ilustrasi suasana rapat (pexels.com/Antoni Shkraba)
Pengalaman masa lalu, seperti pernah di-bully atau merasa diremehkan di masa lalu, dapat memberikan dorongan untuk menunjukkan superioritas di tempat kerja. Orang yang mengalami perlakuan tidak adil atau intimidasi di masa lalu mungkin mengembangkan sikap bertahan yang melibatkan menonjolkan keunggulan mereka.
Mereka mungkin percaya bahwa dengan menunjukkan superioritas, mereka dapat menghindari situasi yang membuat mereka merasa tidak aman atau terancam seperti yang mereka alami sebelumnya. Namun, tanpa kesadaran akan pengaruh pengalaman masa lalu ini, sikap tersebut dapat menjadi pola perilaku yang merugikan di lingkungan kerja yang baru.
Menyadari alasan di balik perilaku seseorang yang selalu menunjukkan superioritas di tempat kerja adalah langkah pertama dalam mengatasi konflik dan membangun hubungan yang lebih sehat. Dengan memahami sumber ketidakamanan pribadi, budaya perusahaan yang mendorong persaingan, atau kurangnya keterampilan komunikasi sosial, kita dapat mengambil langkah-langkah yang lebih bijaksana untuk mengatasi masalah tersebut.
Penting untuk mengedepankan komunikasi terbuka dan empati dalam mengatasi perilaku yang merugikan tersebut. Dengan demikian, kita dapat menciptakan lingkungan kerja yang inklusif dan produktif bagi semua anggota tim.