Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi berantakan (freepik.com/freepik)
ilustrasi berantakan (freepik.com/freepik)

Intinya sih...

  • ADHD bisa membuat sulit mengatur tugas rumah, karena gangguan pada fungsi eksekutif otak

  • Depresi atau kecemasan dapat mencerminkan diri dalam keadaan fisik, termasuk rumah yang berantakan

  • Perubahan hidup yang menegangkan bisa membuat fokusmu bergeser dari urusan rumah ke hal-hal yang lebih mendesak

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Pernah merasa rumahmu seperti kapal pecah padahal kamu gak merasa malas? Jangan buru-buru menyalahkan diri sendiri, lho. Tumpukan baju di kursi, piring di wastafel, atau meja penuh kertas bukan selalu tanda kamu kurang rajin.

Faktanya, banyak faktor lain yang bisa bikin rumah terlihat berantakan, mulai dari kondisi mental, kepribadian, sampai perubahan hidup yang sedang kamu alami. Para ahli bahkan menyebut, sebagian besar orang tidak benar-benar hidup dalam rumah yang selalu rapi.

Jadi, kalau kamu sering kesulitan menjaga kerapian, bisa jadi ada alasan yang lebih dalam di balik itu. Yuk, kenali penyebabnya satu per satu.

1. Kamu mungkin punya ADHD

Ilustrasi Perempuan Pusing (pexels.com/LizaSummer)

Menurut Terry Matlen, psikoterapis sekaligus penulis buku The Queen of Distraction, salah satu gejala umum dari ADHD (Attention Deficit/Hyperactivity Disorder) adalah kesulitan mengatur dan menyelesaikan tugas. Otak dengan ADHD cenderung mengalami gangguan pada fungsi eksekutif, kemampuan untuk merencanakan, memulai, dan menuntaskan aktivitas.

Michael Tompkins, psikolog dari San Francisco Bay Area Center for Cognitive Therapy, menjelaskan bahwa masalah pada working memory bisa membuat seseorang sulit mempertahankan fokus. Misalnya, kamu berniat menaruh kunci di tempat semestinya, tapi tiba-tiba terdistraksi oleh anjing yang berlari menyambutmu. Tanpa sadar, kunci malah kamu letakkan di tempat acak. Kalau kejadian seperti ini sering berulang, hasilnya tentu rumah jadi berantakan.

Selain itu, penderita ADHD sering kewalahan menghadapi banyak langkah dalam satu pekerjaan rumah. Akibatnya, proses beres-beres terasa membingungkan dan bikin stres, sampai akhirnya dibiarkan menumpuk begitu saja.

2. Kamu sedang menghadapi depresi atau kecemasan

ilustrasi cemas (pexels.com/Thirdman)

Menurut Natalie Christine Dattilo, psikolog dan pengajar di Harvard Medical School, kondisi mental seseorang sering tercermin dari keadaan fisiknya. Rumah yang berantakan bisa jadi cerminan pikiran yang sedang kacau, lelah, atau kehilangan motivasi.

Ketika seseorang mengalami depresi, bagian otak yang berperan dalam memunculkan rasa antusias ikut melemah. Akibatnya, aktivitas seperti membersihkan rumah terasa berat dan gak penting. Selain itu, kecemasan juga dapat menurunkan konsentrasi, membuat tugas-tugas kecil terasa sangat melelahkan.

Dattilo menambahkan, penelitian menunjukkan bahwa rumah berantakan dapat meningkatkan kadar hormon kortisol, yaitu hormon stres. Jadi, bukan cuma mental yang memengaruhi kebersihan rumah, tapi kondisi rumah yang berantakan pun bisa memperburuk stres dan kecemasanmu.

3. Kamu sedang melalui masa hidup yang menegangkan

ilustrasi cerai (vecteezy.com/nuttawan jayawan)

Perubahan besar dalam hidup sering kali membuat fokusmu bergeser dari urusan rumah ke hal-hal yang lebih mendesak. Michael Tompkins menyebut, stres karena peristiwa besar (seperti pindah rumah, menikah, bercerai, atau bahkan punya anak), bisa menurunkan kemampuan seseorang untuk menjaga rutinitas.

