Salah Strategi, 3 Alasan Sulit untuk Jadi Pribadi yang Konsisten

- Konsistensi penting untuk meraih hasil positif dalam hidup
- Terlalu mengandalkan suasana hati membuat sulit menjadi konsisten
- Tidak sabar dengan proses dan membuat tujuan yang kurang realistis menjadi hambatan
Kamu tentu paham bahwa tuntutan untuk konsisten dalam segala aspek kehidupan itu memang penting. Mulai dari menjalani gaya hidup sehat, melaksanakan suatu pekerjaan, sampai urusan asmara, semua memerlukan sikap konsisten demi menjaga kestabilan kondisi. Kalau sudah berhasil untuk melakukannya, maka hidup menjadi lebih teratur dan menyenangkan untuk dijalani.
Namun, tidak dapat dimungkiri pula bahwa melatih diri untuk konsisten bukanlah pekerjaan mudah. Tantangannya begitu besar, sehingga tidak mengherankan pula kalau hanya sedikit orang saja yang berhasil membangun konsistensi dalam dirinya. Lantas, kenapa sih belajar untuk konsisten itu sulit? Coba simak dan pelajari alasannya berikut ini, yuk!
1. Lebih sering mengandalkan suasana hati dari pada berusaha untuk disiplin

Konsistensi menjadi kunci penting untuk meraih hasil positif dalam hidup. Sebagai contoh, kariermu akan melesat naik kalau mau konsisten memberikan yang terbaik. Masalahnya, menjadi konsisten itu sendiri bukan hal yang mudah. Pasalnya, ada beragam tantangan yang harus dijalani dalam prosesnya dan semua itu dapat membuat suasana hati naik turun.
Di sinilah letak kekeliruannya. Kalau kamu terlalu mengandalkan suasana hati, maka jelas sulit untuk menjadi pribadi yang konsisten. Oleh sebab itu, belajarlah untuk lebih berpatokan pada kedisiplinan karena kebiasaan ini akan membuatmu selalu teguh pada sesuatu yang ingin dicapai, meski perasaan sedang kurang positif. Dengan begini, kamu bisa mendorong diri untuk tetap konsisten, kan?
2. Tidak sabar dengan proses yang harus dilalui

Cara untuk membangun sikap konsisten adalah dengan menciptakan tujuan yang hendak dicapai terlebih dahulu. Ini berperan sebagai pemantik semangat agar kamu bisa terus melatih diri. Sayangnya, meski sudah punya tujuannya, tetapi kamu malah tidak sabar dalam menjalani prosesnya.
Mari ambil contoh seandainya kamu ingin membentuk otot perut. Kamu sudah diberi tahu oleh pelatih bahwa durasi prosesnya bisa bervariasi, tergantung pada kondisi setiap individu. Kamu juga sudah mengerti bahwa perlu melakukan latihan dan menjaga pola makan secara teratur hingga hasil yang diharapkan dapat tercapai. Namun, ternyata kamu terlalu terpaku pada hasil akhir, alih-alih percaya pada perjalananmu sendiri. Akibatnya, rasa ingin menyerah pun muncul tatkala merasa belum melihat apa yang diinginkan. Padahal, setiap usaha yang kamu lakukan tentu ada manfaatnya dan pasti dapat dirasakan saat waktunya sudah tepat.
3. Sudah membuat tujuan yang kurang realistis sejak awal

Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam poin kedua, konsistensi dapat mulai ditumbuhkan saat ada tujuan yang ingin dicapai. Sayangnya, tidak semua orang cukup bijaksana dalam menetapkan tujuannya. Mereka langsung membuat suatu cita-cita besar tanpa mengukur kemampuan diri terlebih dahulu. Apa yang terjadi selanjutnya dapat ditebak, yaitu mudah menyerah di tengah jalan karena tidak sanggup untuk menjalani prosesnya.
Oleh sebab itu, penting untuk menetapkan tujuan yang realistis sejak awal. Jangan gengsi dengan tujuan yang terkesan kecil atau sederhana. Fokus saja pada usaha meneguhkan hati dalam menjalani prosesnya, sehingga diri terlatih untuk menjadi konsisten. Lambat laun, kamu bisa mencoba untuk meraih tujuan yang lebih besar saat yakin bahwa konsistensi diri sudah benar-benar terbentuk. Kalau begini tentu tidak akan memberatkan, bukan begitu?
Kesulitan dalam melatih diri untuk menjadi konsisten bisa muncul karena kesalahan dalam menjalani prosesnya. Oleh sebab itu, penting untuk mencari tahu cara-cara yang tepat agar membawamu lebih dekat pada tujuan. Teruslah berusaha dan yakin bahwa kamu bisa, ya!