TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

5 Pantangan Puasa Mutih, Hindari Makanan yang Tak Berwarna Putih

Persiapan puasa mutih harus dilakukan secara matang

Ilustrasi makan. (Pexels.com/Tirachard Kumtanom)

Puasa mutih memang bukanlah ibadah yang dianjurkan dalam agama Islam, namun lebih erat kaitannya dengan tradisi budaya Jawa. Meski begitu, Islam tidak melarang pelaksanaan puasa mutih selama niat dan tujuannya baik, serta pelaksanaannya gak menyimpang dari ajaran agama.

Sesuai namanya, orang-orang yang melakukan puasa mutih hanya boleh mengonsumsi makanan dan minuman berwarna putih saat sahur dan berbuka. Mari simak pantangan yang harus diperhatikan saat puasa mutih. Gak cuma soal warna makanan saja, lho!

1. Hanya boleh mengonsumsi air putih dan nasi putih

ilustrasi nasi putih (unsplash.com/pillepriske)

Jika merunut pada tradisi Jawa kuno, orang-orang yang berpuasa mutih hanya boleh mengonsumsi air putih dan nasi putih saja. Bahkan, tidak diperbolehkan menambahkan garam atau gula pasir ke dalam kudapan, meski kedua bumbu dapur itu berwarna putih.

Air putih dan nasi putih dikonsumsi sebelum fajar atau saat makan sahur dan saat matahari sudah tenggelam atau masuk waktu berbuka. Aturan inilah yang membuat puasa mutih gak mudah dilakukan karena mayoritas orang gak terbiasa hanya mengonsumsi nasi putih polos tanpa tambahan apa pun.

Baca Juga: Bolehkah Puasa Syawal Meski Belum Membayar Utang Puasa Ramadan?

2. Tidak mengonsumsi makanan dan minuman selain yang berwarna putih

Ilustrasi telur rebus. (Pexels.com/Klaus Nielsen)

Karena puasa mutih bukanlah ibadah yang disyariatkan dalam agama dan memiliki tuntunan jelas, ada beberapa pendapat soal tata cara pelaksanaannya. Ada yang memercayai bahwa puasa mutih berarti hanya mengonsumsi air putih dan nasi putih saja.

Namun, ada juga yang memperbolehkan mengonsumi beberapa kudapan lain yang berwarna putih, misalnya putih telur, tahu rebus, dan susu. Daging, buah, dan sayur yang tidak berwarna putih jelas menjadi pantangan dalam puasa ini.

3. Perhatikan waktu pelaksanaan puasa mutih

ilustrasi berpuasa. (Pexels.com/jcomp)

Puasa mutih biasanya dilakukan selama satu, tiga, atau tujuh hari. Namun ada juga yang melakukannya hingga 40 hari sebagai bentuk tirakat untuk hajat tertentu.

Puasa mutih satu hari biasanya dilakukan oleh calon pengantin dengan tujuan untuk menyucikan diri dan batinnya agar lebih siap memulai biduk rumah tangga. Pelaksanaan puasa mutih harus disesuaikan dengan kesanggupan diri sendiri. Jangan sampai menimbulkan kerugian, terutama yang berkaitan dengan kondisi kesehatan.

4. Dilarang melakukan puasa mutih untuk tujuan yang buruk

Ilustrasi marah. (pexels.com/cookie_studio)

Tradisi puasa mutih kebanyakan dilakukan karena adanya hajat tertentu. Melakukan puasa mutih dilarang untuk tujuan yang buruk, misalnya pemujaan terhadap makhluk gaib, berniat mencelakakan orang lain, atau niat buruk lainnya.

Hal-hal semacam ini tentu menjadi pantangan dalam puasa mutih. Hendaknya, orang-orang yang melakukan puasa mutih mengharapkan agar batin dan pikirannya lebih bersih setelah melakukan tirakat ini.

Baca Juga: 5 Hal yang Akan Kamu Sadari Saat Puasa Medsos, Lebih Memaknai Hidup

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya