TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

4 Tantangan Eklin De Fretes dalam Merajut Perdamaian di Maluku

Penuh perjuangan demi satu perdamaian

gambar Eklin dan bonekanya (instagram.com/kak_eklin)

Konflik gak pernah menyisakan apa pun selain luka. Bahkan, ketika konflik itu sudah terjadi puluhan tahun berlalu, bekas lukanya masih tetap ada. Bekas luka yang sama juga dirasakan oleh penduduk Kepulauan Maluku. Kerusuhan etnis-politik yang melibatkan agama medio 1999 di daerah tersebut membuat penduduk setempat terpaksa melakukan segregasi wilayah.

Penduduk yang beragama Kristen terpaksa hidup terpisah dengan saudara-saudaranya yang beragama Islam. Seolah belum cukup buruk, kisah kelam tentang konflik nyatanya juga masih lestari. Diturunkan oleh orang tua ke anak, kisah-kisah ini jika dibiarkan dapat memicu terjadinya segregasi pemikiran bagi anak-anak Maluku. 

Demi mewujudkan misi kita satu Indonesia, Eklin Amtor De Fretes melawan kisah-kisah konflik Maluku yang kelam tersebut lewat dongeng. Bukan dongeng biasa, Eklin menggunakan seni ventriloquism dalam setiap aksinya. Sama seperti pejuang kebaikan lain, perjuangan Eklin tentu tak luput dari berbagai tantangan. Tantangan seperti apa yang harus dilalui Eklin dalam kesehariannya menyiarkan kisah persatuan pada anak-anak lewat dongeng?

1. Penolakan dari warga daerah pedalaman

gambar Eklin dan anak-anak di Maluku (instagram.com/kak_eklin)

Melawan prasangka yang sudah berakar selama puluhan tahun memang gak mudah. Apalagi ada bayang-bayang konflik masa lalu yang menghantui. Prasangka yang sama juga sempat dialami Eklin di awal perjuangannya. Januari 2018, Eklin mengunjungi salah satu daerah pedalaman di Pulau Seram untuk mendongengi anak-anak. Sayang, keinginan itu ditentang warga setempat. Alasannya sederhana, karena Eklin adalah seorang calon pendeta.

Penduduk setempat khawatir Eklin akan melakukan kristenisasi pada anak-anak mereka. Gak menyerah, Eklin lantas mengunjungi daerah lain. Bukan hanya pedalaman Maluku, ia juga memberanikan diri untuk mengunjungi daerah perbatasan di mana konflik masih sering terjadi hingga hari ini.

"Saya bisa bawa anak-anak Muslim ke daerah anak-anak Kristen dan anak-anak Kristen ke daerah Muslim. Selama belasan tahun mereka tidak pernah bertemu. Mereka bersatu dengan dongeng, mereka bisa berpelukan dengan dongeng, mereka bisa tertawa dengan dongeng," ungkap Eklin melalui sebuah wawancara khusus, Sabtu (16/9/2023).

2. Kurangnya relawan membuat kegiatan di Rumah Dongeng Damai harus terhenti sementara

gambar Eklin dan relawan di Rumah Dongeng Damai (instagram.com/kak_eklin)

Setahun setelah melakukan kegiatan mendongeng dari satu daerah ke daerah lain, Eklin mendirikan Rumah Dongeng Damai pada 2019. Berlokasi di depan rumahnya sendiri, awalnya Rumah Dongeng Damai adalah sarana Eklin menyimpan buku-buku dan alat peraga dongeng. Namun, lambat-laun rumah ini meningkat fungsinya menjadi tempat berkumpul kawan-kawan yang tertarik belajar mendongeng.

Bersama relawan Jalan Merawat Perdamaian, Eklin juga membuka kelas Bahasa Inggris dan Bahasa Jerman gratis. Sayangnya selang beberapa bulan, kelas yang awalnya rutin berjalan setiap minggunya terpaksa terhenti sementara karena kurangnya relawan. Mau bagaimana lagi, setiap relawan punya kesibukan masing-masing. Bahkan, tak sedikit dari mereka yang telah meninggalkan Ambon.

Beruntung, tanpa kehadiran relawan Rumah Dongeng Damai masih tetap berdiri sampai sekarang. Rumah kreatif ini terbuka untuk siapa pun yang mau sekadar singgah untuk membaca buku dongeng yang tersedia di sana.

3. Prasangka jemaat gereja setempat yang mengaitkan seni ventriloquism dengan praktik mistis

momen Eklin mendongeng di salah satu gereja (instagram.com/kak_eklin)

Prasangka bukan hanya Eklin dapatkan dari warga pedalaman, namun, juga dari jemaat gereja di kota dan desa-desa di sekitar Maluku. Pasalnya, selain pedalaman, Eklin juga menggunakan seni ventriloquism untuk mendongeng dan menyampaikan khotbah di gereja. Meski dongeng dengan metode ini jauh lebih menarik, beberapa jemaat mengaitkan kehadiran boneka ventriloquism ini dengan praktik mistis yang melibatkan roh halus.

Padahal, ventriloquism murni merupakan seni dan umum digunakan oleh para penyanyi dan pendongeng. Untungnya, prasangka satu ini bisa Eklin patahkan. Setelah beberapa kali pertemuan, jemaat akhirnya menyadari bahwa ventriloquism adalah seni. Ia tak pernah punya hubungannya dengan roh halus, apalagi praktik-praktik mistis.

Baca Juga: Eklin Amtor de Fretes, Menyebarkan Perdamaian Lewat Dongeng

Verified Writer

Siti Marliah

Find me on 📷 : instagram.com/sayalia

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya