Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi remaja sedang kesal (pexels.com/Михаил Крамор)
ilustrasi remaja sedang kesal (pexels.com/Михаил Крамор)

Intinya sih...

  • Validasi perasaan mereka: Remaja butuh didengar dan dihargai untuk belajar mengelola stres dengan baik.

  • Ajarkan teknik relaksasi yang simple: Teknik sederhana seperti napas dalam-dalam dan mendengarkan musik bisa membantu menenangkan pikiran.

  • Dorong aktivitas fisik sebagai pelepas beban: Olahraga dan aktivitas fisik dapat membantu melepas stres serta meningkatkan kesehatan mental.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Masa remaja adalah masa transisi, di mana seseorang sudah bukan anak-anak lagi tapi juga belum sepenuhnya dewasa. Di fase ini, banyak sekali tantangan yang bisa bikin stres: mulai dari tuntutan sekolah, hubungan pertemanan, sampai soal pencarian jati diri. Sayangnya, banyak remaja yang masih bingung bagaimana cara menghadapi stres dengan sehat, dan malah melampiaskannya ke hal-hal yang kurang baik.

Nah, sebagai orangtua, kakak, atau orang terdekat, penting sekali untuk mengajari remaja cara mengelola stres sejak dini. Bukan dengan ceramah panjang yang bikin mereka bosan, tapi dengan pendekatan yang lebih santai, nyambung dengan dunia mereka, dan pastinya mudah dipraktikkan. Yuk, kita bahas bareng!

1. Validasi perasaan mereka

ilustrasi orangtua dan anak sedang berbicara (pexels.com/Zen Chung)

Bagi remaja, hal-hal kecil kadang bisa jadi masalah besar. Misalnya, gagal ujian, ditolak gebetan, atau ribut kecil sama sahabat. Bagi orang dewasa, mungkin terlihat sepele, tapi bagi mereka itu bisa menyebabkan stres berat. Jadi, hal pertama yang bisa dilakukan adalah validasi perasaan mereka.

Daripada langsung bilang, “Ah gitu doang kok sedih?” coba katakan, “Aku ngerti kok, pasti rasanya berat ya.” Dengan begitu, remaja merasa didengar dan gak dianggap remeh. Rasa dihargai ini penting sekali untuk membantu mereka belajar menerima dan memahami emosinya. Kalau sudah merasa dimengerti, mereka jadi lebih terbuka untuk belajar cara mengelola stres.

2. Ajarkan teknik relaksasi yang simple

ilustrasi remaja (pexels.com/cottonbro studio)

Remaja sekarang hidup di dunia yang serba cepat, penuh distraksi, dan tekanan sosial media. Teknik relaksasi bisa jadi senjata ampuh untuk menenangkan pikiran. Gak perlu yang ribet seperti meditasi berjam-jam, cukup ajarkan cara sederhana:

  • Tarik napas dalam-dalam, lalu hembuskan perlahan. Ulangi beberapa kali.

  • Stretching ringan 5 menit sebelum tidur.

  • Mendengar musik favorit untuk cooling down.

Kegiatan kecil ini bisa jadi kebiasaan positif. Kalau mereka terbiasa melakukannya saat stres, otak otomatis belajar untuk gak panik berlebihan.

3. Dorong aktivitas fisik sebagai pelepas beban

ilustrasi remaja sedang bermain skateboard (pexels.com/cottonbro studio)

Olahraga bukan hanya bikin badan sehat, tapi juga jadi cara alami melepas stres. Saat bergerak, tubuh menghasilkan endorfin alias hormon bahagia. Nah, coba arahkan remaja untuk menemukan aktivitas fisik yang mereka suka.

Bisa lari, nge-gym, main futsal bersama temen, bersepeda sore, atau sekadar jalan kaki sambil mendengar musik. Yang penting, tubuh mereka aktif. Aktivitas ini juga bisa mengurangi waktu rebahan berlebihan yang sering membuat pikiran makin overthinking.

4. Kenalkan mereka pada hobi yang produktif

ilustrasi orang sedang menggambar (pexels.com/Lum3n)

Stres kadang datang karena otak terlalu fokus pada masalah. Supaya pikiran gak penuh, ajarkan mereka punya hobi produktif. Misalnya, menggambar, menulis, memasak, main musik, atau bahkan bikin konten kreatif.

Hobi bisa jadi media pelampiasan yang sehat. Selain bikin mereka lebih bahagia, hobi juga bisa memberikan rasa pencapaian dan meningkatkan kepercayaan diri. Jadi, daripada stres dilampiaskan ke hal-hal negatif, lebih baik dialihkan ke sesuatu yang bermanfaat.

5. Ajarkan detoks dari media sosial

ilustrasi remaja perempuan (pexels.com/Julia M Cameron)

Gak bisa dimungkiri, media sosial sering jadi pemicu stres remaja. Mulai dari perbandingan diri, komentar jahat, sampai rasa takut ketinggalan tren alias FOMO. Nah, penting untuk mengajari mereka cara detoks digital.

Caranya, batasi waktu main sosmed dengan alarm, atau buat hari tanpa gadget seminggu sekali. Sebagai gatntinya, tawarkan juga kegiatan lain yang lebih bermanfaat, seperti membaca buku atau membuat karya seni. Dengan begitu, mereka belajar bahwa dunia nyata lebih penting daripada sekadar likes atau followers.

Mengajarkan remaja mengelola stres itu bukan pekerjaan instan. Butuh kesabaran, komunikasi, dan pendekatan yang sesuai dengan dunia mereka. Kalau mereka terbiasa menghadapi stres dengan sehat sejak muda, kemungkinan besar mereka akan lebih siap menghadapi tantangan hidup di masa depan. Jadi, yuk mulai dampingi remaja di sekitar kita dengan cara yang santai tapi bermakna!

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team