Asta Cita Pemerintahan Prabowo-Gibran pada poin keempat memiliki pendekatan menarik dalam memberikan perhatian kepada kelompok sasaran rentan dan minoritas yaitu difabel. Hal ini sangat relevan mengingat International Fund for Agricultural Development (IFAD) menyebut difabel sebagai salah satu kelompok minoritas terbesar di dunia. Kaum difabel diberi ruang untuk berkarya, bereksplorasi, dan mengasah bakatnya sehingga dapat memberikan manfaat bagi kehidupan masyarakat luas. Namun, masih banyak tantangan yang dihadapi, seperti keterbatasan akses terhadap sumber daya, pendidikan, dan teknologi yang menghambat kontribusi maksimal mereka. Tanpa dukungan kebijakan dan infrastruktur yang inklusif, ruang tersebut bisa saja hanya bersifat simbolis tanpa memberikan dampak nyata bagi difabel.
Menurut World Health Organization (WHO), sekitar 1,3 miliar orang di dunia mengalami difabel dengan hambatan berat, sekitar 16 persen dari populasi global. Angka ini terus meningkat akibat bertambahnya penyakit tidak menular dan harapan hidup yang lebih panjang. Menariknya, 80 persen dari mereka tinggal di negara berpenghasilan rendah dan menengah yang sangat bergantung pada sektor pertanian. Keterbatasan yang dialami membuat kesejahteraan mereka terhambat dan rentan terhadap perubahan iklim serta risiko lainnya. Transformasi digital di bidang pertanian membuka peluang besar untuk mengatasi kendala tersebut dengan memberikan akses yang lebih inklusif dan merata. Sayangnya, belum semua petani difabel dapat merasakan manfaatnya karena berbagai hambatan yang masih ada.
Petani difabel sering kali tertinggal akibat hambatan sistemis, sikap diskriminatif, dan kurangnya infrastruktur yang ramah difabel. Pada kesempatan ini, penulis akan membahas lima bentuk transformasi digital yang dapat memberdayakan petani difabel sekaligus menguraikan bagaimana teknologi dapat menjadi kunci dalam memperkuat peran mereka dalam sistem pangan global. Apa saja? Yuk, kita bahas bersama!