“Karena kecintaan saya terhadap profesi keperawatan, dimana filosofi dari keperawatan itu sendiri adalah ‘the light in the darkness’, jadi kalau tahu filosofi awal perawat modern itu adalah (berasal dari sosok) perempuan yang berjalan membawa lampu sentir (yang) menjadi cahaya saat Perang Dunia. Nah, saya tuh pengen jadi sosok seperti itu,” ungkapnya.
SAUS ala Reza Riyady: Mengalirkan Kehidupan bagi yang Membutuhkan

Bagi makhluk hidup di Bumi, termasuk manusia, air itu sudah seperti sumber kehidupan yang wajib dipenuhi apa pun kondisinya. Sayangnya, kita harus tertampar fakta kalau tak semua manusia di dunia memiliki akses menuju air bersih yang memadai. Tak hanya disebabkan oleh ketersediaan air bersih, masalah sulitnya manusia untuk merasakan tetes kehidupan tersebut turut berasal dari infrastruktur di daerah tinggalnya yang belum memadai.
Berangkat dari masalah tersebut, seorang pemuda asal Bali bernama Reza Riyady Pragita terketuk hatinya. Bagaimana tidak? Reza—sapaan akrabnya—melihat sendiri realitas yang terjadi di masyarakat yang tinggal dekat dengannya di Bali masih kesulitan untuk sekadar memperoleh salah satu kebutuhan dasar yang layak. Padahal, seperti yang kita ketahui, Bali sebagai salah satu destinasi wisata mancanegara yang tersohor itu seharusnya sudah punya infrastruktur yang memadai bagi orang-orang yang hidup di dalamnya.
Dengan penuh harapan dan keberanian, sosok perawat yang satu ini kemudian mendirikan komunitas Bali Tersenyum ID yang menghadirkan berbagai program dengan satu tujuan; menghadirkan senyuman dari orang-orang di sekitarnya. Apa saja cerita menarik yang dimiliki pemenang SATU Indonesia Award Tahun 2022 ini sepanjang menjalankan program bersama komunitas Bali Tersenyum ID? Yuk, kita intip perjuangan seorang Reza Riyady Pragita dalam pengabdiannya untuk sesama!
1. Siapa Reza Riyady Pragita?

Seperti yang sudah disinggung sebelumnya, Reza berprofesi sebagai seorang perawat. Ia bekerja di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Klungkung, Kabupaten Klungkung, Bali dalam beberapa tahun ke belakang. Dari pilihan profesinya saja, tercermin jelas kalau Reza adalah sosok yang peduli dengan sesama. Premis tersebut semakin terlihat dari ungkapan-ungkapan Reza ketika melakukan wawancara eksklusif dengan IDN Times Community pada Selasa (21/10/2025).
Reza menyebut kalau motivasinya untuk bergerak demi sesama didasari pada kecintaan terhadap profesi perawat, termasuk nilai-nilai paling dasar yang dimiliki oleh profesi pilihannya tersebut.
Menurut Reza, seorang perawat itu tak hanya bertugas memberi perawatan pada orang-orang yang sakit. Namun, profesi ini juga berkutat pada bagaimana cara agar masyarakat senantiasa menjaga kesehatan. Sebab, pada dasarnya ilmu keperawatan itu memang harus mengamalkan tindakan preventif, promotif, kuratif, dan kolaboratif secara utuh di tempat mereka bekerja.
Masalahnya, tak semua masyarakat mampu untuk menjaga pola hidup bersih dan sehat. Penyebabnya pun bukan karena mereka abai atau tak tahu soal menjaga kesehatan, tetapi lebih pada masalah akses menuju kebutuhan dasar—dalam hal ini air—yang masih sulit dijangkau dan sangat terbatas.
Tak hanya dari profesi, Reza turut melakukan refleksi terhadap realitas yang terjadi di sekitar. Ia membayangkan bagaimana bisa Provinsi Bali yang terkenal dengan pariwisata kelas atas itu masih memiliki tinta merah dalam urusan paling dasar bagi manusia, yakni akses terhadap air yang layak. Ada pula bayangan di dalam benak Reza kalau hal tersebut bisa saja menimpa keluarganya pada realitas yang berbeda. Alasan itu ternyata makin mengetuk hati Reza untuk melakukan aksi nyata demi mengatasi masalah yang ada.
