TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

5 Kearifan Lokal di Indonesia Ini Bantu Kurangi Efek Global Warming!

Mereka lebih dulu peduli lingkungan sebelum kita

Alambudaya.com

Bumi memiliki harta karun yang berlimpah berupa kekayaan alam. Sumber daya alam tentu dibutuhkan oleh manusia untuk  dimanfaatkan pada kehidupan sehari-hari. Namun tidak semua manusia menggunakan sumber daya alam dengan bijak. Beberapa manusia terus mengeksploitasinya demi keuntungan pribadi. Akibat yang disebabkan dari habisnya sumber daya alam adalah kerusakan sampai bencana alam yang sering terjadi akhir-akhir ini. Kerusakan alam juga berujung pada global warming yang melanda suluruh dunia.

Berbagai usaha dilakukan untuk menjaga alam kembali normal mulai dari reboisasi, larangan untuk menebang pohon di hutan tertentu, dan lain sebagainya. Indonesia sendiri sebagai negara yang memiliki kekayaan alam yang melimpah tidak luput dari ancaman ini. Namun siapa sangka kalau suku-suku pedalaman negeri kita sudah memiliki kearifan lokal untuk menjaga alam sekitarnya jauh sebelum wacana tentang global warming muncul. Berikut 5 ilmu menjaga bumi dari suku-suku Indonesia yang membantu mengurangi efek dari global warming.

1. Sistem Sasi

Internet

Meski memanfaatkan kekayaan laut, masyarakat Maluku dan Papua tidak serakah dalam mengambil hasil laut kerena mereka memiliki sistem Sasi. Sistem Sasi adalah pengaturan waktu bagi penduduk setempat untuk mengambil hasil laut di wilayah adatnya. Penduduk hanya boleh menangkap ikan pada saat-saat tertentu. Dengan demikian, flora dan fauna laut bisa memperbaharui diri dan berkembang biak dengan baik.

2.Ilmu Tiga Hutan

Internet

Bagi suku Sakai di Riau, hutan adalah harta yang harus dirawat sebaik-baiknya. Suku Sakai membagi wilayah hutan mereka menjadi tiga bagian yaitu hutan adat, hutan larangan, dan hutan perladangan. Di hutan adat, penduduk hanya boleh mengambil rotan, damar, dan madu lebah, tanpa menebang pohonnya. Sedangkan hutan larangan sama sekali tidak boleh diusik. Sementara hutan perladangan boleh ditebang untuk dijadikan ladang tapi tidak semua pohon boleh ditebang, misalnya pohon sialang yang menjadi tempat bersarangnya lebah madu.

Penduduk yang melanggar aturan akan dihukum, misalnya didenda atau diusir dari wilayahnya. Hukuman berlaku untuk semua orang, bahkan bathin atau kepala suku yang tertangkap melanggar aturan akan dicopot kedudukannya.

3. Ilmu Pamali

Internet

Pamali dalam bahasa Sunda berati tabu alias tidak boleh. Aturan ini tidak tertulis tapi sangat dipatuhi oleh masyarakat Kampung Naga di Tasikmalaya. Penduduk Kampung Naga percaya jika melanggar adat hidupnya tidak bakal selamat. Peraturan tersebut di antaranya tidak boleh mengusik Leuweng Larangan atau Hutan Larangan. Karenanya, penduduk membiarkan pohon tumbang di hutan sampai membusuk. Mereka juga tidak berani menangkap binatang di hutan. Ilmu Pamali membuat hutan mereka tetap lestari.

4. Ilmu Perladangan Gilir Balik

Internet

Suku Dayak Bantian di Kalimantan Timur menanam padi, sayuran, rotan, dan buah-buahan di hutan. Mereka menggunakan sistem perladangan gilir balik. Mereka membuka hutan untuk dijadikan ladang selama 2 tahun, setelah itu mereka mencari ladang baru dan membiarkan ladang lama menjadi hutan kembali. Begitu seterusnya dan tidak semua hutan boleh dijadikan ladang.

Ada pula wilayah hutan yang hanya boleh diambil hasilnya. Buah-buahan hutan yang tidak termakan oleh penduduk, dibiarkan di hutan agar dimakan oleh satwa liar.

Verified Writer

Shandy Pradana

"I don't care that they stole my idea. I care that they don't have any of their own." - Tesla // I am a 20% historian, 30% humanist and 50% absurdist // For further reading: linktr.ee/pradshy

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya