Tak Hanya Rasisme dan Diskriminasi, 1 Hal Lagi yang Harus Kita Lawan Bersama: Xenofobia!
Masih ingat "Bhinneka Tunggal Ika"?
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Masih ingatkah kalian dengan kontroversi mengenai Ahok saat pencalonan dia yang pertama kali sebagai wakil gubernur DKI Jakarta? Ahok, alias Basuki Tjahaya Purnama, diterpa dengan berbagai sentimen terkait status dia yang merupakan warga keturunan Tionghoa dan beragama Kristen, yang tak lain merupakan minoritas.
Sentimen terkait ras dan agama yang dianut Ahok mungkin masih menyebar luas hingga saat ini. Kita dapat menyimak berbagai tulisan dan lontaran kata yang datang dari berbagai kalangan yang mengkritik dia semata-mata karena etnisitas dan keyakinan yang dimiliki dia sejak lahir.
Apakah itu rasis? Ya.
Apakah itu tidak bisa dibenarkan? Tentu saja tidak bisa.
Kamu juga pasti sudah paham sebelumnya mengenai rasisme dan pasti bisa mengidentifikasi macam-macam perilaku yang termasuk ke dalam rasisme.
Namun ternyata, masih ada satu isu yang tidak begitu tersentuh oleh pengamatan kita semua. Satu isu yang sebenarnya sudah melanda di kehidupan masyarakat di berbagai negara termasuk Indonesia, dan kasus sentimen terhadap Ahok adalah salah satu contoh kasus yang mencerminkan isu ini.
Baca Juga: Ini 8 Filosofi Hidup yang Bisa Kita Pelajari Dari Bermain Layang-Layang
Isu itu adalah Xenofobia. Xenofobia tak lain adalah suatu ketakutan yang berlebihan terhadap orang asing, atau sering juga diartikan sebagai ketakutan terhadap “pendatang”.
Ketakutan semacam ini umumnya dimiliki oleh mereka yang menganggap diri mereka sebagai “tuan rumah” yang “rumahnya” seakan-akan sedang dijajah dengan kedatangan para pendatang baru ini. Ketika rasa terancam itu membuat mereka paranoid, alhasil akan muncul berbagai sentimen bernada rasis yang ditujukan ke para pendatang. Akhirnya, tindakan rasis dan diskriminatif dapat saja terjadi.
Yang dialami oleh Ahok menunjukkan bagaimana xenofobia berhasil menciptakan rasisme dan diskriminasi hingga membentuk pemahaman yang tidak rasional. Kita juga bisa menemukannya di kehidupan sehari-hari. Perseteruan ojek konvensional dan ojek online misalnya. Kamu bisa menyaksikannya sendiri bagaimana para pengemudi ojek konvensional resah dengan kehadiran ojek online yang dianggap merebut pelanggan mereka. Keresahan ini bahkan membuat sebagian dari mereka tidak segan melakukan diskriminasi dengan menetapkan kawasan sendiri yang tidak boleh dilewati ojek online.
Baca Juga: Setiap Orang Bisa (Pantas) Selamatkan Nilai Kemanusiaan Dunia, Ini Buktinya!