Akhirnya, pada tahun 2019, Reza yang sedang jalan-jalan di Bali bagian timur. Ketika sampai ke sebuah desa bernama Desa Ban yang ada di Kecamatan Kubu, Kabupaten Karangasem, dirinya melihat kondisi pemukiman masyarakat yang rusak akibat erupsi Gunung Agung. Dilansir Pemerintah Kabupaten Karangasem, Desa Ban memang terletak tepat di tengah-tengah tiga gunung berbeda, yakni Gunung Agung, Gunung Abang, dan Gunung Batur.
Oleh karena letaknya ini, Desa Ban jadi salah satu area pemukiman yang paling terdampak kalau erupsi gunung terjadi, terutama dari Gunung Agung. Reza melihat sendiri kondisi desa pascaerupsi yang makin memantapkan hati untuk melakukan proyek yang dapat membawa manfaat bagi orang-orang yang membutuhkan.
2. Kenapa Reza menciptakan SAUS?

Uniknya, Reza tak langsung mengetahui soal masalah kebutuhan air bersih di Desa Ban. Dalam penuturannya, proyek awal yang direncanakan adalah rekonstruksi rumah-rumah yang terdampak erupsi. Namun, seiring dengan perjalanannya menyusuri Desa Ban, Reza menemukan fakta yang lebih pelik. Dalam satu waktu, ia menemukan dan memotret sosok seorang ibu yang sedang menimba air dan memasukkannya ke dalam jeriken satu demi satu.
“Yang mendasari project saya ini ingin saya kerjakan itu karena perempuan-perempuan Bali itu hebat banget, ya. Dimana mereka itu punya tugas yang cukup mulia selain untuk menjaga (dan) mendidik anak-anaknya, mereka juga menjaga stabilitas finansial keluarga dan belum lagi dikasih tugas yang cukup berat di Desa Ban, yaitu mereka kekurangan air,” cerita Reza saat mengenang foto dari sosok ibu yang menimba air tersebut.
“Kalau saya mau bilang (tentang cerita itu), ya, saya jadi sedih (dan) nangis karena ada kata-kata dari masyarakat di situ yang membuat saya cukup terharu. Mungkin kita berpikir bahwa orang itu mandi tiga kali sehari. Tapi, di sana (Desa Ban) itu jangankan 3 kali sehari, 3 hari sekali pun belum tentu (untuk bisa mandi).”
Ya, akses air bersih memang jadi masalah utama yang dihadapi masyarakat Desa Ban. Padahal kalau kita berkaca pada data BPS Provinsi Bali tentang persentase rumah tangga yang memiliki akses pada sumber air minum layak menurut kabupaten/kota di Bali per tahun 2023, tercatat kalau Kabupaten Karangasem sudah mencapai angka 100 persen. Kalau merujuk pada tahun dimana Reza memulai pengabdiannya saja, yakni pada 2019, dicatat kalau Kabupaten Karangasem sudah memberi akses pada sekitar 99,91 persen.
Angka tersebut jelas sangat menggelitik. Sebab, sebesar apa pun angka persentase yang dihasilkan, realitas di lapangan menunjukkan kalau masih ada saja komunitas masyarakat yang sulit memperoleh akses pada air.
“Mereka itu (masyarakat Desa Ban) tahu caranya cuci tangan. Mereka sering banget dapat edukasi (tentang) bagaimana cara mencuci tangan, bagaimana cara gosok gigi yang benar, segala macam. Mereka bukannya gak mau melakukan hal itu, bukan gak mau tahu, bukan bebal. Tapi, mereka gak punya akses buat air bersih, gitu loh,” kenang Reza.
Malahan, setelah melakukan pengamatan lebih lanjut, Reza juga menerima berita yang memilukan atas masalah ketersediaan air itu. Masyarakat Desa Ban harus membeli air bersih dengan harga yang sangat tinggi. Bayangkan saja, harga satu jeriken atau drum itu mencapai Rp100.000,- . Memang, lembaga pemerintah setempat turut menyalurkan bantuan air gratis, tetapi program itu sangat jarang terlaksana di Desa Ban.
Deretan fakta menyedihkan yang diterima Reza itu kemudian dirumuskan dalam satu program yang diberi nama SAUS yang merupakan akronim dari Sumber Air Untuk Sesama. Kehadiran program ini diharapkan mampu mewujudkan PHBS atau Perilaku Hidup Bersih dan Sehat. Dalam benak Reza, ketimbang harus melakukan bedah rumah yang mahal dan manfaatnya tidak bisa dirasakan semua orang, lebih baik membantu masyarakat Desa Ban untuk mengatasi masalah air yang sedang dialami.
