ilustrasi berdoa (unsplash.com/Masjid Pogung Dalangan)
Mentari pagi bersinar cerah diiringi suara ayam berkokok yang terdengar jelas di telinga. Aku yang masih terbaring di tempat tidur langsung beranjak menuju kamar mandi untuk membilas badan. Setelah mandi aku menuju tempat makan untuk sarapan bersama keluargaku.
"Eh, sudah bangun Den."
"Iya Ma, kan hari ini ada ulangan bahasa Indonesia."
"Oh, semangat ya Den ulangannya!"
"Makasih Ma."
Aku langsung mengambil sepeda dan segera mengayuhnya menuju sekolah yang tidak begitu jauh dari rumah. Sesampainya di sekolah aku langsung disambut oleh pak Dul satpam sekolahku.
"Pagi Den?"
"Pagi Pak, ini ada sedikit makanan untuk Bapak, tapi doain Aden agar dapat nilai baik pada ulangan hari ini ya Pak."
"Makasih Den, oke semoga Aden dapat nilai bagus pada ulangan hari ini Den."
"Amin, makasih Pak."
Aku bergegas menuju parkiran sepeda untuk memarkir sepeda yang kugunakan. Sebelumnya, aku dan pak Dul memiliki hubungan yang bisa dibilang dekat karena istri pak Dul adalah karyawan mamaku, sehingga kami sudah lama kenal. Aku langsung bergegas menuju kelas, sesampainya di kelas para murid sudah menyiapkan alat tulisnya untuk ulangan hari ini. Aku berjalan menuju bangkuku sambil membaca kembali apa yang telah kupelajari kemarin malam, tidak lama kemudian.
"Pagi murid-murid."
"Pagi Bu Jum."
"Sudah siap ulangan?"
"Insya-Allah siap Buk."
Bu Jum adalah guru bahasa Indonesia di kelasku. Beliau termasuk guru senior di sekolahku. Bu Jum juga terkenal sifat penyayang dan baik. Semua siswa mulai membaca doa dan langsung mengerjakan soal ulangan bahasa Indonesia dengan tenang. Tidak terasa 60 menit telah berlalu dan aku telah selesai mengerjakan soal ulangan. Aku pun diperbolehkan untuk meninggalkan kelas.
"Gimana Den soal ulangannya, mudah nggak?"
"Alhamdulillah mudah Pak Sis."
"Dapat nilai berapa Den?"
"Masih belum tau, karena pengumumannya nanti siang Pak, bakalan ditempel di mading sekolah."
"Oh.... tapi Den, jika nanti Aden mendapatkan nilai yang bagus janganlah terlalu berbangga ya Den."
"Emangnya kenapa Pak, apa tidak boleh untuk berbangga diri?"
"Bukan tidak boleh, tetapi waktu pasti akan berlalu, tidak selamanya kamu akan senang dan juga tidak selamanya kamu akan sedih."
"Oke deh Pak, Aden pasti ingat kata-kata Bapak."
Pak Siswanto adalah guru di sekolahku. Dia selalu memiliki kata-kata bijak yang membuatku kagum, walau terkadang aku sering lupa kata-kata bijaknya.
Waktu siang pun tiba, bel istirahat kedua berbunyi kencang. Aku yang masih duduk di kelas segera lari, seperti halnya teman-temanku. Iya ke mana lagi kalau bukan ke mading untuk melihat hasil ulangan bahasa Indonesia. Aku berusaha menerobos kerumunan yang ada agar dapat melihat nilai hasil ulangan bahasa Indonesia.
Tidak salah lagi aku mendapat nilai terbaik tingkat kelas, hatiku terasa sangat senang. Aku berniat ingin memamerkan hasil ulanganku kepada kakakku yang selalu mengejekku tak pernah mendapat nilai bagus. Namun entah mengapa terbesit di pikiranku perkataan pak Siswanto tadi bahwa waktu ini akan berlalu. Akhirnya kuurungkan niatku untuk memamerkan hasil ulanganku kepada kakakku karena belum tentu besok aku akan mendapat nilai bagus lagi. Aku pun memutuskan kembali ke kelas dan melanjutkan pembelajaran yang masih tersisa 1 jam pelajaran lagi. Bel pulang sekolah berbunyi, para siswa berlari meninggalkan kelas tidak terkecuali aku yang langsung menuju parkiran sepeda untuk mengambil sepeda. Kugayuh sepedaku secepat mungkin dan aku sudah berada di depan rumah.
"Sudah pulang Den?"
"Sudah Ma."
"Gimana ulangannya?"
"Alhamdulillah baik Ma."
"Alhamdulillah."
Aku segera menuju kamar mandi untuk membersihkan badan. Setelah itu aku minta izin kepada mama karena aku ada bimbingan belajar di rumah pak Siswanto bersama teman-teman.
"Ma, Aden izin dulu ya, mau bimbel di rumah pak Siswanto."
"Sendirian?"
"Sama temen-temen Ma."
"Hati-hati ya Den."
Aku menuju rumah pak Siswanto menggunakan sepeda bersama teman-teman. Sesampainya di rumah pak Siswanto, kami dipersilahkan masuk oleh beliau, sebagaimana yang kalian tahu bahwa pak Siswanto adalah guru agama di sekolahku. Jadi bimbel kali ini berkaitan dengan agama. Pak Siswanto pun memulai tugasnya sebagai guru, menerangkan panjang lebar hingga kami semua paham. Sebagaimana yang dilakukan layaknya seorang guru, pak Siswanto selalu bertanya di akhir pembahasan.
"Ada yang ingin ditanyakan?"
"Tidak Pak."
"Kalau begitu bapak akan tanya."
"Apa itu Pak?"
"Ada sebuah kalimat sederhana, apabila mengingatnya ketika hati sedang sedih bisa membuat hati menjadi gembira, dan apabila mengingatnya ketika hati sedang gembira akan membuatnya menjadi sedih. Ada yang tahu bunyi kalimatnya?"
"Tidak tahu Pak"
"Sebuah kalimat yang berbunyi 'hadzal waqtu sayamdhi' yang berarti "waktu ini akan berlalu."
Waktu pasti akan berlalu, jadi kala kita bersedih ingatlah waktu ini akan berlalu. Perkataan ini pasti akan membuat kesedihan yang kita alami akan berkurang dan juga sebaliknya ketika kita senang maka ingatlah waktu ini akan berlalu. Perkataan ini jugalah yang mengingatkan kita agar tidak terlalu larut dalam kesenangan dan juga sebaliknya tidak terlalu larut dalam kesedihan.