4 Etika Komentar di Media Sosial, biar Gak Jadi Netizen Nyinyir

- Media sosial bisa jadi tempat silaturahmi, tapi juga sering jadi tempat hujat-menghujat yang berdampak pada mental seseorang.
- Netizen sering salah komentar tanpa tahu konteks, bisa menyakiti orang lain dan menimbulkan kesalahpahaman.
- Komentar soal fisik orang lain, walaupun dianggap bercanda, bisa berdampak negatif dan menyinggung perasaan mereka.
Media sosial itu seperti pedang bermata dua. Di satu sisi, kita bisa pakai buat silaturahmi, cari hiburan, bahkan nyari cuan. Di sisi lain, medsos juga sering jadi tempat paling kejam buat hujat-menghujat, apalagi di kolom komentar. Padahal, cuma gara-gara ngetik kalimat pendek, bisa loh dampaknya sampai ke mental seseorang.
Komentar nyinyir itu sering kali muncul bukan karena benci, tapi karena gak sadar. Niat awal cuma ‘berpendapat’, tapi caranya nyakitin. Makanya penting banget buat kita paham soal etika komentar di media sosial. Jangan sampai cuma karena emosi sesaat, kamu jadi bagian dari netizen toxic yang bikin internet makin sumpek!
1. Pahami konteks sebelum komentar

Salah satu kesalahan paling sering yang dilakukan netizen adalah buru-buru komentar tanpa tahu konteksnya. Kadang baru liat satu potong video atau baca caption setengah, udah langsung marah-marah di kolom komentar. Padahal, kontennya bisa jadi punya maksud lain yang justru positif kalau dipahami sampai tuntas.
Misalnya ada video seseorang joget-joget di depan rumah sakit, terus kamu langsung komen, “Gak punya empati banget!” Eh, ternyata itu rumah sakit khusus hewan dan video tersebut bagian dari kampanye adopsi hewan liar. Malu gak, tuh?
Jadi, sebelum buru-buru ketik komen pedas, coba tarik napas dulu, pastikan kamu ngerti situasinya. Jangan cuma andalkan potongan video 15 detik lalu merasa paling tahu segalanya. Kadang, rasa ‘ingin cepat-cepat komentar’ itu bikin kamu terlihat sok tahu dan gak keren.
2. Hindari body shaming, walau cuma bercanda

Ini yang sering banget dianggap sepele padahal efeknya dalam. Komentar soal fisik orang lain, entah itu badan, warna kulit, tinggi, atau bentuk wajah, bisa berdampak ke mental mereka, walaupun kamu bilang itu cuma ‘bercanda’. Lucu buatmu belum tentu lucu buat orang lain, apalagi kalau menyangkut hal yang sensitif.
Body shaming itu gak harus pakai kata-kata kasar, kok. Kadang yang menyakitkan justru yang dikemas dalam ‘guyonan’. Contohnya, “Lucu, ya, gemoy kayak beruang,” atau “Kok makin lama makin lebar, sih?” Terdengar ringan, tapi bisa bikin orang insecure dan kepikiran berhari-hari.
Ingat, setiap orang punya perjuangannya sendiri dengan tubuh mereka. Jadi daripada komentar soal fisik, mending tahan jari atau ganti dengan pujian yang lebih positif. Kalau gak bisa bilang yang baik, mending diam aja!
3. Jangan komentar saat emosi

Satu hal yang sering bikin kita nyesal di medsos adalah ngetik komentar pas lagi emosi. Entah itu karena kesal sama isi kontennya, tersinggung, atau cuma karena bad mood. Ujung-ujungnya, kamu nulis komentar yang nyakitin, padahal kalau udah tenang, kamu sendiri berpikir, “Ngapain, sih, gue nulis itu?”
Medsos itu bukan tempat pelampiasan emosi. Orang lain gak harus jadi sasaran amarahmu, apalagi kalau kamu sendiri belum tentu ngerti situasinya. Emosi sesaat bisa bikin kamu jadi netizen nyinyir yang menyebalkan, dan komentar digital itu jejaknya panjang.
Kalau kamu kesal banget, mending tutup dulu aplikasinya, tarik napas, dan alihkan perhatianmu. Besok-besok pas udah lebih tenang, kamu bisa, kok, komentar dengan cara yang lebih bijak. Percaya, deh, lebih enak punya citra sebagai netizen adem daripada nyinyir 24/7.
4. Bedakan kritik membangun dan nyinyiran

Kritik itu penting, tapi harus disampaikan dengan cara yang sopan dan jelas. Sayangnya, banyak orang yang ngaku ‘mengkritik’, padahal yang ditulis cuma nyinyiran penuh sindiran dan sarkasme. Bedanya tipis, tapi dampaknya bisa besar.
Misalnya ada konten edukasi tapi bahasannya kurang lengkap. Kamu bisa aja bilang, “Makasih udah sharing, mungkin akan lebih informatif kalau ditambah sumber atau referensi, ya.” Itu kritik yang sopan. Kalau kamu bilang, “Ih, udah gak pintar, sok ngajarin,” itu nyinyir. Gak ada nilainya dan menyakitkan bagi orang lain.
Kalau kamu benar-benar peduli sama kualitas konten di medsos, berikan masukan yang bisa membantu. Kritik itu seharusnya membuat orang berkembang, bukan malah bikin down. Jadi, yuk, latih cara menyampaikan pendapat dengan lebih empati.
Medsos adalah tempat semua orang bisa bersuara, tapi bukan berarti kamu bebas tanpa batas. Etika komentar di media sosial itu penting supaya interaksi digital tetap sehat dan gak toxic. Perlu diingat, di balik akun medsos ada manusia yang memiliki perasaan. Jangan cuma aktif jadi netizen, tapi jadilah netizen yang peka dan bijak. Yuk, mulai dari sekarang, bijak sebelum komentar. Karena jempolmu, tanggung jawabmu!