TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

5 Tanda Toxic dalam Hubungan yang Kerap Dianggap Normal, Red Flag!

Padahal tanda bahaya, lho

tanda toxic dalam hubungan yang dianggap normal (unsplash.com/kalisaveer)

Sangat sulit untuk melepaskan diri dari toxic relationship, sekalipun mungkin pasangan tersebut dan orang sekitarnya telah menyadari hal itu. Akan tetapi, terkadang ada pula pasangan yang gak menyadari bahwa apa yang dilakukannya merupakan bibit berbahaya dalam hubungan. Bahkan ada yang mengatakan jika itu sesuatu yang normal dan lumrah, lho.

Padahal jika dibiarkan, akan mampu merusak hubunganmu sedikit demi sedikit. Dilansir dari berbagai sumber, inilah 5 tanda toxic dalam hubungan yang kerap dianggap normal.

1. Selalu mengungkit jasa atau kesalahan pasangan di masa lalu

Ilustrasi orang bertengkar (pexels.com/rodnae-prod)

Tanda pertama yang kerap dianggap normal adalah selalu mengungkit kesalahan pasangan di masa lalu. Tujuannya adalah untuk menjadi pembenaran atas kesalahan yang mungkin dilakukan pasangan. Contohnya adalah, kamu berselingkuh dengan alasan bahwa pasanganmu dulunya pernah berselingkuh.  

Kamu seakan berlomba-lomba untuk melihat siapakah yang paling banyak menyebabkan konflik, dan manakah yang berkorban paling banyak. Hal ini apabila dibiarkan, akan menciptakan emosi yang buruk diantara keduanya, seakan saling membalaskan dendam.

Menurut Claire Colvin, Director dan Co Founder di SimpleScaling yang dilansir di laman Issues I Face

"Menggunakan rasa bersalah sebagai senjata mungkin membuatmu mendapatkan apa yang kamu inginkan dalam jangka pendek. Akan tetapi itu adalah taktik berbahaya yang akan merusak hubunganmu dan merampas keintimanmu dengan pasangan."

2. Berharap jika pasangan mampu menyelesaikan permasalahan emosional

Ilustrasi orang sedih (pexels.com/alex-green)

Setiap orang memiliki permasalahannya masing-masing. Ketika kita telah memiliki kekasih, kita tetap membawa permasalahan tersebut di dalam diri. Meski kekasih memiliki tugas untuk membantu, namun bukan berarti itu menjadi tanggung jawabnya. Hal tersebut tetaplah menjadi tanggung jawab pribadi masing-masing, termasuk dalam mencari solusinya. 

Seperti yang dikatakan oleh Tibi Puiu, jurnalis sains dan salah satu pendiri ZME Science dari laman ZME Science,

"Menurut sebuah studi baru, yang menemukan dukungan emosional, daripada dukungan informasi, membuat pasangan merasa lebih terhubung dan dihargai. Di mana ini menunjukkan bahwa pasangan hadir bukan sebagai pemberi solusi, namun pendukung untuk kamu dapat mencari solusimu sendiri."

Coba berusaha mengendalikan dan mengelola emosi diri sendiri, sehingga gak merasa saling bergantung. Apalagi sampai menyalahkan satu sama lain, karena merasa "gak cukup bisa menghibur" di kala pasanganmu merasa badmood.

Baca Juga: 5 Buku yang Membantumu Lepas dari Jeratan Toxic Relationship

3. Daripada melakukan komunikasi, malah mengirimkan kode-kode

Ilustrasi orang memberikan kode (pexels.com/polina-zimmerman)

Gak hanya menjadi milik pasangan yang sedang LDR, komunikasi juga menjadi kunci adanya hubungan yang langgeng. Keterbukaan antar satu sama lain tentu diperlukan. Ketika ada masalah, alih-alih mengkomunikasikan secara verbal, kamu atau mungkin pasangan malah memberikan kode-kode yang ambigu. Harapannya adalah pasangan dapat menebak atau memecahkan kode yang diberikan tersebut.

Sesuatu yang ambigu tentu akan memunculkan persepsi yang berbeda, yang belum tentu sesuai. Ini salah satu bentuk perilaku pasif agresif, lho. Seperti kata Daniel K. Hall-Flavin, M.D, seorang psikiater dalam bidang adiksi dari laman Mayo Clinic,

"Perilaku pasif-agresif adalah pola mengekspresikan perasaan negatif secara tidak langsung alih-alih secara terbuka mengatasinya. Ada keterputusan antara apa yang dikatakan seseorang yang menunjukkan perilaku pasif-agresif dan apa yang dia lakukan."

4. Menyelesaikan konflik dengan mengalihkan atau bahkan memendam

Gak menyelesaikan masalah (unsplash.com/mxsh)

Setiap pasangan memiliki cara penyelesaian masalahnya sendiri. Akan tetapi penyelesaian masalah dengan bentuk pengalihan atau dipendam, gak disarankan.  Contohnya adalah ketika kamu dan pasangan sedang konflik, kemudian diselesaikan dengan belanja atau berwisata tanpa berusaha mencabut permasalahannya.

Menurut Emilie Bellet, pendiri komunitas investasi wanita Vestpod, di laman The Guardian, "Ketika kamu membeli sesuatu, kamu akan mendapatkan sedikit dopamin di otak dan itu memberi perasaan bahagia dan sebagai pengalih perhatian."

Mungkin kamu saat itu akan merasa senang dan lupa sejenak dengan masalahmu. Akan tetapi perlu diingat bahwa akar permasalahannya belum terselesaikan, sehingga mungkin ada perasaan menggantung, emosi yang gak tersalurkan, atau opini yang terpendam.

Baca Juga: 5 Penyebab Seseorang Susah Lepas dari Jeratan Circle Toxic

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya