Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi bekerja (pexels.com/MART PRODUCTION)
ilustrasi bekerja (pexels.com/MART PRODUCTION)

Di tengah lingkungan yang semakin dinamis, banyak orang menerapkan pola pikir yang mementingkan bekerja secara terus-menerus. Mereka tidak merasa keberatan jika mengorbankan istirahat, kesehatan, atau mungkin waktu yang berkualitas bersama orang-orang terdekat. Inilah yang dinamakan dengan konsep hustle culture.

Ternyata beberapa orang justru merasa lebih nyaman menjalani pola tersebut. Hustle culture jadikan sebagai rutinitas keseharian yang tidak bisa diganggu gugat. Kenyamanan seseorang dalam menerapkan hustle culture ini turu dipicu oleh beberapa hal. Diantaranya dijelaskan dalam tulisan di bawah ini.

1. Adanya tujuan dan ambisi pribadi yang mendominasi

ilustrasi sosok ambis (pexels.com/MART PRODUCTION)

Hustle culture berkaitan dengan konsep bekerja keras tanpa henti. Di satu sisi ini memang melelahkan, tidak hanya dari segi fisik, namun juga mental dan pikiran. Meskipun begitu, beberapa orang ternyata merasa nyaman menerapkan pola kerja dengan sistem hustle culture tersebut.

Kenyamanan ini didasari oleh adanya tujuan dan ambisi pribadi yang mendominasi. Ketika mereka terobsesi pada standar pencapaian tertentu atau ambisi besar, tentu akan mendorong diri berusaha lebih giat. Seseorang merasa nyaman menjalani pola kerja keras tanpa henti karena merasa itu bagian dari upaya meraih standar pencapaian yang diinginkan.

2. Kecenderungan untuk menyukai tantangan

ilustrasi orang bekerja (pexels.com/Yan Krukau)

Banyak orang merasa tertekan ketika mereka menjalani kehidupan yang terpaku pada hustle culture. Kerja keras tanpa henti ini akan membebani mental sekaligus fisik. Namun fenomena menarik justru terjadi ketika seseorang merasa nyaman menerapkan hustle culture.

Ini didasari oleh orang-orang yang memiliki kecenderungan untuk menyukai tantangan. Situasi yang tidak mudah justru dianggap memacu adrenalin sehingga lebih bersemangat. Mereka menganggap bekerja keras tanpa henti merupakan bagian dari tantangan dalam berusaha meraih pencapaian terbaik.

3. Dipengaruhi oleh keputusan kontrol atas waktu dan pilihan

ilustrasi menetapkan tujuan (pexels.com/Polina Tankilevitch)

Mengamati mereka yang menerapkan pola kerja dengan sistem hustle culture, tanpa sadar ikut merasakan kelelahan. Pola kerja demikian tidak memberi kesempatan untuk beristirahat meskipun hanya sebentar. Fokus utama adalah memanfaatkan seluruh waktu untuk meraih tujuan yang diinginkan.

Namun yang menarik, beberapa orang justru merasa nyaman menerapkan hustle culture. Situasi ini dipengaruhi oleh keputusan kontrol atas waktu dan pilihan. Terutama saat seseorang memiliki kuasa penuh dalam menentukan pekerjaan, jadwal, maupun strategi tertentu.

4. Faktor kepuasan dari produktivitas

ilustrasi sosok produktif (pexels.com/Gustavo fring)

Tidak dapat dimungkiri jika banyak orang menilai produktivitas hanya dari sisi kesibukan saja. Mereka mendorong diri untuk bekerja keras sepanjang waktu tanpa memberikan kesempatan beristirahat. Upaya yang dilakukan dianggap dapat memperbesar peluang meraih keberhasilan.

Di sinilah letak penyebab mengapa seseorang merasa nyaman menerapkan hustle culture. Hal ini dipengaruhi oleh faktor kepuasan dari produktivitas. Kesibukan yang pada dianggap sebagai cara mengaktualisasikan diri menjadi individu yang produktif dan memanfaatkan waktu dengan baik.

5. Lingkungan kerja yang memang kompetitif

ilustrasi sosok kompetitif (pexels.com/RDNE Stock Project)

Lingkungan kerja memang memiliki ciri khas tersendiri. Termasuk dengan kehadiran lingkungan kerja yang memiliki budaya kompetitif. Persaingan dianggap sebagai satu-satunya upaya untuk meraih pencapaian terbaik. Ternyata cara kerja demikian ini juga memiliki sisi menarik untuk dibahas.

Di sinilah hal yang membuat seseorang merasa nyaman menerapkan pola kerja yang mengadopsi hustle culture. Lingkungan kerja yang kompetitif menjadi salah satu alasannya. Ketika menekan diri untuk bekerja keras dalam waktu lama, terdapat anggapan bahwa dirinya akan memenangkan persaingan dan menempati posisi terbaik.

6. Dipengaruhi oleh penerimaan lingkungan dan validasi

ilustrasi rekan kerja (pexels.com/Moe Magners)

Kita sering dibuat heran dengan orang-orang yang bekerja dengan menerapkan konsep hustle culture. Waktu istirahat atau waktu luang menjadi bagian tidak penting dalam hidup. Justru ini menarik untuk diketahui lebih lanjut terkait alasan seseorang merasa nyaman menerapkan hustle culture.

Perlu diketahui, penerimaan lingkungan dan validasi menjadi alasan di balik sikap gila kerja yang ditunjukkan. Mereka ingin memperoleh pengakuan mengenai produktivitas. Alih-alih meningkatkan kualitas diri, kerja keras yang dilakukan hanya untuk memperoleh validasi.

7. Terobsesi menjadi seorang workaholic

ilustrasi workaholic (pixabay.com/Lukasbieri)

Seberapa sering kamu mendengar istilah workaholic? Ini merupakan kondisi dimana seseorang sangat mencintai pekerjaan, bahkan tidak bisa lepas darinya. Ternyata fenomena workaholic masih berkaitan erat dengan bekerja yang mengadopsi konsep hustle culture.

Di sinilah alasan mengapa seseorang merasa nyaman dengan sistem bekerja keras tanpa waktu istirahat. Kehadiran tekanan, tantangan, dan pencapaian menghadirkan sensasi tersendiri. Mereka terobsesi menjadi sosok yang telah kerja sebagaimana tren di media sosial. 

Hustle culture menjadi budaya kerja yang banyak diikuti oleh milenial dan gen z. Bahkan mereka menemukan kenyamanan di dalam sistem kerja yang nyaris tidak mengenal waktu istirahat. Kenyamanan itu tentu muncul karena dilatarbelakangi oleh beberapa hal. Dari penjelasan di atas, barangkali ada yang relate dengan pengalamanmu .

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team

EditorAgsa Tian