Bagi orangtua baru misalnya, keseharian yang penuh tanggung jawab tambahan dan kurang tidur sering kali membuat energi terkuras habis. Akibatnya, prioritas untuk beres-beres pun otomatis turun ke daftar paling bawah.

Intinya, masa transisi apa pun bisa bikin rumah berantakan, bukan karena kamu malas, tapi karena otakmu sedang fokus bertahan menghadapi perubahan besar.

4. Kamu punya keterikatan emosional pada barang-barangmu

ilustrasi snow globe suvenir liburan (pexels.com/RDNE Stock project)

Bagi sebagian orang, membereskan barang bukan sekadar urusan fisik, tapi juga emosional. Joseph Ferrari, profesor psikologi di DePaul University, menjelaskan bahwa proses decluttering bisa memunculkan kenangan yang kuat.

Mungkin kamu menyimpan tiket konser, hadiah dari teman lama, atau suvenir dari perjalanan karena benda-benda itu punya nilai sentimental. Saat mencoba merapikannya, kamu justru terjebak dalam nostalgia, lalu akhirnya menyerah karena gak tega membuang apa pun.

Kalau begitu, bukan berarti kamu terlalu sentimentil. Hanya saja, otakmu menolak untuk kehilangan koneksi emosional dengan masa lalu. Jadi, tumpukan barang itu sering kali lebih punya makna daripada sekadar “sampah”.

5. Kamu punya kepribadian yang santai

ilustrasi santai nonton TV (pexels.com/cottonbro studio)

Gak semua orang punya kebutuhan tinggi terhadap kerapian. Menurut Dattilo, kepribadian juga memengaruhi seberapa tertib seseorang. Orang dengan tingkat conscientiousness rendah cenderung lebih santai, gak terlalu terobsesi pada detail, dan mudah menerima sedikit kekacauan di sekitarnya.

Kamu mungkin termasuk tipe yang bisa tetap tenang meski meja kerja penuh kertas, karena bagimu itu bukan masalah besar. Hal ini bukan berarti kamu gak peduli, hanya saja standar kenyamananmu berbeda.

Sebaliknya, orang dengan conscientiousness tinggi biasanya gak betah melihat barang tidak di tempatnya. Jadi, kalau kamu merasa baik-baik saja dengan sedikit berantakan, bisa jadi itu bagian alami dari kepribadianmu.

6. Kamu sulit mengambil keputusan

ilustrasi berantakan (freepik.com/freepik)

Joseph Ferrari juga menemukan bahwa orang yang memiliki banyak tumpukan barang cenderung sulit membuat keputusan cepat. Dalam psikologi, ini disebut decisional procrastination, yakni menunda keputusan karena takut salah atau menyesal nantinya.

Kamu mungkin pernah bingung menentukan apakah harus menyimpan atau membuang suatu barang. Akhirnya, karena gak mau memikirkan hal itu lebih jauh, kamu memilih menundanya. Sayangnya, kebiasaan kecil seperti ini lama-lama menumpuk dan membuat ruangan terasa sesak.

Kalau kamu sering merasa seperti ini, cobalah memulai dari hal kecil. Misalnya, batasi waktu berpikir untuk setiap benda hanya 10 detik. Kebiasaan membuat keputusan cepat bisa membantumu keluar dari lingkaran “nanti aja”.

Kerapian bukan ukuran seberapa rajin atau sukses seseorang. Rumah yang berantakan bisa jadi cerminan dari hal-hal yang sedang kamu hadapi, entah itu stres, perubahan hidup, atau kondisi mental tertentu. Michael Tompkins menekankan bahwa gak ada satu cara “benar” untuk hidup di dalam rumahmu sendiri.

Kalau kekacauan itu gak mengganggu aktivitas, kenyamanan, atau hubungan dengan orang lain, mungkin kamu hanya memiliki gaya hidup yang berbeda. Namun, bila berantakan mulai bikin stres, cobalah minta bantuan profesional, baik itu terapis, organizer, atau teman dekat yang bisa mendukungmu.

Ingat, rumah gak harus selalu sempurna. Kadang, sedikit kekacauan justru jadi bukti kalau kamu sedang berproses menjalani hidup.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team