial. Namun bagi temanmu, itu sangat memalukan dan tindakanmu gak bisa ditoleransinya.

3. Mencegah pembuatan narasi yang tidak sesuai dengan kenyataan

ilustrasi membuat konten (pexels.com/Kampus Production)

Ini sebabnya meski kamu sebatas penikmat konten, kehati-hatianmu tetap penting. Bila beredar foto atau video dengan beragam narasi, jangan langsung dipercaya apalagi ikut menyebarkannya.

Jangan-jangan narasi yang dibuat seseorang berdasarkan foto atau video tersebut jauh dari fakta. Misalnya, video pria yang menangis hebat dinarasikan sebagai kesedihan akibat mengetahui istrinya berselingkuh. Padahal kenyataannya, pria tersebut menangis saking bahagianya oleh suatu kabar baik.

4. Bisa menjadi fitnah bagi orang lain

ilustrasi membuat konten (pexels.com/Kampus Production)

Melanjutkan contoh di poin sebelumnya. Narasi seorang suami menangis hebat karena mengetahui istrinya berselingkuh jelas menyesatkan. Ini merupakan fitnah yang amat keji pada seorang perempuan baik-baik.

Tahu kan, bahwa fitnah lebih kejam daripada pembunuhan? Oleh sebab itu, baik pembuat maupun penikmat konten yang juga berpotensi menyebarkannya wajib ekstra hati-hati terkait narasi. Jangan bikin narasi sendiri atau cepat-cepat menyebarkannya kalau gak tahu apa yang sebenarnya terjadi.

5. Berpotensi memunculkan sikap menghakimi khalayak pada seseorang yang tak bersalah

ilustrasi membuat konten (pexels.com/MART PRODUCTION)

Masih dengan contoh sebelumnya, apa yang akan menimpa istri yang dinarasikan telah berselingkuh? Pastinya dia akan dihujat begitu banyak orang. Seperti disebut tak tahu diri karena suami sibuk bekerja, dia malah berselingkuh dengan pria lain.

Apa tidak kasihan pada perempuan tersebut? Sekalipun konten pada akhirnya dihapus, barangkali sudah telanjur tersebar ke mana-mana. Perempuan baik-baik tersebut boleh jadi tak cuma dihakimi melalui komentar di medsos melainkan juga dari orang-orang di sekitarnya yang mengira narasi dalam konten tersebut benar. 

6. Jika ada pihak yang dirugikan, kamu kena masalah

ilustrasi membuat konten (pexels.com/Ivan Samkov)

Tidak semua orang yang menjadi korban konten bermasalah akan terus berdiam diri. Beberapa orang mungkin saja berani mengambil langkah-langkah hukum untuk memperbaiki namanya yang telah dicemarkan. Kalau sampai begini, kamu tentu menjadi pusing tujuh keliling.

Belum tentu permintaan maaf dan pernyataan penyesalanmu secara terbuka akan dianggap cukup oleh pihak yang dirugikan. Bagaimana jika kasusnya tetap dibawa ke ranah hukum atau kamu harus memberikan ganti rugi yang amat besar?

7. Menjaga norma kesopanan dan mencegah pelanggaran hukum

ilustrasi membuat konten (pexels.com/Tima Miroshnichenko)

Pastinya menyenangkan mendapati kontenmu memperoleh banyak viewers. Namun, apa jadinya bila konten itu melanggar hukum? Misalnya, mengandung unsur pornografi atau pornoaksi. Wah, bisa panjang urusanmu.

Kalaupun kamu tak sampai bermasalah dengan hukum, pelanggaran norma kesopanan pun kelak dapat membuatmu menyesal. Contohnya, kamu membuat konten tentang diri sendiri dengan pakaian minim dan mendatangkan cukup banyak viewers.

Kelak kamu mencari pekerjaan dan ternyata tim penyeleksi mengetahui kontenmu itu, tentunya kamu akan malu. Kamu bahkan bisa kehilangan kesempatan diterima bekerja lantaran citramu yang kurang baik di media sosial.

8. Memikirkan dampak bagi penikmat konten

ilustrasi membuat konten (pexels.com/Ron Lach)

Perlu digarisbawahi bahwa menjadi kreator konten berarti bekerja untuk begitu banyak orang. Itu sebabnya, kreator tidak boleh egois atau hanya mementingkan dirinya. Pertimbangan akan dampak kontennya terhadap semua orang yang berpotensi menjadi penikmat lebih penting ketimbang keuntungan pribadi.

Kamu harus berusaha keras untuk meminimalkan kemungkinan dampak buruk dari kontenmu. Kamu mungkin perlu memberi batasan umur buat penikmat kontenmu, memotong atau menyensor beberapa bagian yang kurang patut, serta menekankan pelajaran penting yang dapat diambil penikmat konten.

Di zaman yang canggih ini, semua orang bisa membuat serta menyebarkan konten. Akan tetapi, tidak setiap orang mampu hati-hati dalam bikin dan sebarkan konten bijak. Tetaplah berkarya tanpa kehilangan kehati-hatian agar tak menjadi penyesalan di kemudian hari.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Topics
Editorial Team
Marliana Kuswanti
EditorMarliana Kuswanti
Follow Us