TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Jelang Kematian, Inilah 5 Penyesalan Hidup Manusia yang Terbesar

#GoodLife Mari renungkan sebelum terlambat

pexels.com/@rawpixel

Seorang suster sekaligus konselor asal Australia, Bronnie Ware, bekerja merawat pasien paliatif (penyakit kronis yang sudah tidak bisa disembuhkan lagi) di minggu-minggu sisa kehidupan mereka. Ketika Bronnie menanyai para pasien tersebut mengenai hal-hal apa yang mereka harap dapat mereka ubah di akhir hidupnya, ternyata jawaban mereka tidak jauh berbeda.

Tahun 2011, Bronnie pun merangkum jawaban para pasien tersebut dalam sebuah buku bertajuk "The Top Five Regrets of The Dying". Apa saja penyesalan terbesar mereka dalam hidup yang dapat kita jadikan pelajaran?

1. Andai saja aku benar-benar menjadi diriku sendiri, bukannya hidup untuk mengikuti ekspektasi orang lain tentangku

pexels.com/@abdulrahman-abu-shaer-330851

Ini adalah ungkapan penyesalan paling umum yang didengar Bronnie. Ketika usia makin habis dan kita sejenak mengingat sejarah hidup ke belakang, mudah sekali untuk mengingat betapa banyak impian yang belum sempat kita wujudkan, oleh karena satu dan lain hal.

Refleksi bagi kita: Menurut Bronnie, sangat penting untuk menghargai dan mengusahakan impian kita sendiri selagi kita masih muda dan kuat. Jangan sia-siakan kesempatan untuk memperjuangkan impian, apalagi jika kita berhenti hanya karena omongan orang lain.

2. Andai saja aku tidak bekerja terlalu keras

pexels.com/@ruslan-burlaka-40570

Penyesalan ini paling banyak diucapkan oleh pasien laki-laki yang biasanya menjadi kepala keluarga. Mereka terlambat menyadari bahwa kesibukan kerja selama ini membuat mereka melewatkan kenangan dari masa pertumbuhan anak maupun kebersamaan dengan pasangan.

Refleksi bagi kita: Bekerja keras tentunya tidak salah, apalagi jika bertujuan untuk menafkahi orang tercinta. Namun, sebaiknya kita ingat untuk senantiasa menyediakan ruang dan waktu bagi keluarga. Sebab uang selalu bisa dicari lagi, sedangkan momen penting takkan dapat diulangi. Saran Bronnie, pilihlah jenis pekerjaan yang memungkinkan kita untuk menjalani gaya hidup seimbang.

3. Andai saja aku berani mengungkapkan perasaan-perasaanku

pexels.com/@sherlocked124578

Banyak orang menekan perasaannya demi menghindari konflik, padahal dalam hati belum lega. Hasilnya, ganjalan-ganjalan pemikiran itu menjadi bom waktu yang menggerogoti diri sendiri dan berujung pada kebencian, kepahitan, bahkan penyakit di dalam tubuh.

Refleksi bagi kita: Konflik tidak selalu bermakna negatif, bahkan bisa menjadi kesempatan agar kedua belah pihak semakin mengenal satu sama lain. Yuk belajar jadi pribadi yang lebih asertif dan jujur dalam mengutarakan perasaan. Kata Bronnie, sikap yang demikian akan menaikkan level relasi kita dengan orang lain.

4. Andai saja aku masih berhubungan dengan teman-temanku

pexels.com/@hannah-nelson-390257

Kehadiran teman dekat akan sangat membantu kita di titik terendah, bahkan menguatkan kita melewati kondisi kritis. Sayangnya, di era seperti sekarang ini kita semakin terbiasa hidup individualistis dan kerap mengabaikan pentingnya persahabatan. Ketika akhirnya kita merindukan teman-teman lama, kita tidak tahu harus kemana melacak keberadaan mereka.

Refleksi bagi kita: Di tengah hidup yang sibuk, wajar jika kita sesekali luput dalam merawat relasi dengan orang lain. Mungkin kita ingin fokus mengejar karir atau ketertinggalan lainnya. Tetapi, berdasarkan pengamatan Bronnie, pada akhirnya kita justru tidak terlalu mengingat aspek-aspek materil seperti uang atau jabatan pekerjaan di penghujung usia, melainkan wajah-wajah dari mereka yang kita sayangi.

Writer

-

"Verba volant, scripta manent"

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya