TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

8 Realitas Sosial yang Sangat Ironis Ini Pasti Sering Kamu Temukan

Kemanusiaan perlahan memudar

Pexels.com/Namo Deet

Kehidupan ini memang selalu menarik jika dilihat dari sudut pandang yang berbeda. Begitu halnya dengan dengan berbagai macam hal yang ditemui dalam kehidupan sehari-hari yang terlihat indah namun di baliknya ada sesuatu yang mengganjal.

Nah, 8 realitas sosial berikut ini merupakan hal yang sangat ironis namun terkadang dianggap biasa saja dan parahnya seolah-olah menjadi bagian dari kebudayaan manusia itu sendiri.  

1. Lebih menyayangi hewan daripada keluarganya sendiri

Pexels.com/Pixabay

Dewasa ini, sangat mudah menemukan orang tua yang “ditelantarkan” oleh anaknya sendiri dengan berbagai macam alasan. Mulai dari mengirimnya ke panti jompo, membiarkan di rumah sendirian hingga menyewa pengasuh untuk merawat orang tuanya sendiri yang dulu telah membesarkannya.

Tentunya sangat memprihatinkan sekali jika kita mendapati ada orang yang lebih memilih merawat hewan peliharaannya ketimbang memperhatikan kesehatan dan kebahagiaan orang tuanya sendiri.

2. Eksistensi di media sosial mengalahkan sisi kemanusiaan dalam dirinya

Pexels.com/Tracy Le Blanc

Pernah tidak kamu menemukan orang yang menjadikan sebuah tragedi kecelakaan sebagai bahan postingan di media sosial? Atau ada oknum yang memanfaatkan anak jalanan dan pengemis sebagai sarana pamer diri?

Tentunya hal tersebut merupakan hal yang sangat tidak patut untuk dicontoh karena berawal dari niat yang tidak bagus. Apalagi jika dia melakukan hal tersebut demi popularitas di media sosial demi mendapatkan uang.

Baca Juga: Bayangkan Jumlah Orang yang Kamu Lihat! Kami Tahu Kehidupan Sosialmu

3. Pendidikan yang yang menghasilkan lulusan angkuh dan sombong

Pexels.com/Pixabay

Orang yang berpendidikan atau termasuk kaum terpelajar, mestinya memiliki sifat rendah hati dan tidak suka memandang sebelah mata orang lain. Seperti yang dikatakan Tan Malaka, jika kaum terpelajar tidak mau lagi bersentuhan dengan tanah atau bergaul dengan orang yang memiliki cita-cita rendah, maka lebih baik jika pendidikan itu tidak pernah diberikan.

Tentunya merupakan sebuah ironi masa kini jika oknum yang bergelar dan sudah namanya sudah melangit, lupa dan tidak ingin lagi untuk membumi padahal derajatnya sama saja dengan siapa pun juga sebagai manusia.

4. Budaya sopan santun dan etika memudar

Pexels.com/Pixabay

Menghormati orang yang lebih tua merupakan warisan leluhur yang sangat tidak dapat dinilai dengan apapun juga. Selain itu, budaya cium tangan serta mengucapkan salam dan permisi merupakan tradisi yang perlu dilestarikan sampai kapan pun.

Namun jika melihat realitas sekarang, tak jarang anak muda saat ini yang mulai membentak atau melawan orang tuanya sendiri atau gurunya di sekolah. Tentunya hal ini merupakan degradasi moral yang menjadi tanggung jawab kita semua untuk memperbaikinya.

5. Anak-anak kini lebih dekat dengan gadget ketimbang temannya sendiri

Pexels.com/Samer Daboul

Jika dulu anak-anak dengan mudahnya ditemui di lapangan bersama teman-temannya sedang melakukan permainan tradisional, maka sekarang malah sebaliknya di mana anak-anak yang masih di bawah umur sudah bisa mengoperasikan HP dan kecanduan bermain game online.

Tentunya hal ini sangat memprihatinkan karena mereka yang masih dalam tahap perkembangan perlu menghabiskan waktu untuk bermain bersama dengan sebayanya. Tak hanya itu, anak-anak mestinya juga lebih banyak belajar mengeksplorasi lingkungannya dan bukan malah terjebak dengan HP.

Peran orang tua sangat besar dalam hal ini, untuk memberikan nasihat kepada anaknya untuk lebih banyak bersosialisasi dengan anak seusianya dan bukan malah memberikannya HP agar tidak menangis.

6. Cap buruk yang terus saja melekat ke oknum tertentu yang dulu pernah melakukan kesalahan

Pexels.com/Pixabay

Budaya labelling yang mencap seseorang yang pernah berkelakuan buruk akan terus seperti itu, merupakan realitas sosial yang perlu dihilangkan dari kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Bukankah setiap orang memiliki kesempatan untuk berubah menjadi lebih baik dan itu perlu mendapatkan dukungan dari orang-orang di sekitarnya.

Seperti konsep perlakuan terhadap pelaku kejahatan yang kini tidak lagi hanya dibatasi kebebesan bergeraknya (penjara) tetapi juga diberikan berbagai macam keterampilan serta nasihat agar ketika keluar dari lembaga pemasyarakatan (lapas) dapat beradaptasi kembali dengan masyarakat dan menjadi pribadi yang baik.

Salah satu selebgram yang menjadi korban dari labelling adalah Awkarin yang meskipun kini berusaha untuk membangun citra dirinya yang lebih positif di mata masyarakat, tapi tetap saja ada netizen yang mencibir dan mencemooh dirinya.

7. Meniru budaya asing tanpa proses penyaringan

Pexels.com/Buro Milenial

Terbuka terhadap perkembangan zaman dan budaya luar memang perlu agar bisa beradaptasi dengan dinamika global. Tapi, merupakan sebuah ironi jika semua budaya luar kita terima tanpa disaring yang mana sesuai dengan budaya kita sendiri.

Berbagai budaya luar yang bersifat positif seperti tepat waktu, kejujuran, disiplin dan keberanian merupakan hal yang sangat patut untuk ditiru. Tapi budaya luar seperti tinggal bersama sebelum nikah, hubungan badan sebelum menikah dan pikiran yang liberal mesti dipertimbangkan matang-matang sebelum dijadikan bagian dari gaya hidup sehari-hari.

Baca Juga: 10 Ilustrasi Sindir Kehidupan Sosial Saat Ini

Verified Writer

Irvin Pabane

Part of @pk189 LPDP RI || Soli Deo Gloria || Belajar Sepanjang Hayat || Baca tulisan lainnya di linktr.ee/irvinpabane

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya