TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

5 Hal yang Mendorong Orang Ubah Gaya Hidup jadi Minimalis

Motivasi sosial dan adanya kesadaran baru

ilustrasi membawa kardus (pexels.com/Karolina Grabowska)

Mengubah gaya hidup termasuk hal yang paling sulit buat dilakukan. Gaya hidup yang sudah lama dijalankan tentu memberikan kenyamanan besar bahkan memengaruhi siapa saja teman-teman dekatnya. Ganti lifestyle dapat berakibat pada perubahan circle atau setidaknya seseorang mesti menjawab banyak pertanyaan dari teman-teman serta agak dipandang aneh.

Apalagi kalau perubahannya ke arah minimalis, beberapa orang mungkin langsung mengira ia dalam masalah keuangan yang serius. Padahal, belum tentu itu yang melatarbelakangi perubahan tersebut. Keinginan belajar jadi minimalis dapat tumbuh dengan kesadaran pribadi.

Tentu tidak secara seketika melainkan perlahan-lahan sehingga orang lain baru menandai perubahan gaya hidupnya setelah beberapa lama. Sekarang kita tak perlu lagi terlalu heran melihat perubahan tersebut dalam kehidupan teman-teman. Apabila kita dalam situasi seperti di bawah ini, boleh jadi kita pun menjadi tertarik ganti gaya hidup menjadi minimalis.

1. Sumpek melihat banyak barang

ilustrasi mengangkat barang-barang (pexels.com/SHVETS production)

Semua ada masanya, termasuk berkaitan dengan kesukaan orang membeli berbagai barang. Selama bertahun-tahun sejak punya penghasilan sendiri, membeli barang tidak hanya terasa menyenangkan tetapi juga tampak sebagai cara membuat rumah lebih hidup. Akan tetapi, kini mungkin tak lagi seperti itu.

Banyaknya barang di rumah justru membuat seseorang merasa sumpek. Berada di dalam rumah gak memberikan rasa nyaman dan ia lebih suka di luar rumah. Namun, tentu saja dia tidak mungkin melarikan diri dari rumahnya sendiri. 

Pilihan yang paling masuk akal hanyalah mulai mengurangi barang di rumah dan berkomitmen untuk tak lagi belanja sesering dulu. Dia ingin rumah menjadi tempat yang paling nyaman buat segala aktivitas, dari istirahat sampai bekerja. Itu cuma bisa diraih apabila rumah lebih lapang dan terbebas dari tumpukan barang.

Baca Juga: 6 Alasan Gaya Hidup Minimalis Lebih Bermakna, Segera Terapkan, yuk!

2. Penurunan pendapatan atau meningkatnya kebutuhan

ilustrasi menghitung uang (pexels.com/Karolina Grabowska)

Kalau ada dugaan bahwa seseorang berubah menjadi minimalis karena faktor finansial, ini juga tak sepenuhnya salah. Saat pendapatan tidak lagi seperti dulu, gak mungkin terus mempertahankan gaya hidup lama yang membuat uang lebih banyak keluar. Maka orang berubah menjadi minimalis dengan harapan bisa survive di situasi keuangan yang kurang baik.

Bila pun pendapatan tidak mengalami penurunan, peningkatan kebutuhan juga dapat menjadi penyebab orang mengubah gaya hidup. Misalnya, ketika harga-harga kebutuhan makin melambung atau anak-anak mulai sekolah. Bila pengeluaran tidak disesuaikan, pendapatan yang gak ikut meningkat tentu terancam habis bahkan minus.

Apa pun penyebabnya, lebih bijak memang mengubah gaya hidup menjadi lebih sederhana dan menekankan fungsi dari segala barang yang dibeli. Kalau tidak begitu, pasti nanti lari ke utang konsumtif. Itu menyebabkan keuangan tak sehat dan ia akan kesulitan dalam membayarnya.

3. Keinginan berdonasi

ilustrasi anak memegang boneka (pexels.com/Omotayo Kofoworola)

Donasi tak melulu dengan uang, terpenting sesuatu yang diberikan bisa bermanfaat dan sesuai dengan kebutuhan orang lain. Bila ada begitu banyak barang di rumah yang tidak lagi digunakan dan cuma memenuhi ruangan, juga dapat disumbangkan. Contohnya, mainan anak yang berjibun akan sangat berarti bagi anak-anak di panti asuhan.

Begitu pula pakaian pantas pakai untuk korban bencana atau masyarakat kurang mampu. Juga buku-buku yang telah selesai dibaca dan dipelajari buat perpustakaan. Kalau tumpukan barang di rumah sudah habis didonasikan, di waktu-waktu berikutnya seseorang bisa mulai menyumbangkan sebagian dari penghasilannya.

Tidak sulit lagi menyisihkan uang bakal bederma apabila ia telah mulai terbiasa dengan gaya hidup minimalis. Barang-barang lama sudah dikeluarkan, kedatangan barang-barang baru pun lebih dapat dikontrol. Sebagian uang jatah belanja keinginan otomatis bisa disumbangkan ke orang-orang yang membutuhkan.

4. Tak lagi mengaitkan barang dengan kepercayaan diri dan kebahagiaan

ilustrasi mengepak pakaian (pexels.com/SHVETS production)

Dahulu, makin banyak barang dibeli dan dimiliki mungkin efektif buat meningkatkan kepercayan diri seseorang. Apalagi kalau barang-barangnya bermerek, rasanya ia sangat bangga ketika memakai atau membawanya. Akan tetapi, kepercayaan diri serta kebahagiaan diri yang dirasakan lama-lama terasa semu.

Sebab jika dia tidak memakai barang itu, kepercayaan diri langsung drop. Bahkan bila dalam beberapa waktu ia tak membeli barang bermerek yang lain, dia menjadi gak bahagia. Tentu ia tak dapat terus-menerus begini sehingga merasa perlu mengurangi ketergantungan pada barang.

Hidupnya bakal lebih mudah dan menyenangkan apabila bisa percaya diri dan bahagia dalam banyak waktu tanpa perlu mencarinya dari barang-barang. Dengan atau tanpa membeli dan memakai barang tertentu, ia merasa positif terhadap dirinya. Secara bertahap, dia mempelajari dan menerapkan gaya hidup minimalis.

Baca Juga: 8 Alasan Orang Gak Sering Beli Pakaian, Hidup Minimalis!

Verified Writer

Marliana Kuswanti

Esais, cerpenis, novelis. Senang membaca dan menulis karena membaca adalah cara lain bermeditasi sedangkan menulis adalah cara lain berbicara.

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya