Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Peresmian bak penampungan air Program SAUS di Desa Ban, Karangasem, Bali tahun 2020. (Instagram.com/rezariyadyid)
Peresmian bak penampungan air Program SAUS di Desa Ban, Karangasem, Bali tahun 2020. (Instagram.com/rezariyadyid)

Jika ada pertanyaan tentang destinasi wisata terbaik di Indonesia, kebanyakan orang pasti menjawab Bali. Pulau di sebelah timur Jawa yang dikenal dengan julukan Pulau Dewata ini menyimpan banyak sekali keindahan alam, mulai dari pantai yang memukau hingga dataran tinggi yang asri. Namun, di balik citra menawan Bali, ada kisah pilu tersembunyi yang menggetarkan hati seorang pemuda bernama Reza Riyady.

Perjalanan Reza ke Bali Timur pada 2019 membawanya ke Desa Ban yang ternyata sudah lama sekali mengalami kesulitan air bersih, karena keberadaan sumber air yang sangat jauh dan sulit dijangkau. Melihat perjuangan warga desa menempuh jarak berkilo-kilo meter demi mendapat air bersih, Reza bertekad membuat SAUS, sebuah program yang pada akhirnya mengubah kehidupan warga Desa Ban menjadi lebih baik.

1. Di Bali yang katanya surga dunia, segelintir penduduknya tidak bisa mandi setiap hari

Warga Desa Ban, Kecamatan Kubu, Karangasem, Bali. (Dok. Reza Riyady Pragita)

Membicarakan Bali rasanya tidak bisa lepas dari kesan indah, menyenangkan, bahkan mewah. Katanya, orang-orang berdatangan ke Bali untuk merasakan kenikmatan hidup yang sebenarnya, dilatari lanskap alam yang memukau dan memanjakan mata. Ironisnya, beberapa orang asli Bali tidak bisa menikmati keindahan itu meski hidup di sana setiap hari. Mereka adalah para warga Desa Ban, Kecamatan Kubu, Karangasem, Bali.

Di sana, para warga desa tidak bisa mandi setiap hari karena sumber air jauh dari jangkauan. Upaya membuat sumur resapan sempat beberapa kali dilakukan, tapi pada akhirnya tidak membuahkan hasil sesuai harapan. Mereka bukannya tidak mau menerapkan pola hidup bersih dan sehat, tapi keadaan yang memaksa begitu. Ketimbang untuk mandi, gosok gigi, atau mencuci tangan, air bersih yang harus dijemput berkilo-kilo meter jauhnya itu lebih baik dihemat untuk keperluan minum dan memasak.

Kondisi Desa Ban, Kecamatan Kubu, Karangasem, Bali. (Instagram.com/rezariyadyid)

“Ibu itu harus masukin air ke jeriken begitu, kan, ya, berdrum-drum, terus dorong dengan jarak berkilo-kilo meter. Itu sekitar 5 kilometerlah,” kata Reza Riyady saat menceritakan perjuangan perempuan-perempuan di Desa Ban mencari air bersih untuk anggota keluarga mereka.

Sumber air bersih sebenarnya ada di Desa Ban, namun lokasinya ada di pedalaman dan jauh dari pemukiman warga. Tak hanya jauh, medan yang harus dilalui untuk sampai ke sana pun sangat terjal. Jalan setapak, tanah berbatu, dan semak-semak tinggi di antara pepohonan harus dihadapi untuk sampai ke sumber air. Jika ingin mendapatkan air bersih dengan lebih mudah mereka harus membeli seharga Rp100 ribu per drum, atau menunggu bantuan gratis dari BPBD dan PMI yang tidak jelas jadwalnya. Sungguh harga yang sangat mahal untuk memenuhi kebutuhan paling dasar dalam hidup.

2. Berada di lereng Gunung Agung, dampak erupsi jadi salah satu penyebab sulitnya air bersih di Desa Ban

Kondisi Desa Ban, Kecamatan Kubu, Karangasem, Bali. (Instagram.com/rezariyadyid)

Desa Ban terletak di lereng utara Gunung Agung, juga dikelilingi dua gunung lainnya yaitu Gunung Batur dan Gunung Abang. Desa ini awalnya adalah hutan belantara. Letusan besar Gunung Agung dan bencana alam lainnya seperti gempa bumi, longsor, hingga banjir membuat topografi kawasan ini terus berubah dan kerap berada dalam kondisi ekstrem.

Dari penuturan Reza, jalan menuju Desa Ban dan kondisi tanah di sana sebenarnya tidak kering atau gersang, justru cenderung basah. Pemandangan itu membuat Reza bertanya-tanya, apa yang membuat warga desa kesulitan mendapatkan air bersih padahal tanah mereka tidak tandus?

Kondisi Desa Ban, Kecamatan Kubu, Karangasem, Bali. (Instagram.com/rezariyadyid)

Berada di daerah letusan gunung vulkanik yang masih aktif, sebagian besar sungai di Desa Ban terbentuk dari aliran lahar pasca erupsi. Tidak ada air yang mengalir di sungai-sungai itu, hanya terisi sementara saat musim hujan itu pun jika curah hujannya cukup tinggi. Dilansir jurnal penelitian Ahmad Taufik Misbah dari Universitas Brawijaya, sisa material vulkanik pasca erupsi bisa menurunkan porositas tanah, mengurangi ruang kosong atau pori-pori di antara partikel tanah yang bisa dimasuki air. Selain itu, lapisan abu vulkanik yang tebal juga membuat tanah semakin padat, sehingga menghambat infiltrasi atau proses masuknya air ke dalam tanah.

Setelah berdiskusi panjang dengan warga desa untuk menemukan solusi permasalahan kesulitan air bersih, tercetuslah SAUS yang merupakan singkatan dari Sumber Air Untuk Sesama. Reza menggagas program SAUS bersama rekan-rekannya di Komunitas Bali Tersenyum.id yang dia dirikan. Program ini berfokus pada upaya mendekatkan sumber air bersih ke pemukiman warga, sehingga mereka bisa lebih mudah mengaksesnya. Reza dan warga Desa Ban sepakat mewujudkan sebuah bak penampungan air yang dalam bahasa Bali disebut cubang.

3. Resep rahasia SAUS bikinan Reza Riyady: sejumput niat baik, sebongkah tekad kuat dan ketulusan sebanyak-banyaknya

Reza Riyady Pragita dan Komunitas Bali Tersenyum.id saat menjalankan Program SAUS di Desa Ban, Karangasem, Bali tahun 2019. (Instagram.com/rezariyadyid)

Reza Riyady segera ‘meracik’ SAUS untuk Desa Ban setelah melakukan beberapa survei mulai dari menentukan titik sumber air, merancang jalur pipa dari sumber menuju bak penampungan, hingga menyusun rencana anggaran. Saat memulai proyek SAUS, Reza adalah seorang perawat honorer di RSUD Klungkung Bali, yang kita tahu pendapatannya tidak cukup besar untuk mendanai program tersebut secara mandiri. Rekan-rekan Reza di komunitas pun bukan kalangan berduit yang bisa mewujudkan SAUS dengan mudah dalam sekejap. Program SAUS hanya dimulai dengan kepedulian dan niat baik.

Berbagai cara Reza kerahkan untuk menggalang dana, mulai dari kampanye di media sosial, mengajukan permohonan kerja sama ke pemerintah setempat, hingga menggalang donasi lewat platform Kitabisa. Lama Reza bersuara, terus membagikan rencana baiknya ke media sosial, namun dana tak kunjung terkumpul untuk mewujudkan cubang yang dinanti-nanti warga Desa Ban. Bahkan, penggalanan donasi di Kitabisa yang ditargetkan bisa mencapai Rp100 juta, hanya berhenti di angka Rp2,85 juta hingga batas waktu kampanye berakhir.

Dokumentasi penggalangan dana Program SAUS Desa Ban, Kecamatan Kubu, Karangasem, Bali. (Dok. Reza Riyady Pragita)

“Bahkan, pada fase titik terendah (adalah) ketika di Kitabisa.com itu dana saya cuma mentok di Rp2,8 juta di hari terakhir donasi. Saya bingung, dari dana segini bisa nyiptain apa? Kan udah janji mau nolong, tapi segini doang. Tapi, Tuhan itu ngasih jalannya karena apa yang kita kerjakan dari hati akan mengena ke hati lainnya.” kenang Reza sambil berkaca-kaca tentang perjuangannya menggalang dana untuk program SAUS.

