Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi bullying
ilustrasi bullying (pexels.com/Mikhail Nilov)

Intinya sih...

  • Coba pahami akar masalahnya sebelum mengambil tindakan

  • Ajak anak untuk berdiskusi dengan pendekatan empatik

  • Tetapkan konsekuensi yang mendidik, bukan sekadar hukuman

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Ketika anak menjadi pelaku bullying atau perundungan, pasti sebagai orangtua sangat sedih dan bercampur marah ketika mendengarnya. Mengapa anak saya menjadi pelaku bullying? Apa yang harus saya lakukan? Mungkin, pertanyaan tersebut terbesit di pikiran kita sebagai orangtua dan langsung menghukum anak.

Padahal, dalam menangani anak yang melakukan bullying butuh perhatian khusus, bukan sekadar memberikan efek jera saja. Terdapat beberapa cara efektif yang dapat dilakukan dalam mengatasi masalah ini. Untuk itu, di artikel ini akan membahas bagaimana cara bijak menangani anak pelaku bullying, sebagai berikut.

1. Coba pahami akar masalahnya

ilustrasi bullying di sekolah (pexels.com/Mikhail Nilov)

Sebelum mengambil tindakan, sebagai orangtua penting untuk lebih dulu memahami alasan anak melakukan bullying. Bisa saja, ada faktor yang menyebabkan anak melakukan perundungan. Oleh sebab itu, orangtua harus mencari akar masalah dari perilaku anak terlebih dahulu.

Menurut studi Social Emotional Character of Bullying Perpetrators in Elementary School with Varying Levels of Aggression (2025) menyampaikan, emosi yang tidak stabil, rendahnya empati, dan lingkungan yang permisif berpengaruh pada perilaku anak yang menyebabkan bullying.

Bisa jadi, emosi yang tidak stabil dan rendahnya empati pada anak menyebabkan anak menjadi pelaku bullying. Tidak hanya itu, orangtua harus tahu apakah cara mendidik anak sudah tepat. Sebab terdapat studi (2023), parenting style atau pola asuh yang terlalu otoriter terbukti berkorelasi positif dengan meningkatnya perilaku agresif pada anak. Untuk itu, dengan mengidentifikasi akar masalah tersebut akan membantu menyusun pendekatan dan solusi yang lebih tepat dalam menangani anak yang menjadi pelaku bullying.

2. Ajak anak untuk berdiskusi dengan pendekatan empatik

ilustrasi mengajak anak berbicara dengan pendekatan empatik (pexels.com/Karola G)

Setelah mengetahui akar permasalahannya, langkah berikutnya adalah membuka dialog dengan anak. Orangtua perlu mengajak anak untuk duduk berdiskusi bersama dengan pendekatan empatik. Di mana pendekatan ini berarti orangtua dapat mendengarkan dan memahami perasaan anak, bukan langsung menghakimi atau menghukum atas tindakan yang dilakukannya.

Menurut Parenting style and empathy in children: The mediating role of family communication patterns (2022) menyatakan, pentingnya komunikasi keluarga terbuka dan suportif agar pengasuhan positif dapat berdampak pada empati anak.

Selama berdialog dengan anak cobalah hindari pertanyaan yang terdengar tuduhan atau menghakimi pada anak. Namun, cobalah dengarkan penjelasan si kecil dengan tenang. Berilah kesempatan anak menjelaskan atas tindakan yang dilakukannya. Dengan begitu dapat mencari penyelesaian yang terbaik atas tindakan bullying yang dilakukan oleh anak.

3. Tetapkan konsekuensi yang mendidik, bukan sekadar hukuman

ilustrasi bersikap tegas kepada anak (pexels.com/Karola G)

Pentingnya memberikan sanksi tegas pada pelaku perundungan, agar dapat memahami bahwa perilaku tersebut tidak bisa dibiarkan. Namun, apakah memberikan hukuman adalah konsekuensi yang tepat? Tidak hanya hukuman atau minta maaf kepada korban saja, namun konsekuensi yang mendidik juga perlu diberikan seperti pelatihan empati.

Berdasarkan penelitian mengenai Pelatihan Empati untuk Menurunkan Perilaku Bullying pada Pelaku Bullying di Sekolah Dasar (2019) menyatakan, pelatihan empati adalah metode pembelajaran yang dirancang untuk mengurangi perilaku bullying pada anak. Pelatihan ini berfokus pada membangun empati pada anak khususnya pelaku bullying di sekolah.

Lewat pelatihan ini, anak dapat mengerti dan menempatkan diri pada kondisi orang lain dengan tepat seperti yang dirasakan orang lain seperti korban bullying. Hasil dari penelitian ini menunjukkan, anak yang mendapat pelatihan ini, menghindari untuk melakukan tindakan bullying. Oleh karena itu, bukan hanya memberikan hukuman saja sebagai efek jera, namun menanamkan kesadaran empati kepada anak pelaku bullying juga sangat penting.

4. Libatkan sekolah, guru, dan lingkungan

ilustrasi mengajarkan sikap empati di sekolah (pexels.com/Iqwan Alif)

Cara menangani anak yang melakukan bullying adalah melibatkan sekolah, guru, dan lingkungan. Ini karena, anak cukup banyak menghabiskan waktu di sekolah sehingga orangtua tidak bisa mengawasi anak saat berada di sekolah. Untuk itu, sekolah dapat menciptakan budaya nol toleransi terhadap bullying dan meningkatkan empati antar murid.

Berdasarkan data UNICEF Annual Report 2023, menunjukkan bahwa lebih dari 40.000 siswa mengaku mengalami atau menyaksikan bullying di sekolah. Hasil laporan data tersebut, menunjukkan dengan program komunitas seperti program ROOTS initiative yang melibatkan siswa, teman sebaya, guru dan lembaga-anak terbukti memiliki peran penting dalam membentuk lingkungan sekolah yang lebih aman.

Bahkan dari program tersebut mampu menurunkan insiden bullying hingga 30 persen di sekolah yang menjadi lokasi intervensi. Dengan menanamkan kedisiplinan, pembelajaran empati, dan sanksi tegas kepada pelaku perundungan di lingkungan sekolah. Oleh karena itu, sekolah dapat mengambil langkah serius dalam menangani anak yang melakukan bullying.

5. Pentingnya ajarkan anak untuk berempati sejak dini

ilustrasi orangtua dan anak (pexels.com/Arina Krasnikova)

Dilansir laman Verywell Mind, menyampaikan alasan anak menjadi pelaku bullying dapat disebabkan oleh rendahnya empati pada anak. Hal ini, bukan berati anak tidak memiliki empati sama sekali, melainkan kemampuan empati si kecil belum dilatih dan ajarkan dengan benar. Karena, anak masih bingung atas tindakan yang mereka lakukan dapat merugikan orang lain.

Menurut studi Reducing Bullying through Empathy Training: The Effect of Teacher's Passive Presence (2023), menyampaikan pelatihan empati mampu menurunkan bullying verbal. Untuk itu, penting untuk mengajarkan empati pada anak sejak usia dini agar menghindari tindakan bullying. Baik itu, mengajarkan empati kepada anak saat di rumah atau sekolah.

6. Konsultasikan ke psikolog jika perilaku anak tak kunjung berubah

ilustrasi konsultasi ke psikolog (pexels.com/Pavel Danilyuk)

Jika setelah berbagai upaya untuk mencegah anak melakukan bullying. Namun anak tetap menunjukkan perilaku agresif, sulit mengontrol emosi, dan masih menikmati tindakannya untuk menyakiti orang lain. Sebaiknya, jangan tunda untuk mencari bantuan profesional untuk mencegah masalah serius.

Menurut studi Exploring the role of school psychologists/counsellors in addressing bullying: Current practices and suggested future directions (2024) menyatakan, psikolog sekolah dan konselor adalah kunci untuk mencegah bullying. Sebab, karena mereka memiliki keahlian dalam aspek emosional, intervensi, dan sistem sekolah. Untuk itu, jika anak tidak terlihat perubahan sikap sebaiknya konsultasi kepada ahli profesional seperti psikolog adalah langkah yang tepat.

Dalam menangani anak yang menjadi pelaku bullying bukan berarti kehilangan harapan. Dengan mengetahui cara bijak menangani anak pelaku bullying, mereka masih memiliki peluang besar untuk berubah menjadi pribadi yang lebih baik di masa depan.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team