Hebatnya, cara pandang Reza dalam merealisasikan program SAUS itu tidak memandang masyarakat Desa Ban sebagai objek yang sekadar menerima manfaat. Sebab, dirinya justru mengajak masyarakat untuk turut serta untuk memperoleh sumber airnya sendiri.
“Kita menggunakan pendekatan CAP (atau) Community As Partner, dimana masyarakat itu bukan sebagai objek penerima program kita. Tapi, masyarakat lah yang akan menyelesaikan masalah mereka sendiri.”
Setelah berkomunikasi intens dalam musyawarah masyarakat desa, akhirnya diperoleh kesepakatan kalau apa yang sebenarnya dibutuhkan Desa Ban adalah akses air yang memadai. Reza dan timnya menyanggupi ide untuk membuat bak penampungan air yang diletakkan dekat dengan desa. Sementara itu, masyarakat juga menunjukkan sumber air potensial yang dapat digunakan untuk mengisi bak tersebut nantinya. Dari situlah jalinan kerja sama Reza dan komunitasnya dengan masyarakat Desa Ban mulai terjalin sampai nantinya SAUS tercipta.
3. SAUS tercipta berkat upaya banyak pihak

Pelaksanaan program SAUS tentu punya segudang cerita suka dan duka bagi Reza. Di awal, Reza harus berusaha mengumpulkan dana demi merealisasikan SAUS. Akhirnya ia dan tim memilih salah satu saluran lembaga crowdfunding sosial untuk mengadakan pengumpulan dana. Reza dan timnya pun menyebarkan kampanye crowdfunding itu di media sosial masing-masing dan mengajak teman-temannya untuk membantu sesuai kapasitas masing-masing, sekalipun sekadar membagikan tautan tersebut.
Kerennya, upaya Reza dan tim untuk mengajak teman-temannya membagikan tautan crowdfunding itu mendapatkan banyak perhatian. Ada beberapa influencer (pemengaruh) yang ikut membantu repost maupun menyumbang dana, termasuk koki sekaligus selebriti kenamaan, Farah Quinn, yang turut berpartisipasi.
“Banyak banget yang bantu di Instagram saya dan itu (membantu) nge-build donasi dan pada akhirnya kami bisa mewujudkan bak air itu pada Januari 2020. Sebenarnya, kami inginnya bulan Desember (2019). Cuma akhirnya (terealisasikan pada) bulan Januari 2020,” kenang Reza ketika mengingat betapa besar bantuan yang ia terima dalam melaksanakan program SAUS.
Program SAUS ini pun seperti tamparan keras bagi pemerintah setempat. Tak hanya masalah kecepatan dalam merealisasikan program yang dibutuhkan masyarakat, tapi juga dana yang dikeluarkan. Sebab, Reza mengaku kalau dari total donasi yang dikumpulkan, yakni sekitar Rp30 juta, itu sudah sangat cukup untuk membangun bak dan saluran air untuk masyarakat Desa Ban, bahkan masih sisa untuk mengadakan acara syukuran kecil-kecilan. Dana “sekecil” itu jelas sangat mudah untuk dikeluarkan oleh pemerintah setempat, tetapi realitas menunjukkan hal lain sampai Reza dan tim akhirnya tiba di sana.
Sebenarnya, saat mencari dana donasi, Reza dan tim sempat terpukul karena dana yang dibutuhkan tak kunjung terkumpul, padahal deadline sudah dekat. Namun, cerita tentang SAUS itu sudah seperti suratan takdir dari Tuhan. Selalu ada jalan yang ditunjukkan pada Reza dan tim pada saat-saat genting untuk merealisasikan program penuh kebaikan ini.
“Bahkan, pada fase titik terendah (adalah) ketika di Kitabisa.com itu dana saya cuma mentok di Rp2,8 juta pada hari terakhir donasi. Saya bingung, ‘dana segini bisa nyiptain apa? Kan udah janji mau nolong, tapi segini doang’. Tapi, Tuhan itu ngasih jalannya karena apa yang kita kerjakan dari hati akan menyentuh hati lainnya.”
