TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

5 Tanda Kamu Punya Sifat Oversharing, Hati-hati Merugikan!

Harus mulai menetapkan batasan 

ilustrasi mengobrol (Pexels.com/mentatdgt)

Oversharing merupakan perilaku dimana seseorang terlalu banyak berbagi informasi pribadi pada orang lain bahkan orang asing. Hal-hal yang seharusnya berada dalam ruang privasi justru diumbar ke ruang publik tanpa ada batasan yang jelas lagi. Sayangnya, cukup banyak orang yang tanpa sadar menjadi pribadi oversharing, termasuk di media sosial.

Hati-hati, kamu termasuk orang yang punya sifat oversharing kalau kelima tanda ini mulai muncul. Harus segera tetapkan batasan, ya.

1. Langsung membagikan setiap kejadian yang dialami 

ilustrasi ngobrol (Pexels.com/Anastasiya Gepp)

Berbagi kabar atau bercerita tentang kejadian yang dialami pada orang lain memang sudah lumrah terjadi, termasuk dalam sesi curhat. Bedanya, sikap oversharing akan terlihat jika perilaku tersebut gak lagi terjadi di ruang privat tapi malah berlangsung dimana pun, kapan pun, dan dengan siapa pun.

Bahkan, perilaku tersebut seolah sudah otomatis. Apapun yang sedang dialami bakal langsung dibagikan pada orang lain. Kamu pun bak pewarta berita yang membagikan informasi pribadi secara lengkap dan detail tanpa ingin memberi batasan apa pun.

Baca Juga: 5 Alasan Orang Punya Kriteria Pasangan yang Mampu Jadi Teman Curhat

2. Suka mencari simpati orang lain dengan masalah pribadi 

ilustrasi memberi dukungan (Unsplash.com/Rosie Sun)

Gak cukup berbagi informasi, kamu juga mulai merasa nyaman mencari simpati orang lain dengan menceritakan masalah pribadi. Permasalahan hidupmu yang mungkin saja merupakan aib justru jadi “senjata” untuk memenangkan hati orang lain agar berpihak padamu.

Mencari dukungan moril tentu sah-sah saja, tapi jika sudah melegalkan segala cara, termasuk mengumbar masalah pribadi, rasanya terlalu berlebihan. Orang yang seharusnya gak perlu tahu atau gak ingin tahu malah jadi “mengkonsumsi” cerita hidupmu. Padahal, simpati yang didapatkan belum tentu tulus diberikan dan ada risiko kehilangan privasi.

3. Gak ragu untuk mengisi percakapan tentang diri sendiri, termasuk privasi 

ilustrasi ngobrol (Pexels.com/cottonbro)

Gak cukup dengan "mendamba" simpati orang lain, kamu juga mulai gak ragu mengisi setiap percakapan dengan hal-hal seputar dirimu. Semua kamu ceritakan, gak cuma masalah yang sedang dihadapi tapi juga sampai detail terkait hubungan yang sedang dijalani tanpa tedeng aling-aling.

Gak ada lagi batasan, semua bisa kamu ceritakan, termasuk hal privasi sekalipun. Bagimu, cerita tentang hidupmu menjadi topik yang wajar untuk dibagikan pada siapa pun. Imbasnya, kamu gak lagi punya privasi untuk disimpan sebab semua hal sudah diceritakan dengan sukarela, bahkan meski orang lain gak mencari tahu atau bertanya.

4. Kehidupan pribadi kamu jadikan konsumsi publik 

ilustrasi bermedia sosial (Unsplash.com/Azat Satlykov)

Bukan cuma pada orang terdekat, “rutinitas” berbagi cerita pribadi juga mulai merambah ke ruang publik. Orang yang gak kenal dekat denganmu atau malah asing karena hanya sekadar tahu namamu mulai ikut mengkonsumsi cerita pribadimu. Biasanya hal semacam ini terjadi lewat “bantuan” media sosial yang jadi alat sharing.

Mulai dari aktivitas sehari-hari, kemesraan dengan pasangan, masalah keluarga, atau hal-hal intim yang seharusnya disimpan malah diumbar dengan bangganya. Pada akhirnya, bukan mereka yang mencari tahu hidupmu, tapi kamu sendiri yang memberi izin agar kehidupanmu bebas dikonsumsi publik. Siapa yang rugi? Kamu sendiri!

Baca Juga: 5 Manfaat Jika Pria Gak Gengsi Curhat, Boleh ke Teman atau Pasangan

Verified Writer

T y a s

menulis adalah satu dari sekian cara untuk menemui ketenangan

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya