Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow
WhatsApp Channel &
Google News
Hidup tak melulu menyuguhkan hal-hal yang menyenangkan saja. Terkadang ada juga kejadian buruk yang bisa dialami seseorang, misalnya perasaan duka, kehilangan, sakit hati, kecewa, serta rasa tidak nyaman lainnya.
Setiap orang pasti memiliki fase terpuruknya masing-masing. Hal yang membedakan adalah bagaimana respons mereka untuk bangkit melaluinya. Pulih dari sesuatu yang menyakitkan perlu keikhlasan yang luar biasa. Alhasil, melupakan bukan jalan keluar, tapi penerimaan menjadi solusi yang tepat.
Untuk sampai pada titik tersebut, kamu perlu melalui lima fase seperti berikut ini. Kamu harus bisa melewatinya sebelum mampu mengikhlaskan segalanya yang telah terjadi.
1. Akan ada penyangkalan yang terjadi di dalam dirimu
ilustrasu merasa hancur (pexels.com/Gustavo Fring) Fase awal ini boleh dikatakan sebagai kondisi yang cukup berat untuk dilalui. Dalam tahap ini, kamu akan dihadapkan dengan penolakan-penolakan dalam diri atas suatu kejadian yang menyakitkan. Kesedihan memang bukan perkara yang mudah untuk diterima, sehingga wajar apabila kamu melakukan penyangkalan.
Namun, kondisi demikian tentu tidak boleh berangsur terus-menerus. Sebab, mau tidak mau kamu harus mempercayai apa yang telah terjadi. Hal itu menjadi bagian atas takdir yang tengah bekerja dalam kehidupanmu.
Baca Juga: 5 Sisi Positif Saat Kamu Ikhlas dalam Menjalani Segala Sesuatu
2. Terdapat amarah dalam diri yang sulit dikendalikan
ilustrasi orang marah (pexels.com/Andrea Piacquadio) Proses penyangkalan yang kamu alami sebelumnya akan membawamu pada penolakan, sehingga mampu melecut amarah dalam diri. Marah terhadap orang yang berkaitan dengan kondisi itu atau terhadap keadaan yang kamu rasa tidak adil. Bahkan bisa saja terhadap diri sendiri yang dianggap keliru dalam kejadian tersebut.
Kondisi demikian dapat terus berkelanjutan pada tindakan saling menyalahkan. Alhasil, kamu perlu segera lepas dari fase tersebut, agar tidak terlalu lama terjerat di dalamnya. Kontrol emosi dengan baik ya meskipun kondisi sedang tidak baik-baik saja.
3. Selanjutnya, kamu akan sampai pada fase kompromi
Lanjutkan membaca artikel di bawah
Editor’s picks
ilustrasi bercermin (pexels.com/Ron Lach) Setelah amarah dalam diri mampu dikendalikan dengan baik, maka kamu akan melakukan tindakan berikutnya, yakni berkompromi. Dalam kondisi ini, penyangkalan masih tetap ada namun dengan kadar yang sudah lebih reda dari sebelumnya.
Kondisi ini akan membuatmu memiliki keinginan untuk berkompromi, salah satunya dengan Tuhan. Memohon agar semuanya dapat kembali normal. Bahkan dari hatimu terdalam, terbesit keinginan untuk bersedia melakukan apa pun asalkan kesedihan itu dapat segera lepas.
4. Kemudian, kamu akan sampai pada titik yang membuatmu merasa tertekan
ilustrasi tertekan (pexels.com/Karolina Grabowska) Setelah melakukan segala cara untuk menyangkal namun tak kunjung membuahkan hasil, maka kamu akan berada di titik, bahwa apa pun yang dilakukan terasa sia-sia. Sebab, hal itu kembali lagi kepada hakikat ketetapan yang tak bisa diubah. Pada fase tersebut kamu justru mampu merasakan kesedihan dengan lebih mendalam.
Selanjutnya, kamu akan tersadar bahwa kesedihan adalah kesedihan. Itu tak bisa terbantahkan lagi keberadaannya. Perasaan yang belum sepenuhnya menerima dipadukan dengan kenyataan pahit di depan mata. Hal demikian tentu mampu menciptakan tekanan batin yang begitu besar.
Baca Juga: 5 Risiko yang Harus Siap Ditanggung Jika Gak Ikhlas saat Berbuat Baik