Reza menceritakan kalau pada detik-detik yang krusial itu, ada uluran tangan dari saudara yang sebenarnya begitu jauh, tepatnya dari Medan, Sumatra Utara, yang bersedia membantu jalannya program SAUS. Orang tersebut benar-benar menutup sisa biaya yang diperlukan Reza. Jelas, air mata pasti mengalir di pipi pemuda ini karena apa yang dikhawatirkannya terkait dengan kelangsungan program ini dijawab dengan hasil yang positif dari Tuhan.
Dengan dana yang sudah terkumpul, eksekusi pun dimulai. Reza menghubungi liang adat (ketua adat) setempat untuk menginformasikan dana yang terkumpul sekaligus menyerahkannya supaya bisa dikelola. Akhirnya, bak penampungan air itu dibuat oleh masyarakat sendiri berkat dana yang diberikan Reza dan tim. Tak hanya membangun sendiri, material yang digunakan pun berasal dari wilayah sekitar desa sehingga jelas menjalankan roda ekonomi masyarakat.
4. Manfaat SAUS bagi masyarakat Desa Ban

Berkat terlaksananya program SAUS, Desa Ban dan beberapa dusun di sekitar jadi semakin mudah untuk memperoleh akses air bersih. Bahkan, ia menerima banyak ungkapan terima kasih dari masyarakat yang merasakan dampak langsung dari program tersebut. Hal ini membuatnya jadi berpikir,
“Wah, ternyata hal sederhana yang mungkin kita bisa kasih itu berarti banget (bagi yang membutuhkan). Itu cuma air, loh, (tapi) ternyata itu bisa berefek besar,” pungkasnya.
Reza menyaksikan sendiri perbaikan kesehatan masyarakat Desa Ban setelah SAUS terlaksana. Dari yang tadinya angka dehidrasi berat akibat diare pada anak yang tinggi, jadi jauh berkurang setelah masyarakat memperoleh akses air yang memadai. Ini jadi bukti kalau air sebagai kebutuhan dasar bagi manusia ternyata memang membawa banyak kebaikan bagi kesehatan kita semua.
Oh iya, ada satu lagi cerita unik dari Reza saat meresmikan SAUS di Desa Ban. Ia menyebutkan kalau dalam tradisi dan kepercayaan di Bali, jika ada program yang baik hendak dilaksanakan dan terjadi hujan, maka itu menjadi pertanda kalau program tersebut direstui Tuhan. Kerennya, hujan memang benar-benar terjadi sehari sebelum peresmian, seolah Tuhan memang merestui jalannya program baik ini.
SAUS tentu bukan akhir dari pengabdian seorang Reza untuk memberikan manfaat kepada sesama. Itu hanyalah awal dari rentetan program lain yang digagasnya, baik secara langsung maupun melalui media sosial. Berkat hal tersebut, dirinya berhasil meraih penghargaan dalam ajang SATU Indonesia Awards tahun 2022 kategori kesehatan. Uniknya, bukan dia yang mengajukan diri sendiri untuk mengikuti ajang tersebut, melainkan berkat bantuan pihak lain yang sempat mewawancarainya.
Sekarang, apa yang diharapkan Reza dan tim dari Bali Tersenyum ID adalah memperlebar sayap program pemberdayaan. Setelah masalah air selesai ditangani, ia mengungkapkan keinginan untuk memberdayakan pemuda setempat supaya tidak harus pergi merantau untuk memajukan desanya.
“Saya pengen masyarakat itu punya perusahaan air mineral sendiri karena saya melihat ada satu perusahaan air mineral yang berada di dekat desa. Coba bayangin, ada perusahaan air di dekat desa, tetapi masyarakat desanya kekurangan air. Berarti ada potensi besar sebenarnya yang tidak tersalurkan ke masyarakat,” pungkas Reza.
Reza membayangkan kalau masyarakat desa mampu membuat perusahaan airnya sendiri, itu pasti akan jadi sebuah kemajuan besar yang tak hanya menopang kebutuhan dasar, tetapi juga potensi ekonomi yang menjanjikan. Keren banget, kan, perjalanan Reza dan tim Bali Tersenyum ID? Semoga apa yang diharapkan itu dapat kembali direalisasikan dan terus menginspirasi banyak orang untuk terus berbuat kebaikan seperti yang ia lakukan, ya!


















-hH7SiEbpwnD526QPVKCR4k4gCvdOcjVU.jpg)