Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi suasana rapat (pexels.com/fauxels)
ilustrasi suasana rapat (pexels.com/fauxels)

Siapa di sini yang pernah dibilang gengsian? Istilah ini sering banget dipakai buat menggambarkan orang yang terlalu menjaga citra atau gak mau terlihat "biasa" di mata orang lain. Padahal, jadi gengsian itu gak selalu buruk, lho. Kadang, ada alasan yang cukup masuk akal kenapa seseorang merasa perlu menjaga gengsi. Tapi di sisi lain, kebiasaan ini juga bisa jadi penghalang untuk menikmati hidup secara santai dan apa adanya.

Zaman sekarang, apalagi di era media sosial, gengsi sering dikaitkan dengan gaya hidup yang serba "wah." Orang jadi takut terlihat kurang keren, gak sukses, atau bahkan dianggap gak layak masuk lingkaran pergaulan tertentu. Tapi, sebenarnya apa, sih, yang bikin seseorang jadi gengsian? Apakah ini sekadar soal gaya, atau ada sesuatu yang lebih dalam? Yuk, kita bahas tiga alasan utama kenapa gengsi masih jadi "penyakit sosial" yang banyak ditemui di sekitar kita!

1. Takut dinilai negatif oleh orang lain

ilustrasi suasana berdiskusi (pexels.com/Mikhail Nilov)

Alasan utama seseorang menjadi gengsian adalah ketakutan akan penilaian orang lain. Dalam lingkungan sosial, kita sering merasa ada tekanan untuk tampil sempurna. Misalnya, seseorang merasa harus selalu memakai barang bermerek atau makan di tempat yang "Instagramable" biar gak dianggap ketinggalan zaman. Padahal, gak semua orang benar-benar peduli soal itu, lho.

Tapi, bagi mereka yang gengsian, citra diri adalah segalanya. Takut dianggap gak keren, gak sukses, atau gak layak jadi bagian dari grup tertentu membuat mereka rela mengorbankan kenyamanan demi memenuhi standar yang sebenarnya cuma ada di kepala mereka sendiri. Gengsi ini seringkali membuat seseorang hidup dalam tekanan, karena mereka terus berusaha memenuhi ekspektasi yang mungkin gak realistis.

2. Insecure dan keinginan untuk diakui

ilustrasi suasana rapat (pexels.com/Tima Miroshnichenko)

Di balik sikap gengsian, sering kali ada rasa insecure yang gak terlihat dari luar. Orang yang merasa kurang percaya diri biasanya menggunakan gengsi sebagai "topeng" untuk menutupi kekurangannya. Misalnya, seseorang yang sebenarnya belum mapan secara finansial tapi tetap memaksakan gaya hidup mewah agar terlihat sukses di mata orang lain.

Keinginan untuk diakui ini bisa jadi motivasi yang kuat untuk menjaga gengsi, meskipun caranya terkadang merugikan diri sendiri. Hal ini juga terkait dengan kebutuhan psikologis untuk diterima dan dihargai. Sayangnya, semakin seseorang fokus pada gengsi, semakin sulit baginya untuk merasa puas dengan dirinya sendiri. Perasaan insecure yang sebenarnya ingin ditutupi malah jadi semakin dalam, karena validasi yang mereka cari sering kali hanya bersifat sementara.

3. Tekanan sosial dan budaya kompetisi

ilustrasi suasana berdiskusi (pexels.com/Edmond Dantès)

Kehidupan modern membawa tekanan sosial yang sangat besar, terutama dengan adanya media sosial yang selalu memamerkan kehidupan terbaik orang lain. Hal ini membuat budaya kompetisi semakin terasa di semua aspek kehidupan, mulai dari karier, pendidikan, hingga gaya hidup. Seseorang merasa perlu untuk "ikut permainan" agar tidak tertinggal.

Misalnya, seseorang merasa malu jika tidak punya gadget terbaru atau liburan ke tempat yang sedang hits. Tekanan sosial seperti ini sering kali membuat orang merasa bahwa gengsi adalah satu-satunya cara untuk tetap relevan. Padahal, kenyataannya, gengsi ini justru membuat mereka kehilangan kebebasan untuk hidup sesuai dengan apa yang benar-benar mereka inginkan.

Menjadi gengsian sebenarnya adalah mekanisme pertahanan diri untuk menjaga citra di mata orang lain. Ketakutan akan penilaian, rasa insecure, dan tekanan sosial semuanya berperan dalam membentuk kebiasaan ini. Tapi, di balik itu semua, ada harga yang harus dibayar, kehilangan kejujuran pada diri sendiri. Padahal, hidup yang paling membahagiakan adalah ketika kita bisa menjadi diri sendiri tanpa perlu memikirkan pendapat orang lain.

Jadi, kalau kamu merasa mulai terjebak dalam gengsi, coba deh pikirkan lagi, apakah itu benar-benar membuatmu bahagia? Ingat, hidup bukan perlombaan siapa yang terlihat paling "keren." Yang lebih penting adalah bagaimana kamu merasa damai dan puas dengan apa yang kamu miliki. Jadi, yuk belajar untuk lebih santai dan berani menjadi diri sendiri tanpa takut kehilangan gengsi.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team