TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

IWF 2020: Ini 7 Tahap Awal Menulis Biografi ala Fenty Effendy 

Menulis biografi tidak sesusah itu, kok! #IWF2020

idntimes.com/Caroline Graciela

Kita selalu mendefinisikan arti biografi sebagai buku karangan berisi kisah orang-orang terkenal. Eits jangan salah guys, biografi tidak selalu memandang ketenaran tokoh, melainkan kisah hidup dan perjuangan seseorang dalam mencapai suatu kesuksesan.

Dalam menulis karangan biografi, kita harus dapat memimpin para pembaca terjun dalam kisah tokoh, merasakan emosinya, dan memetik satu pelajaran berharga dari cerita itu. Pertanyaannya, bagaimana membuat suatu karangan biografi menjadi 'juicy' dan menggugah minat pembaca?

Menurut Fenty Effendy, ada beberapa hal penting yang harus diperhatikan agar sebuah buku biografi dapat ‘hidup’ di mata pembaca. Ini sesuai untuk kamu yang tertarik untuk mencoba terjun dalam penulisan biografi. Yuk, simak artikelnya!

1. Tentukan value tokoh yang akan menjadi fokus karanganmu

pexels.com/Kaboompics.com

Dalam penulisan biografi, kamu harus mengenal lebih dalam tokoh yang akan kamu tulis. Carilah ‘value’ atau nilai berharga dalam diri tokoh yang ingin kamu sampaikan pada pembaca. Apa ia orang yang pantang menyerah? Apa ia orang yang berani membela kebenaran? Apa ia orang yang gigih dan setia?

Value tersebut dapat menjadi salah satu alternatif pendekatan kita terhadap apa yang kita tulis. Dengan kata lain, kita jadi memiliki satu fokus tertentu untuk penulisan kita dengan berdasar pada nilai tokoh.

Baca Juga: IWF 2020: 5 Trik Sukses Menulis Biografi Bernyawa ala Fenty Effendy

2. Biografi bukan soal "siapa" tapi juga "apa"

Pexels.com/Andrew Neel

Fenty Effendy menekankan satu poin penting di awal sesi, bahwa spektrum penulisan biografi itu sangat luas. Dengan menentukan ‘value’ seorang tokoh, kamu dapat membingkai rangka penulisanmu menjadi lebih sempit lagi.

Kamu jadi punya bayangan akan kisah sang tokoh sebelum benar-benar mengeksplornya lebih dalam. Ini akan menjadi awal yang baik sebelum kamu terjun dalam reset dan penulisan.

3. Pengumpulan bahan: riset itu penting!

pexels.com/Vlada Karpovich

Riset merupakan fondasi awal dalam menulis biografi. Ibarat membangun rumah, tentu kita harus memiliki dasar atau fondasi yang kuat. Riset yang serius akan menghasilkan karangan biografi yang menarik dan aktual.

Cara kamu menggali informasi tentang seorang tokoh seperti caranya berpikir, berperasaan, bahkan berlogika adalah kunci yang dapat membuat penulisanmu terasa hidup. Dari riset pula, kamu dapat memiliki gambaran besar mengenai karangan biografimu kelak. Kalau dari riset saja sudah tidak meyakinkan, apa yakin masih kukuh melanjutkan?

4. Menemukan konsep dan cara bagaimana kita akan menulis kisah tokoh 

pexels.com/Vlada Karpovich

Menemukan konsep cerita dimulai ketika kamu mulai mengenal tokoh tersebut. Dengan riset, kamu jadi dapat memecah koneksi tokoh dengan orang-orang terdekat dan teman-temanya. Ini memudahkan kamu untuk menyeleksi narasumber untuk wawancara nantinya.

Ingatlah bahwa riset itu bersifat dinamis. Baik riset awal dan lanjutan itu sama-sama penting. Jangan mudah menelan suatu informasi mentah-mentah, meski dari narasumber sendiri. Narasumber pun adalah manusia. Sebagai penulis, sudah menjadi tanggung jawab kita untuk mengecek ulang fakta di balik informasi tersebut.

5. Pengumpulan bahan tahap 2: wawancara gak perlu lama-lama!

pexels.com/Ekaterina Bolovtsova

Menurut Fenty Effendy, waktu ideal untuk melakukan wawancara dengan narasumber adalah 2-3 jam. Lebih dari itu, baik narasumber maupun pewawancara akan merasa lelah sehingga hasilnya tidak akan maksimal. Catatlah segala hal yang sekiranya berguna untuk menunjang bukumu kelak.

Dalam wawancara pun, pewawancara harus aktif dan pintar dalam membangun suasana kondusif bagi narasumber. Jangan hanya terpaku pada pertanyaan hasil riset kita, tapi gali pula common sense berdasarkan informasi dasar pada tokoh.

6. Undang-undang menulis: terus membaca dan jangan berhenti menulis 

pexels.com/Andrea Piacquadio

Fenty Effendy mengutip kalimat Stephen King, penulis kontemporer Amerika Serikat, bahwa undang-undang menulis hanya dua yaitu, terus membaca dan terus menulis. Sebelum terjun dalam penulisan, kita harus membaca dulu.

Tidak usah memikirkan terlalu jauh mengenai outlining, kepenulisan, dan lain-lain. Jadi jangan pernah jemu-jemu membaca, ya!

Baca Juga: IWF 2020: Gunakan 5 Teknik SEO Ini agar Artikelmu Dibaca Banyak Orang

Verified Writer

Caroline Graciela Harmanto

sedang mengetik ...

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya