TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

5 Batasan Sehat dalam Merasa Bersalah, Jangan Berlarut-larut!

Konsultasi dengan psikolog jika terus tertekan

ilustrasi kesedihan (pixabay.com/Hieu Van)

Bisa merasa bersalah itu bagus. Kamu tidak selalu merasa diri paling benar, mampu minta maaf, kemudian terdorong untuk memperbaiki kekeliruan. Kalau rasa bersalah tidak ada, perbuatan serupa akan terus terulang.

Kamu bahkan bisa kehilangan kontrol atas tindakanmu. Tidak ada empati pada orang lain dan kamu menjadi begitu tega pada siapa saja. Namun, pastikan kamu memiliki batasan sehat dalam merasa bersalah, ya. Mengapa penting? Simak penjelasannya langsung, nih

1. Sadar mana perbuatan salah yang disengaja dan mana yang tidak sengaja

ilustrasi merenung (pixabay.com/Pexels)

Kalau kamu menyamakan perbuatan keliru yang disengaja dengan tidak sengaja, kamu akan menghukum diri terlalu keras. Sedikit-sedikit kamu memberi cap negatif pada diri sendiri. Padahal, tak sengaja melakukan kesalahan merupakan sifat manusia.

Kesalahan yang tidak disengaja tentu tetap menimbulkan rasa bersalah. Hanya saja tak perlu sekuat ketika kamu meniatkan perbuatan yang kurang baik. Bukankah orang lain juga mudah memaafkan ketidaksengajaanmu? 

2. Ada perasaan malu dan menyesal, tapi tidak sampai membenci diri

ilustrasi kesedihan (pixabay.com/Qu Ji)

Tahu diri sendiri sudah berbuat keliru memang bikin malu. Reputasimu mungkin juga menjadi tercemar. Penyesalan pun muncul dan kamu berandai-andai kalau saja itu tak pernah terjadi. 

Hal-hal seperti di atas masih reaksi normal selepas kamu berbuat salah. Patut diwaspadai adalah munculnya kebencian terhadap diri sendiri. Ini bisa menjadi awal untuk masalah psikis yang serius bila tidak segera ditangani dengan baik.

Baca Juga: 5 Hal Ini Sebenarnya Tidak Perlu Membuatmu Merasa Bersalah

3. Kamu masih ada optimisme untuk mampu menjadi pribadi lebih baik

ilustrasi melihat harapan (pixabay.com/Pexels)

Apa pun kesalahanmu, kamu perlu tetap mampu berpihak pada diri sendiri. Artinya, kamu tak menutup pintu kesempatan buat perbaikan diri. Walaupun saat ini dirimu kehilangan kepercayaan dari orang lain, kamu masih yakin kelak dapat kembali memperolehnya.

Prosesnya mungkin tidak mudah dan terkadang kamu tak tahu apa lagi yang harus dilakukan. Akan tetapi, dirimu punya tekad kuat untuk belajar dari kesalahan. Kamu tidak dapat memaksakan penerimaan dari orang lain, tapi dirimu mampu mengusahakan perbaikan diri.

4. Tidak mengambil tanggung jawab orang lain

ilustrasi merenung (pixabay.com/StockSnap)

Apa yang membuatmu merasa bersalah? Apakah kamu merasa bersalah atas perbuatanmu yang keliru atau justru orang lain yang melakukannya? Dalam kesalahan orang lain, barangkali juga ada andil kekeliruanmu.

Akan tetapi, jangan mengaburkan perbedaan antara pelaku dengan hal-hal yang mungkin memengaruhi atau memberinya peluang berbuat demikian. Contoh, anak buahmu korupsi. Kamu boleh jadi punya andil kesalahan atas pengawasan yang kurang ketat.

Namun, tentu saja anak buahmu harus mempertanggungjawabkan perbuatan korupnya. Kamu gak perlu dirongrong rasa bersalah yang terlampau besar seolah-olah dirimu yang sudah main-main dengan anggaran kantor. Kamu dan anak buah mempertanggungjawabkan porsi kesalahan masing-masing.

Baca Juga: 7 Sumber Rasa Bersalah pada Diri Sendiri, Lebih Sukar Memaafkan

Verified Writer

Marliana Kuswanti

Esais, cerpenis, novelis. Senang membaca dan menulis karena membaca adalah cara lain bermeditasi sedangkan menulis adalah cara lain berbicara.

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya