Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi perasaan sedih
ilustrasi perasaan sedih (pexels.com/Andrew Neel)

Intinya sih...

  • Prison ghosting (ghosting di penjara): Narapidana merasa ditinggalkan saat kunjungan tak pernah terjadi.

  • Friendship ghosting (ghosting di persahabatan): Teman dekat tiba-tiba menghilang tanpa alasan, lebih umum daripada ghosting romantis.

  • Workplace ghosting (ghosting di tempat kerja): Karyawan tiba-tiba berhenti merespons, mengganggu proses operasional organisasi.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Banyak yang mengira bahwa ghosting atau keadaan di mana seseorang tiba-tiba berhenti menghubungi orang lain tanpa penjelasan itu identik dengan hubungan romantis. Padahal, fenomena ini bisa juga terjadi dalam hubungan sosial lainnya.

Analisis studi tentang ghosting menunjukkan, bahwa ada banyak alasan mengapa orang melakukan ghosting dan yang paling umum adalah untuk melindungi diri secara emosional, menghindari konflik, karena mereka tidak tertarik, serta karena komunikasi yang buruk dengan orang lain. Menariknya, situasi ini tidak hanya terjadi dalam hubungan romantis, tetapi juga dalam berbagai jenis hubungan lainnya.

1. Prison ghosting (ghosting di penjara)

ilustrasi di penjara (pexels.com/RDNE Stock project)

Penjara bukan hanya soal hukuman fisik, tapi juga bisa menjadi tempat di mana hubungan sosial “menghilang”. Dilansir Psychology Today, Sebastian Ocklenburg, menyampaikan sebuah studi yang berjudul “‘It’s a horrible, horrible feeling’: ghosting and the layered geographies of absent–presence in the prison visiting room” (Moran & Disney, 2017), yang dilakukan dalam penjara.

Penelitian menunjukkan, prison ghosting merupakan situasi di mana seorang narapidana mengharapkan atau menginginkan kenjungan di lapas, tetapi kunjungan itu gak pernah terjadi. Dari sudut narapidana, ini bisa menciptakan perasaan “absen-kehadiran”. Meskipun secara fisik ada orang yang bisa datang, ketiadaan kunjungan membuat mereka merasa ditinggalkan.

Secara sederhana, situasi ini bisa digambarkan seperti seseorang di dalam penjara menunggu teman atau keluarganya datang menjenguk, tapi gak ada yang pernah datang. Itu seperti “ghosting”, bukan karena putus cinta, tapi karena ketiadaan kontak dan dukungan sosial.

2. Friendship ghosting (ghosting di persahabatan)

ilustrasi duu perempuan saling memalingkan pandangan (pexels.com/Liza Summer)

Bentuk ghosting ini adalah yang paling umum ditemukan di luar dari hubungan romantis. Biasanya, bentuk ghosting ini terjadi ketika teman dekat yang secara tiba-tiba berhenti membalas pesan, gak pernah mengajak bertemu, dan menghilang begitu saja.

"Para ilmuwan menemukan bahwa ghosting persahabatan bahkan lebih umum daripada ghosting romantis dan cukup sering terjadi. Selain itu, ghosting persahabatan lebih diterima secara sosial daripada ghosting romantis," kata Ocklenburg.

3. Workplace ghosting (ghosting di tempat kerja)

ilustrasi perempuan memegang kepala (pexels.com/Liza Summer)

Berikutnya, ada ghosting di tempat kerja yang juga cukup umum terjadi dalam konteks hubungan profesional. Sebuah tinjauan (“scoping review”) oleh Teichert (2025), mengeksplorasi ghosting di dunia kerja yang ternyata cukup sering terjadi di perusahaan, bahkan lebih umum dibandingkan di lingkungan akademis.

Menurut Ocklenburg, ghosting di tempat kerja bisa menjadi masalah serius karena dapat menggangu proses operasional organisasi. Misalnya, karyawan tiba-tiba berhenti merespons, gak hadir, atau menghilang dari tim tanpa komunikasi yang jelas.

4. Cancer ghosting (ghosting karena kanker)

ilustrasi sakit (pexels.com/Andrea Piacquadio)

Bentuk ghosting yang satu ini jadi yang paling menyedihkan. Kondisi ini terjadi ketika seseorang divonis kanker, lalu teman atau keluarga “menghilang” setelah mereka mendengar diagnosa tersebut.

Sebuah publikasi terbaru berjudul "A new side effect of cancer?" ( Fitch, 2025) menyoroti masalah yang berkembang ini, menyatakan bahwa 90 persen pasien kanker mengalami setidaknya satu orang yang menghilang dari mereka. Ocklenburg mengungkapkan, efek emosional ghosting ini sangat dalam. Pasien bisa merasa sedih, marah, bingung, kecewa, bahkan merasa malu atau ditinggalkan sama orang-orang terdekat.

Pada akhirnya, ghosting bukanlah fenomena yang hanya terjadi dalam hubungan romantis. Ia dapat muncul di persahabatan, lingkungan kerja, bahkan dalam situasi paling rentan seperti saat seseorang menghadapi penyakit serius.

Dampaknya pun gak bisa diremehkan, karena rasa ditinggalkan bisa sangat menyakitkan, tergantung pada kedekatan dan jenis hubungan yang terlibat. Oleh sebab itu, penting bagi kita untuk memahami bahwa ghosting bukan sekadar “cara mengakhiri hubungan”, melainkan perilaku interpersonal yang dapat merusak ikatan sosial dan meninggalkan luka emosional jangka panjang. Dengan kesadaran ini, kita bisa lebih berhati-hati dalam menjaga komunikasi dan menghargai hubungan yang kita miliki.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team