TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

5 Candaan Toksik yang Bisa Menyebabkan Konflik dalam Hubungan Sosial

Hindari sebelum perpecahan konflik dan batin

ilustrasi pertengkaran (pexels.com/Yan Krukau)

Dalam hubungan sosial juga harus ada aturannya, salah satunya menjaga ucapan yang baik terhadap orang lain. Tapi, pertemanan yang kuat seringkali menghiraukan aturan sosial yang ada, contohnya banyak bercandanya. 

Bercanda boleh saja, tapi kalau candaannya melewati batas, maka tidak ada ampunan lagi. Karena sering kali candaan jadi toxic, dan malah dianggap normal di lingkungan kita. Seperti candaan toxic berikut ini yang masih saja sering dilakuin.

Baca Juga: 5 Alasan Mengapa Kamu Perlu Sering Bercanda dengan Pasangan

1. Bercandaan tentang SARA

Ilustrasi SARA (IDN Times/Mardya Shakti)

SARA adalah singkatan dari Suku, Agama, Ras dan Antargolongan. Jika itu semua dijadikan bahan candaan kepada orang lain, maka ada dampak buruk yang terjadi.

Kita pastinya tahu kalau bercanda dengan bawa-bawa suku, agama, ras dan golongan itu memang suatu hal yang sensitif. Jadi, hindari candaan tentang SARA karena itu bersifat toxic dan bisa terjadi perpecahan antar sesama manusia. 

2. Bercandaan tentang fisik

pexels.com/Anna Shvets

Candaan toxic yang masih sering dilakuin dan bahkan dianggap normal adalah bercandaan tentang fisik. Meski nada ucapannya sekadar bercandaan, tapi isi kalimatnya berkata lain, yaitu malah menyakitkan hati orang lain. 

Contoh kalimat bercandaan tentang fisik seperti "si hitam, sekarang gendutan, ya, jadi kurus sekarang, si kurang gizi, muka jerawatan," dan lain-lainnya. Daripada mengatakannya tentang fisik, lebih baik mendoakannya agar sehat selalu.

Baca Juga: 5 Aturan Bercanda dengan Teman Tanpa Melewati Batas, Jangan Mencela!

3. Bercandaan tentang gender

Ilustrasi Stigma terhadap Cadar, Stereotip Cadar (IDN Times/Mardya Shakti)

Bercandaan tentang gender ini sering kali lebih ke arah stigma, yaitu tidak diterimanya seseorang pada suatu kelompok karena kepercayaan bahwa orang tersebut melawan norma yang ada. Contoh candaan toxic ke arah stigma seperti ucapan "jadi laki-laki lemah amat, masa laki-laki nangis, masa perempuan kerja, atau ngapain perempuan sekolah tinggi-tinggi." 

Semacam kalimat itulah yang masih sering dianggap normal, padahal itu bikin menyakitkan hati seseorang. Perlu diingat, bahwa kita sebagai manusia itu sama, punya perasaan, punya hak dan kewajiban yang setara.

Kalau laki-laki nangis, ya gak apa-apa karena ia juga manusia punya hati, perempuan juga gak apa-apa kerja selama itu baik, dan perempuan boleh mengenyam pendidikan lebih tinggi, selain bisa mendapat kesempatan kerja, juga bisa jadi orangtua yang bisa mendidik ilmu keluarganya di rumah.

4. Bercandaan tentang keluarga

Ilustrasi Bercanda (IDN Times/Sukma Shakti)

Masalah tentang keluarga pun masih sering kali jadi bahan candaan dengan orang lain. Bercanda dengan bawa-bawa urusan, kondisi, dan masalah keluarga orang lain, rasanya tidak etis untuk dibicarakan secara publik, apalagi tanpa izin untuk membicarakannya, malah jadi fatal.

Seperti contohnya bercanda tentang pekerjaan orangtuanya, nama orangtua dipanggil secara blak-blakan, bahkan masalah keluarga yang seharusnya privasi malah diumbar ke orang lain. Candaan seperti itu pastinya sudah melewati batas dan tidak patut dicandakan.

Verified Writer

Gebialya

Learning is the basis of life.

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya