Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi mengalami mental breakdown (unsplash.com/cferdo)
ilustrasi mengalami mental breakdown (unsplash.com/cferdo)

Menahan diri untuk gak ngamuk saat kesal atau kecewa sekilas memang terlihat bijak. Rasanya lebih aman kalau emosi disimpan sendiri ketimbang harus memicu konflik atau dianggap terlalu drama. Sayangnya, ketika itu jadi kebiasaan memendam perasaan, pura-pura baik-baik saja, atau menahan emosi sendirian, efek jangka panjangnya gak bisa disepelekan.

Emosi bukan sekadar perasaan yang bisa kamu abaikan. Tubuh dan pikiranmu menyimpannya dengan cara yang kadang gak kamu sadari. Ketika terlalu sering ditekan, mereka akan keluar dengan bentuk lain. Berikut ini lima dampak yang paling sering muncul saat kamu keseringan memendam emosi!

1. Kesehatan mentalmu bisa terkena dampaknya

ilustrasi pria menangis (pexels.com/rdne)

Salah satu efek paling nyata dari memendam emosi adalah terganggunya kesehatan mental. Emosi yang gak tersalurkan ini bisa menumpuk dan berubah jadi kecemasan, stres berlebihan, bahkan depresi. Kamu mungkin merasa baik-baik saja kelihatannya, tapi dalam pikiranmu, ada banyak hal yang belum selesai.

Saat kamu menahan tangis, kemarahan, atau kecewa, kamu menunda proses penyembuhan batinmu sendiri. Dan sayangnya, makin lama ditunda, makin berat rasanya. Bukan berarti kamu harus meledak setiap kali kesal, tapi setidaknya beri ruang buat jujur sama diri sendiri. Perasaan itu valid, dan layak diakui kok.

2. Hubungan dengan orang lain jadi gak sehat

ilustrasi pasangan bertengkar (pexels.com/Yan Krukau)

Memendam emosi terlalu sering bisa bikin kamu jadi bersikap pasif-agresif tanpa sadar. Kamu merasa kesal ke teman atau pasangan, tapi karena gak diomongin, akhirnya keluar dalam bentuk sindiran, diam berhari-hari, atau menghindar tanpa penjelasan. Pastinya ini bikin kamu makin capek dan juga bikin orang lain bingung dan salah paham.

Komunikasi itu butuh keterbukaan. Kalau kamu selalu memendam, hubungan jadi gak transparan. Orang lain mungkin berpikir kamu baik-baik saja, padahal dalam hati kamu menyimpan kekecewaan. Lama-lama, jarak emosional terbentuk dan hubungan jadi renggang. Padahal masalah utamanya cuma karena kamu gak terbiasa sama perasaanmu.

3. Tubuh ikut terpengaruh

ilustrasi sedang sakit (unsplash.com/candidbcolette)

Memendam emosi gak cuma berdampak ke mental, tapi juga ke fisik kamu. Mungkin kamu pernah ngalamin sakit kepala, leher kaku, atau nyeri perut tanpa sebab yang jelas. Bisa jadi itu adalah bentuk lain dari stres yang kamu simpan. Tubuh punya cara sendiri untuk "bicara" ketika kamu mengabaikan emosimu.

Beberapa orang juga merasakan stres emosional yang gak dikelola dengan baik bisa memicu gangguan imun tubuh, masalah tidur, bahkan risiko penyakit lain dalam jangka panjang. Jadi, kalau kamu merasa gampang sakit atau gampang lelah, coba tanya ke diri sendiri. Apa ada perasaan yang kamu simpan terlalu lama?

4. Kehilangan diri sendiri

ilustrasi memanipulasi kesedihan (unsplash.com/fairytailphotography)

Ketika kamu terlalu sering menahan perasaan demi menjaga situasi tetap tenang atau demi menyenangkan orang lain, lama-lama kamu bisa kehilangan dirimu sendiri. Kamu jadi gak tahu lagi apa yang benar-benar kamu rasakan, apa yang kamu inginkan, atau bahkan apa yang membuatmu bahagia.

Perasaan yang terus ditekan ini bikin kamu hidup seperti pakai topeng. Makin lama topeng itu dipakai, makin sulit kamu membedakan mana yang benar-benar kamu dan mana yang cuma versi yang kamu tunjukkan ke dunia. Akibatnya, kamu merasa hampa, kehilangan arah, atau merasa hidup gak berarti. Padahal masalahnya adalah kamu terlalu lama menyangkal emosimu.

5. Ledakan emosi bisa terjadi di waktu yang salah

ilustrasi pasangan marah (pexels.com/timur-weber)

Memendam emosi itu bukan berarti menyelesaikan. Emosi yang ditekan terus-menerus bisa tiba-tiba meledak saat kamu udah gak sanggup lagi nahan. Dan masalahnya, ledakan ini sering kali muncul di momen yang gak tepat dan ke orang yang salah. Ibarat bom waktu, kamu bisa marah besar ke teman cuma karena hal kecil.

Ledakan emosi seperti ini bisa merusak relasi, reputasi, dan bahkan citra diri kamu sendiri. Orang lain akan bingung karena merasa reaksimu terlalu berlebihan. Padahal Cuma karena gelas emosimu udah penuh dan akhirnya tumpah. Solusinya, menyalurkan emosi sejak awal dengan sehat, ini jauh lebih baik daripada menunggu sampai semua meledak tanpa kendali.

Memendam emosi bukan tanda kamu kuat dan gak semua emosi harus diumbar ke publik. Namun, kamu tetap butuh ruang untuk mengakui perasaanmu sendiri. Hidup jadi lebih ringan ketika kamu berhenti berpura-pura kuat sepanjang waktu.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team