Untungnya, Reza tidak menyerah. Selain niat baik, dia punya senjata lain bernama tekad kuat. Dia masih percaya program SAUS bisa berjalan dan niat baik akan selalu menemukan jalannya. Benar saja, bantuan sebesar Rp28 juta masuk dari sebuah yayasan di Sumatra Utara tak lama setelah penggalangan dana ditutup. Orang-orang di balik yayasan itu tergerak hatinya setelah mendengar penjelasan Reza tentang program SAUS. Niat baik, tekad kuat, dan ketulusan Reza Riyady akhirnya terbayar, dana sebanyak Rp30 juta yang sudah dia kantongi langsung digunakan untuk membangun cubang di Desa Ban.

4. SAUS Desa Ban mengantar Reza menjemput penghargaan SATU Indonesia Awards 2022 tingkat provinsi

Reza Riyady Pragita, penerima Anugerah SATU Indonesia Awards 2022 tingkat provinsi bidang kesehatan. (Instagram.com/rezariyadyid)

Bukan Reza dan teman-temannya yang membangun bak penampungan air serta memasang instalasi pipa, tapi warga Desa Ban sendiri yang melakukannya. Sejak awal menggagas program SAUS, Reza menggunakan pendekatan CAP atau Community As Partner. Reza dan Komunitas Bali Terseyum.id bertindak sebagai pendamping yang membantu sesuai porsi mereka, yaitu di bagian perencanaan dan penggalangan dana. Sisanya, warga Desa Ban yang begerak aktif membangun cubang dan akhirnya bisa menikmati hasil kerja keras mereka sendiri.

Cubang hasil proyek SAUS diresmikan pada Januari 2020, mundur dari rencana awal yang tadinya bakal dilakukan pada Desember 2019. Reza dan Komunitas Bali Tersenyum.id hadir saat peresmian, mereka menyaksikan langsung air mengalir dengan derasnya begitu keran-keran yang terpasang di bagian luar cubang dibuka.

Peresmian bak penampungan air Program SAUS di Desa Ban, Karangasem, Bali tahun 2020. (Instagram.com/rezariyadyid)

“Pada saat itu saya ngerasain sendiri, air itu kan keluar ya di keran itu yang kita putar pipa, terus ngerasain airnya keluar, terus ngerasain betapa segarnya air itu. Terus pada hari peresmian itu kan turun hujan dan kalau filosofi orang Bali, apabila misalkan kita itu melakukan sebuah kebaikan dan itu hujan, itu berarti alam semesta merestui kita,” tutur Reza dengan mata berbinar.

Dari dana bantuan Rp30 juta yang Reza salurkan untuk membangun cubang, ternyata masih ada sisa dana yang kemudian dibelanjakan sembako dan dibagikan ke warga Desa Ban. Semuanya bahagia, warga Desa Ban jadi lebih dekat dengan sumber air bersih, hati Reza dan kawan-kawan Komunitas Bali Tersenyum.id pun terasa penuh dan hangat melihat senyum para warga. Ini sesuai dengan slogan Komunitas Bali Tersenyum.id yang Reza dirikan, “Senyumku, senyummu, senyum kita semua”.

Reza Riyady Pragita, penerima Anugerah SATU Indonesia Awards 2022 tingkat provinsi bidang kesehatan. (Instagram.com/rezariyadyid)

Program SAUS yang berhasil Reza jalankan menarik perhatian banyak orang dan membukakan jalan untuknya menerima anugerah SATU Indonesia Awards 2022 tingkat provinsi di bidang kesehatan. Reza sangat layak menerima penghargaan itu. Dia adalah seorang tenaga kesehatan yang berjiwa sosial tinggi, juga bisa menjadi inspirasi bagi banyak orang untuk lebih peka dengan lingkungan di sekitarnya.

Reza Riyady Pragita mungkin adalah gambaran keindahan Bali dalam wujud seorang manusia. Dia tulus, hangat, dan selalu ingin membuat orang lain tersenyum. Kepribadiannya yang indah dia tegaskan lewat salah satu unggahan di akun Instagram pribadinya, Reza bilang, “Kamu masih tetap bisa menjadi baik, walau keadaan tidak mendukungmu untuk jadi baik. Tidak pernah ada yang salah dari menjadi baik atau terlalu baik.” Semoga ada lebih banyak orang seperti Reza di seluruh penjuru negeri ini, karena Indonesia tidak kekurangan orang pintar hanya saja tidak banyak orang yang mau memulai perubahan.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team