TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Semangat Eklin Ajarkan Perdamaian pada Anak-Anak Maluku lewat Dongeng

Merawat perdamaian jadi misi besar Kak Eklin

Eklin bersama boneka dongengnya bernama Dodi. (instagram.com/kak_eklin)

Pada masa Reformasi, sekitar tahun 1999, Maluku punya cerita yang cukup kelam hingga menimbulkan trauma berkepanjangan pada masyarakatnya. Kala itu terjadi konflik antaretnis yang melibatkan agama di sana. Akibatnya, terjadi segregasi atau pemisahan diri dari kelompok lain untuk meredam ketegangan. Dari sini, masyarakat Maluku jadi terpisah-pisah dan hanya berkumpul dalam kelompoknya sendiri.

Efeknya mulai terasa ketika makin kentalnya intoleransi di tengah mereka. Sebab, para orangtua menceritakan pengalaman traumatisnya saat konflik agama tersebut kepada anak-anaknya secara turun temurun. Hal ini pun menggerakkan hati Eklin Amtor de Fretes untuk menciptakan perdamaian antarumat beragama di Maluku agar tidak lagi ada gesekan di tengah masyarakat.

Dari beragam cara melakukan perdamaian, Eklin memilih untuk bergerak di bidang literasi yang menyasar pada anak-anak. Ia berkeliling ke kampung-kampung di Maluku untuk berdongeng, menceritakan kisah-kisah perdamaian lintas iman kepada anak-anak. Berkat kontribusinya ini, ia mendapatkan penghargaan SATU Indonesia Awards 2020 dari Astra Indonesia. Bagaimana cerita inspiratifnya?

1. Awal mula inisiatif dongeng keliling dari Eklin

Kak Eklin selalu mendongeng bersama Dodi. (instagram.com/kak_eklin)

Segregasi wilayah yang terjadi di masyarakat Maluku ternyata menimbulkan segregasi pemikiran juga menurut Eklin. Oleh sebab masyarakatnya terlalu homogen, mereka hanya mendapatkan satu sudut pandang cerita mengenai konflik agama yang terjadi pada akhir 90-an tersebut dan menurunkan rasa trauma kepada anak-anak.

Khawatir dengan makin menjamurnya intoleransi, khususnya di kalangan anak-anak, Eklin tergerak hatinya untuk membantu menyembuhkan trauma tersebut kepada masyarakat. Tidak bisa sendirian tentunya. Jadi, Eklin terlebih dulu menginisiasi kemah lintas iman bertajuk Youth Interfaith Peace Camp di Ambon pada tahun 2017.

Ia mengundang anak-anak muda dan komunitas masyarakat pemeluk adat lokal untuk berpartisipasi dalam rangka menciptakan perdamaian antaragama. Dari acara ini, terbentuklah komunitas lintas iman bernama Jalan Merawat Perdamaian (JMP) yang beranggotakan pemuda Maluku dan sekitarnya.

Baca Juga: Tekad Dongeng Damai Mewujudkan Persaudaraan Tanpa Sekat di Maluku

2. Belajar sendiri metode mendongeng ventrilokuisme, yaitu bicara tanpa gerak bibir

Mulanya Eklin tidak bisa mendongeng dan sulit dekat dengan anak-anak. (instagram.com/kak_eklin)

“Saya ini tidak mudah berbaur dengan anak-anak,” aku Eklin pada 17 September 2023 dalam kesempatan berbincang-bincang santai dengannya. Menurutnya, untuk bisa dekat dengan anak-anak dan dapat menyampaikan pesan-pesan perdamaian lintas iman kepada mereka, salah satu caranya adalah melalui dongeng. Namun, kala itu, Eklin merasa tidak punya keterampilan untuk berdongeng. Hal ini jadi tantangan besar buatnya.

Bermodal tekad yang kuat, Eklin mulai mempelajari metode-metode mendongeng dari video di YouTube. “Dulu saya berpikir, dongeng itu selalu identik dengan boneka. Makanya, akhir 2017 saya kumpulkan uang dan membeli boneka yang kemudian saya namai Dodi, yaitu kependekan dari Dongeng Damai,” lanjut Eklin dalam ceritanya.

Mulanya, Eklin juga tidak tahu harus melakukan apa dengan boneka tersebut. Setelah banyak mempelajari metode mendongeng, akhirnya ia memilih untuk mendalami metode ventrilokuisme, yakni bicara tanpa menggerakkan bibir. Ia mempelajarinya selama hanya 2 minggu, kemudian ketika sudah merasa matang, Eklin mulai berkeliling dari kampung ke kampung di Maluku.

3. Pernah mengalami penolakan dan menghadapi tantangan lainnya

Meski sempat ditolak, Eklin tidak patah semangat mengajarkan perdamaian kepada masyarakat Maluku. (instagram.com/kak_eklin)

Menciptakan perdamaian bukanlah suatu hal yang mudah. Ini adalah sebuah tujuan yang terlampau besar dan sulit dilakukan. Dalam usaha menempuhnya yang dimulai pada awal 2018, Eklin sudah sering menghadapi tantangan ketika dongeng berkeliling. Ia pernah ditolak untuk berdongeng di sebuah kampung komunitas muslim karena dianggap akan melakukan kristenisasi.

“Karena mereka tahu saya ini calon pendeta, jadi takut saya akan melakukan kristenisasi di sana,” ungkapnya. Namun, ia tak patah arang. Eklin melanjutkan perjalanannya bersama Dodi mencari tempat lain yang dapat menerimanya.

Tak hanya mendongeng ke kelompok beragama, Eklin juga mengunjungi masyarakat adat yang masih sangat kental menganut keyakinan lokalnya. Makin lama, area mendongengnya makin luas. Tak hanya di lingkup Maluku, Eklin sudah menyambangi hingga pulau-pulau di sekitar Makassar, Mamuju, Jakarta, Yogyakarta, dan sesekali ke daerah yang mengalami bencana alam.

Ketika berkeliling Eklin tidak selalu bersama para sukarelawan di JMP. Dulu mereka memiliki aktivitas rutin mendongeng pada hari Senin dan Kamis, tapi Eklin sendiri mengaku tidak mudah mengajak teman-teman JMP untuk terus ikut mendongeng karena masing-masing memiliki aktivitas sendiri.

“Akhirnya, kami kurangi intensitas mendongengnya jadi hanya hari Sabtu. Kalau berkeliling pun saya tidak selalu bersama mereka. Kalau daerahnya cukup jauh, biasanya saya sendiri saja,” kata Eklin.

Baca Juga: 4 Tantangan Eklin De Fretes dalam Merajut Perdamaian di Maluku

Verified Writer

Gendhis Arimbi

Storyteller

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya