TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

8 Pengalaman yang Hanya Dirasakan Penikmat Karya Fiksi, Ketagihan Baca

#IDNTimesLife Hobi yang kerap dipandang gak penting

ilustrasi membaca buku (pexels.com/RDNE Stock project)

Orang dewasa yang hobi membaca karya fiksi kadang masih diremehkan. Kesukaannya dianggap kurang intelek, buang-buang uang buat membelinya, bikin cuma suka mengkhayal, dan sebagainya. Padahal, bacaan fiksi yang ditulis dengan baik juga memberikan banyak manfaat untuk penikmatnya.

Bingkai fiksi sering kali digunakan buat mengangkat nilai-nilai kehidupan. Kalau semua pelajaran hidup disampaikan begitu saja, kita bakal bosan karena merasa diceramahi sepanjang waktu. Selain memetik nilai moralnya, pembaca fiksi juga merasakan pengalaman menarik di bawah ini selama membaca.

1. Kesal atau jatuh cinta dengan karakter tokoh

ilustrasi membaca buku (pexels.com/Armin Rimoldi)

Sama seperti manusia di kehidupan nyata, tokoh-tokoh dalam karya fiksi juga punya karakter masing-masing. Kita dapat merasa cocok, biasa saja, kagum, atau bahkan sebal dengan sifat setiap tokoh. Tokoh dengan karakter baik hati dan menginspirasi biasanya bikin pembaca jatuh cinta.

Walaupun di dunia nyata sulit mencari karakter sesempurna itu, gak ada salahnya kita belajar menirunya atau menjadikannya sebagai salah satu acuan dalam memilih orang-orang di circle kita, termasuk pasangan. Melalui penggambaran karakter tokoh dalam karya fiksi, kita makin memahami dengan jelas mengenai watak yang baik dan buruk.

2. Tidak setuju dengan keputusan dan tindakan tokoh

ilustrasi membaca buku (pexels.com/Andrea Piacquadio)

Larut dalam cerita bisa bikin kita mendadak ingin mencampuri pilihan yang diambil tokoh. Misalnya, ketika tokoh memutuskan sesuatu dengan gegabah. Kita sudah yakin itu bakal berakibat buruk dan menyayangkan cara berpikir si tokoh.

Di dunia nyata, pengalaman serupa juga kerap terjadi. Bedanya dengan kisah rekaan, di kehidupan sehari-hari kita mungkin benar-benar gak tahan dan memprotes keputusan atau tindakan seseorang. Namun saat membaca novel atau cerita pendek, kita cuma bisa menyayangkannya dan tambah penasaran dengan kelanjutan ceritanya.

3. Berdebar-debar saat membaca bagian konflik

ilustrasi membaca buku (pexels.com/Andrea Piacquadio)

Konflik menjadi bagian puncak dalam karya fiksi. Bagian ini ditandai dengan emosi tokoh-tokoh yang meningkat. Sering kali juga diwarnai perselisihan, harapan, dan keputusasaan.

Bila konflik diracik dengan baik, pembaca bakal ikut berdebar-debar seakan-akan ia mengalaminya sendiri suatu peristiwa. Kalau sudah tiba di bagian konflik, pembaca biasanya ingin segera menuntaskan bacaannya. Kegiatan membaca pun menjadi dikebut biar gak penasaran.

Baca Juga: 7 Tips Menulis Panjang Fiksi dan Nonfiksi, Pilihan Bacaan Berpengaruh

4. Ikut sedih, bahagia, galau, bahkan takut sesuai isi cerita

ilustrasi membaca buku (pexels.com/Los Muertos Crew)

Berbeda dengan karya nonfiksi, karya fiksi memang lebih memainkan emosi tokoh sekaligus pembacanya nanti. Pembaca yang begitu menikmati sebuah cerita bisa merasa emosinya diaduk-aduk. Perasaannya berubah-ubah mengikuti aliran kisah dari senang ke sedih dan sebaliknya.

Apakah ini berakibat buruk pada pembaca? Tidak, malah dengan membaca karya fiksi, empati kita akan meningkat. Kita yang jarang merasa tersentuh di dunia nyata kini belajar buat merasakan kesedihan dan kebahagiaan orang lain melalui novel atau cerpen yang dibaca.

5. Masih ingin membaca, tapi ternyata cerita sudah tamat

ilustrasi membaca buku (pexels.com/Emmanuel Ikwuegbu)

Sepanjang-panjangnya cerita pasti akhirnya tamat juga. Kita yang sudah begitu menikmati alur kisahnya dan menyukai tokoh-tokohnya bisa sampai gak rela cerita berakhir. Apapun ending yang ditulis oleh pengarang, rasanya kita ingin kisah itu dilanjutkan saja.

Padahal, bila cerita benar-benar dibuat sampai berjilid-jilid, boleh jadi itu justru gak baik. Pembaca yang semula begitu menyukainya biasanya akan bosan dan tak lagi terkesan. Semua cerita sudah ada ukurannya masing-masing.

Orang membaca karya fiksi umumnya memang untuk mencari hiburan di sela rutinitas. Namun, ada pula yang menggunakan karya fiksi sebagai bahan penelitian bahkan bahan mengajar. Secara pribadi, pembaca juga dapat merasa amat terhubung dengan suatu kisah.

Mungkin kita pernah atau bahkan sedang mengalami hal yang sama dengan tokoh dalam cerita. Kalau pun pengalaman kita berbeda, tetap saja ceritanya dapat menghibur kita. Misalnya, ragam kisah komedi yang bikin stres kita berkurang.

6. Terhibur dan merasa relate dengan kisahnya

ilustrasi membaca buku (pexels.com/Thới Nam Cao)

7. Gak bisa berhenti baca cerita yang disukai

ilustrasi membaca buku (pexels.com/Edgar Colomba)

Ternyata fenomena lembur gak cuma terjadi di dunia kerja. Pembaca kisah fiksi pun sering melakukannya. Bukan dengan keterpaksaan, melainkan justru pilihan sendiri yang amat dinikmati.

Pasalnya, cerita yang menarik memang bisa bikin ketagihan. Membaca lebih dari seratus halaman dalam sehari pun seperti tidak terasa. Apalagi di akhir pekan dan tak ada acara lain sehingga seseorang bisa menamatkan sebuah novel dalam beberapa jam saja.

Baca Juga: 5 Waktu Paling Nyaman untuk Membaca Buku, Gak Melulu Pagi Hari!

Verified Writer

Marliana Kuswanti

Esais, cerpenis, novelis. Senang membaca dan menulis karena membaca adalah cara lain bermeditasi sedangkan menulis adalah cara lain berbicara.

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya