TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

5 Alasan Orang Menunda Menceritakan Masalahnya, Bukannya Gak Percaya

Dengan mengetahui alasannya maka kamu bisa memahaminya

ilustrasi dua orang (pexels.com/Josh Sorenson)

Ada orang yang setiap punya masalah langsung menceritakannya pada sahabat atau keluarga. Mereka tidak perlu berpikir panjang dan berbagi masalah yang sedang dihadapi memberikan kelegaan. Akan tetapi, ada juga orang yang suka menundanya seakan-akan mereka mengkhawatirkan sesuatu.

Bahkan jika bisa, mereka tak ingin orang lain tahu persoalannya. Kurangnya rasa percaya pada orang di sekitarnya bukanlah satu-satunya penyebab. Masih ada sejumlah alasan yang tak mengandung pikiran buruk pada orang lain. Berikut ulasannya.

1. Menunggu diri mereka lebih tenang

ilustrasi meringkuk (pexels.com/Karolina Grabowska)

Bagi mereka yang masih dikuasai perasaan sedih, marah, kecewa, dan kaget akan sangat sulit untuk menceritakan masalahnya dengan baik. Bisa-bisa air mata atau nada tinggi mereka ketika mencoba bercerita malah membuat orang lain tak nyaman atau keliru memahami maksudnya.

Dalam keadaan penuh emosi, ceritanya juga bakal melompat-lompat serta sangat subjektif. Ini makin menyulitkan orang lain buat mengerti. Daripada momen bercerita menjadi sia-sia, lebih baik menunggu diri mereka lebih tenang.

Baca Juga: 5 Hal Baik yang Bisa Dipetik jika Kamu Sering Bercerita ke Orang Lain

2. Menanti kepastian kabar

ilustrasi perempuan (pexels.com/Mikhail Nilov)

Masalah dapat muncul bahkan sebelum suatu kabar dipastikan benar. Misalnya, saat ada kabar burung akan terjadi PHK besar-besaran di kantor. Kabar ini tentu sudah membuat stres para karyawan.

Akan tetapi jika mereka cepat-cepat berbicara dengan pasangan, nanti pasangan ikut panik. Suasana di rumah pun bisa kacau oleh kabar yang belum pasti kebenarannya. Mereka masih menyimpan harapan berita itu salah dan PHK tak pernah terjadi.

3. Mau fokus menyelesaikan masalahnya dulu

ilustrasi sendirian (pexels.com/Luis Ruiz)

Bagi mereka, urusan bercerita nanti saja. Ada yang lebih mendesak untuk dikerjakan saat ini,yaitu berusaha memecahkan masalah tersebut. Sebab bila suatu problem dibiarkan berlarut-larut, nanti bertambah besar dan sulit untuk diselesaikan.

Mereka yang memprioritaskan penyelesaian masalah umumnya juga punya keyakinan mampu melakukannya sendiri. Makanya, mereka baru akan membukanya pada orang lain apabila problem telah terpecahkan dengan baik.

4. Takut dia cuma terlalu baper

ilustrasi perempuan (pexels.com/Anastasia Shuraeva)

Berbeda dengan poin 2 yang belum ada kepastian kabar, kali ini masalahnya ada. Akan tetapi, mungkin saja yang sesungguhnya terjadi hanyalah masalah sepele. Namun karena seseorang gampang baper, masalah itu jadi terasa sangat melukai hati.

Dia yang sadar tentang kelemahan hatinya kemudian gak mau menceritakan masalahnya ke orang lain, ia perlu waktu untuk mengukur mana yang lebih besar di sini yakni persoalannya atau sifat bapernya. Kalau dia terlalu cepat bercerita, takutnya orang lain merespons, "Ah, itu sih cuma kamu yang baper."

Baca Juga: 6 Tips Berhenti Oversharing, Yuk, Kenali Batasan Bercerita

Verified Writer

Marliana Kuswanti

Esais, cerpenis, novelis. Senang membaca dan menulis karena membaca adalah cara lain bermeditasi sedangkan menulis adalah cara lain berbicara.

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya