Perajin Difabel Jadi Cerita di Balik Jahitan Batik Kultur
Semua orang punya kesempatan yang sama
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Batik menjadi salah satu warisan yang harus terus kita lestarikan. Penggunaan batik saat ini sudah mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, masa ke masa, disesuaikan dengan model maupun warna. Batik Kultur merupakan satu dari sekian banyak brand fashion batik yang selalu ditunggu karyanya.
Melalui Dea Valencia, Batik Kultur semakin melesat sejak launching pertamanya di tahun 2011 silam. Siapa sangka di balik kesuksesan Batik Kultur, tersimpan cerita yang menggelitik hati nurani kita semua. Kira-kira apa sih yang ingin disampaikan Batik Kultur?
1. Sosok Dea Valencia pendiri Batik Kultur
Kecintaannya pada kain batik membawanya terus bertahan di industri batik saat ini. Dea Valencia memulai bisnisnya dari berdagang batik lawasan, yakni sebuah kain batik yang diolah kembali alias second hand. Kemudian, Dea memberanikan diri untuk mendalami industri batik ini. Bersama satu karyawan, Dea memulainya di sudut rumah. Dalam perjalanannya selama 8 tahun ini, rupanya 50 persen karyawan Batik Kultur merupakan komunitas Difabel.
Tumini merupakan perempuan difabel pertama yang membantu Dea mendirikan Batik Kultur. Kekurangan yang dimiliki Tumini tidak menghalanginya untuk berkarya di Batik Kultur bersama Dea. Setelah Tumini, satu demi satu pengrajin difabel yang memiliki keahlian di berbagai bidang mulai bergabung dengan Dea hingga saat ini. "Saya percaya semua orang memiliki kesempatan yang sama. Hanya kita yang mau atau tidak untuk menjalani, berusaha, dan memperjuangkannya. Saya ini bukan penjahit, mereka inilah yang ada di balik kesuksesan Batik Kultur," ungkap Dea Valencia pemilik Batik Kultur di Tokopedia Office, Jakarta, Rabu (7/8).
Baca Juga: 10 Inspirasi OOTD Keluarga Seleb buat Kondangan, Gak Cuma Batik
Editor’s picks
Baca Juga: 9 Motif Batik Tancep Gunungkidul yang Indah Bernilai Tinggi