TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

5 sebab Seseorang Berbohong, Sukar Berhenti apalagi Jujur

Tekanan orang lain bukan satu-satunya penyebab

ilustrasi percakapan (pexels.com/Moe Magners)

Nurani tak akan berhenti menyuruh setiap orang agar berkata jujur. Akan tetapi, ini bukan jaminan suara hati bakal mampu memenangkan peperangan dengan berbagai kepentingan pribadi maupun kepentingan orang-orang di sekitarnya.

Jujur tidak selalu mudah sebab bisa mendatangkan berbagai risiko. Oleh sebab itu, orang yang takut dengan risiko kemudian memilih untuk berbohong. Celakanya, begitu kebohongan dimulai biasanya akan sulit dihentikan. 

Kebohongan demi kebohongan bakal menyerupai 'bola salju' yang terus membesar saat menuruni lereng. Mengapa demikian? Berikut ulasannya dan jadikan pengingat supaya kamu sendiri selalu jujur sejak awal. 

1. Ia merasa rumit menjelaskan awal dari seluruh kebohongannya

ilustrasi dua pria (pexels.com/Kindel Media)

Kalau benang baru dirajut, mudah untuk seseorang mengurainya kembali ketika terjadi kesalahan. Akan tetapi, bayangkan jika sebuah syal telah selesai dirajut tetapi ada begitu banyak kesalahan di sana. Dari mana seseorang hendak mulai mengurai seluruh jalinan benangnya?

Kebingungan serupa dirasakan oleh orang yang telanjur membuat banyak sekali kebohongan. Ketimbang mengurai awal ketidakjujurannya serta kebohongan-kebohongan berikutnya, dia memilih cara yang paling mudah yaitu menciptakan sandiwara baru.

2. Malu harus mengakui kebohongan sebanyak itu

ilustrasi malu (pexels.com/RODNAE Productions)

Hati manusia sebenarnya sangat sensitif. Mengakui satu kebohongan saja sudah membuat orang merasa begitu malu. Apalagi kebohongan yang sebanyak itu. Seperti yang sering orang katakan untuk menggambarkan rasa malu yang kuat, "Mukaku mau ditaruh di mana?"

Lagi-lagi, langkah yang sering dipilih hanyalah jalan pintas untuk menjaga supaya saat ini dirinya tidak merasa malu. Ia pun meneruskan kebohongan yang kadung dibuatnya. Perkara di kemudian hari dusta itu bakal terbuka dengan sendirinya, dia tak mau memikirkannya sekarang. Terpenting baginya, ia aman dulu dari rasa malu.

Baca Juga: 5 Cara untuk Memperbaiki Kesalahan Setelah Kamu Ketahuan Berbohong

3. Makin banyak kebohongan yang terbuka, makin berat juga sanksi yang akan diterima

ilustrasi teman kantor (pexels.com/Thirdman)

Manusia sebetulnya tidak pernah punya cukup nyali untuk menanggung konsekuensi dari seluruh perilaku buruknya. Ada rasa takut dan ketidaksiapan menghadapi sanksi yang pasti bakal dijatuhkan ketika kebohongannya terbuka.

Pun sanksi yang diterima sering kali ganda. Seperti sanksi hukum dan sosial. Kian banyak dan besar kebohongan yang terkuak, kian beragam sanksi yang dijatuhkan padanya. Dengan sisa-sisa akal, dia akan terus berusaha melarikan diri dari berbagai sanksi yang mengintai.

4. Adanya tekanan dan ancaman dari pihak lain

ilustrasi percakapan (pexels.com/Pavel Danilyuk)

Terkadang, kepentingan di balik cerita yang direkayasa bukan hanya terkait dengan satu orang melainkan banyak orang. Seseorang yang tampil sebagai pembawa narasi kebohongan boleh jadi cuma orang suruhan.

Di belakangnya ada orang-orang yang punya kekuasaan lebih besar. Jika dia sampai berani macam-macam dan membuka kebohongan itu, ia mungkin tak akan lolos dari ancaman yang telah mereka sampaikan. Pilihannya hanya dua, terus berbohong atau celaka di tangan orang-orang yang jauh lebih berkuasa.

Baca Juga: 5 Alasan Orang dengan Kebiasaan Berbohong Sulit Berhenti, Waspada!

Verified Writer

Marliana Kuswanti

Esais, cerpenis, novelis. Senang membaca dan menulis karena membaca adalah cara lain bermeditasi sedangkan menulis adalah cara lain berbicara.

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya