Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow
WhatsApp Channel &
Google News
Di antara para pembaca pasti sudah tidak asing lagi dengan istilah larung sesaji. Ya, budaya leluhur yang dilestarikan secara turun-temurun ini masih terus digelar di berbagai daerah, salah satunya Kota Malang.
Well, mungkin larung sesaji di kota pendidikan ini masih tergolong perdana, alias baru pertama kali digelar. Gelaran ritual ini digagas oleh para budayawan di Malang, di antaranya Isa Wahyudi atau akrab disapa Ki Demang dan Mbah Yongki Irawan.
Ritual yang digelar pada hari Minggu (24/7/2022) ini, bernama Larung Sesaji Labuh Kali yang merupakan satu dari rangkaian Festival Kali Brantas di 7 Kampung Tematik Kota Malang. Berikut adalah potret prosesi Larung Sesaji Labuh Kali di Kota Malang, budaya leluhur yang dilestarikan secara turun-temurun.
1. Diawali dengan tarian 40 penari yang membawa wadah keramik
Para penari memanggul tembikar berjalan beriringan di aliran anak sungai Brantas. (dok. pribadi/Trisiana) Ritual Larung Sesaji Labuh Kali ini melibatkan 40 penari muda berkostum serba putih dikombinasikan lilitan kain berwarna emas di bagian perut. Masing-masing penari membawa tembikar keramik berwarna putih yang merupakan hasil produksi pengrajin lokal Kampung Keramik Dinoyo.
Isi dari tembikar yang dibawa oleh ke-40 penari itu berisi ikan-ikan yang biasa hidup di Kali Brantas. Selanjutnya, ikan-ikan itu dilepaskan di aliran sungai Brantas yang menjadi lokasi ritual.
Baca Juga: Bersyukur, Warga di Tulungagung Larung Hasil Bumi ke Sungai
2. Iringan gamelan yang mengiringi tarian Larung Sesaji Labuh Kali semakin menambah kekhidmatan
Para penari menarikan tarian Larung Sesaji Labuh Kali. (dok. pribadi/Trisiana) Iring-iringan penari muda tersebut berjalan dari lokasi pusat kerajinan tembikar menuju ke bantaran anak sungai Brantas yang lokasinya memang tidak terlalu jauh. Berjalan dengan lemah gemulai dan senyum di wajah, kedatangan para penari ini disambut dengan iringan gamelan dari Kampung Satrio Turonggo Jati, Kelurahan Rampal Celaket.
Iringan gamelan tersebut juga mengiringi tarian Larung Sesaji Labuh Kali, di mana koreografinya merupakan hasil karya dari Endra Zulaifah. Endra adalah pimpinan sanggar seni Denendar Malang. Tarian yang indah dan lantunan gamelan semakin menambah kekhidmatan para penonton yang tidak ingin ketinggalan menyaksikan ritual ini.
3. Sesajen yang sudah disiapkan, dibacakan mantra sebelum dilarung
Pembacaan mantra-mantra pada sesajen oleh budayawan Isa Wahyudi alias Ki Demang. (dok. pribadi/Trisiana) Lanjutkan membaca artikel di bawah
Editor’s picks
Sesaji atau sesajen yang telah dipersiapkan berupa cok bakal, kembang setaman, jenang sengkolo dan jenang palang. Cok bakal memiliki makna "cikal bakaling urip dumadining jagat sakalir, elingo marang Purwa Duksina Jantraning Gesang".
Artinya, asal muasal kehidupan alam semesta, mengingatkan pada awal dan akhir perjalanan hidup. Sementara, kembang setaman menurut Kamus Budaya Jawa merupakan aneka macam bunga yang terdiri atas melati, mawar merah, mawar putih, kenanga dan kantil.
"Larung sesaji ini sebagai ungkapan membuang kesialan, malapetaka, dan bahaya yang setiap saat dialami oleh kita dan lingkungan kita," ungkap budayawan Isa Wahyudi alias Ki Demang.
4. Dilanjutkan dengan prosesi Tapa Kungkum yang diikuti dengan seluruh peserta ritual
Prosesi Tapa Kungkum diiringi dengan pelarungan sesajen. (dok. pribadi/Trisiana) Mbah Yongki, seorang budayawan yang cukup konsisten merawat peninggalan budaya leluhur, juga turut andil dalam ritual Larung Sesaji Labuh Bumi. Salah satu rangkaian ritual larung sesaji ini adalah Tapa Kungkum.
"Kungkum adalah ajaran leluhur yang cukup purba, lalu kembali disebarkan oleh para pinisepuh dalam lelakunya di tlatah Jawa ini," ujar kakek berkacamata itu.
Tapa Kungkum dipercaya mampu membangun intuisi serta kekuatan fisik agar lebih kuat dan tahan terhadap serangan penyakit. Pada saat kungkum, segala hal negatif dalam tubuh akan terkikis secara perlahan hingga memunculkan perasaan nyaman dan lega.
Baca Juga: Upacara Tradisi Labuh Laut, Bentuk Syukur Nelayan di Tulungagung