TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Tetap Tenang, ini 5 Momen Tepat untuk Bilang 'Gak Apa-apa' pada Dirimu

#GoodLife Hargai dirimu juga, ya...

Pexels/freestocks

Pernahkah kamu merasa marah sama dirimu sendiri karena menganggap gak becus melakukan pekerjaan? Atau kadang merasa malu karena sudah bikin banyak orang repot gara-gara ulahmu?

Bagi anak muda, khususnya di usia 20-an, hal-hal seperti ini memang kerap terjadi. Overthinking dan perilaku menyalahkan diri sendiri, ujungnya membuat diri ini jadi stres. Namun, seiring berjalannya waktu kamu akan sadar bahwa sebenarnya semua hal itu lumrah terjadi. Dan itu gak apa-apa.

Ide ini terinspirasi dari seorang teman. Sebut saja namanya Namira (29). Ia bekerja di sebuah perusahaan agensi digital kurang lebih 6 tahun ini. 

Dulu, sebagai anak muda yang baru aja terjun di dunia karier, tentu Namira mengalami banyak gejolak dalam dirinya. Kehidupan kuliah nyatanya beda jauh dengan kehidupan kerja.

Stres dan sedih sudah kerap dilaluinya. Dan akhirnya ia menyadari, ada banyak momen di mana kita harus menganggap kesalahan maupun kegagalan yang terjadi itu gak apa-apa. "Gak semuanya salah kita. Gak apa-apa," katanya. Dan ini lima momen tepat untuk bilang 'gak apa-apa' pada dirimu sendiri.

1. Saat kamu sudah melakukan hal benar meski orang lain tidak menyadarinya

Pexels/rawpixel

Ingatkah kamu, kapan terakhir kali melihat rekan kerjamu melakukan hal yang benar? Sudahkah kamu bilang terima kasih padanya? Tidak jarang memang, kita gak menyadari kebaikan dan hal benar yang sudah dilakukan orang lain. Sampai lupa bilang terima kasih atau memberi apresiasi lainnya.

Di sisi lain, jauh dari dalam lubuk hati saat kita melakukan hal baik, ingin rasanya diapresiasi. Ingin agar orang lain tahu. Namun, nyatanya tidak bisa semudah itu membuat mereka menyadarinya.

Gak apa-apa. Tidak semua kebaikan harus ada 'terima kasih'-nya. Tidak semua hal benar harus ada apresiasinya. Inilah saatnya kamu belajar tentang keikhlasan. Bila hatimu sudah terbiasa, kamu gak akan pernah lagi berpikir berkali-kali untuk melakukan hal baik bagi orang lain--termasuk dalam hal pekerjaan. Positifnya, kamu akan lebih bahagia dan tenang saat beban timmu atau orang lain jadi berkurang.

2. Saat beberapa target tujuanmu tidak tercapai

Pixabay/Wokandapix

Namira ini tipe anak muda yang gak suka cuma melakukan satu kesibukan. Pun meski sudah punya pekerjaan tetap, ia juga ikut komunitas sesuai hobinya--demi refreshing. Banyaknya kesibukan itu membuatnya harus menentukan prioritas dan target-target tertentu. Akibatnya, karena bingung, beberapa target tidak tercapai.

Kamu juga mengalami hal yang serupa? Di saat kamu harus menyelesaikan laporan penelitian, dalam waktu bersamaan kamu juga harus sukses menggelar open recruitment organisasi. Yang satu dibayar, sedangkan pekerjaan satunya hanya sukarela. Secara otomatis pastinya kamu lebih memilih pekerjaan yang dibayar karena ada tanggung jawab yang lebih besar di sana. Risikonya, pekerjaan sukarela lainnya menjadi terbengkalai.

Gak apa-apa. Tidak semua target maupun tujuan yang kamu buat harus tercapai. Dan kita gak selalu harus berhasil, kok. Justru kegagalan akan memberikan pelajaran lebih banyak pada kita.

Gak apa-apa. Kamu bukan superhero yang punya kekuatan hebat. Tanganmu cuma dua, kakimu sepasang, ragamu satu. Tidak semua pekerjaan bisa diselesaikan dalam satu waktu yang singkat.

3. Saat kamu merasa lelah mengerjakan tanggung jawab yang sebenarnya bukan keahlianmu

Pexels/Hichem Deghmoum

Kita gak bisa jago di segala bidang--ini yang harus kita camkan dalam pikiran, selantang apa pun orang-orang bilang "kamu harus bisa melakukan semuanya!". Setiap manusia punya batas keahlian masing-masing. Ada orang yang jago hitung-hitungan, tapi payah kalau diminta menulis. Begitu pula sebaliknya, ada yang jago berkata-kata, tapi soal berhitung angka seolah otaknya mati--tak bisa berpikir.

Namira bukan sosok yang jago berhitung, sayangnya pekerjaannya sekarang menuntut ia agar bersahabat dengan angka. Tak jarang ia kena marah atasan karena target angka seringkali tidak tercapai. Di sisi lain, ia sudah berusaha memutar otaknya semaksimal mungkin agar hitung-hitungannya tidak meleset. Sayangnya, ia jadi cepat lelah baik lahir dan batin.

Di saat itulah ia mengatakan, "Gak apa-apa. Kalau sudah sampai lelah jiwa raga kayak gini berarti emang udah mencapai batas kemampuan. Gak apa-apa. Nanti belajar lagi."

Ya, gak apa-apa. Selama masih ada kesempatan, hal yang bukan keahlianmu itu bukan berarti gak bisa kamu pelajari. Bukan saatnya pula berhenti belajar. Tetaplah semangat!

4. Saat akhirnya kamu merasa tidak nyaman hingga jatuh sakit setelah lama bekerja keras

Pexels/rawpixel

Saat pertama mengawali kariernya, Namira gak jarang melakukan kesalahan. Ia pun jadi sering merasa tidak puas dengan hasil kerjanya sendiri. Hal ini membuatnya cukup tertekan hingga merasa gelisah gak keruan setiap malam.

Kamu juga mungkin pernah mengalaminya. Dalam psikologi, kondisi lelah ini disebut dengan burnout. Istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh Freudenberger tahun 1974. Dalam penelitiannya, ia menyebutkan mengenai penurunan performa kerja pada guru akibat tekanan dalam pekerjaan.

Kesehatan seseorang juga ada batasnya. Bukan hal mustahil bila seseorang lantas jatuh sakit setelah lama sekali bekerja keras, bahkan sampai lembur atau tidak tidur.

Tak perlu merasa bersalah. Tak perlu khawatir juga dengan nasib pekerjaan saat kamu sudah jatuh sakit. Gak apa-apa. Inilah saatmu untuk beristirahat meski tetap tersiksa, ya. Lupakan segala pikiran tentang hal-hal yang sedang kamu kerjakan.

Verified Writer

Gendhis Arimbi

Storyteller

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya