Hukum Jual Beli Sperma dalam Islam, Dianggap Zina?

Jual beli sperma biasa ditemukan dalam praktik inseminasi buatan guna mengatasi masalah kesuburan. Biasanya, jual beli sperma diperantarai oleh bank sperma yang akan menyimpan sel-sel sperma yang dibekukan guna menjaga fertilitasnya.
Meski teknik inseminasi buatan telah terbukti meningkatkan potensi kehamilan, tapi keberadaan bank sperma masih menuai polemik dari berbagai kalangan. Di Islam sendiri misalnya, para ulama memandang hukum jual beli sperma sebagai permasalahan yang kontroversial.
Mengapa bisa demikian? Mari simak pembahasan lengkapnya berikut inI!
1. Hukum jual beli sperma dalam Islam
Salah satu tujuan dari pernikahan adalah untuk melanjutkan keturunan. Sehingga demi mewujudkan keinginan tersebut, banyak pasangan yang berusaha semaksimal mungkin agar sang istri bisa hamil.
Kini, opsi bayi tabung lewat inseminasi buatan adalah secercah harapan bagi mereka yang memiliki masalah kesuburan. Islam masih memperbolehkan praktik inseminasi lewat intervensi medis antara pasangan suami istri yang sah.
Namun, dengan penggunaan teknologi yang sama, suatu kehamilan dimungkinkan terjadi tanpa persetubuhan. Hal ini berarti bahwa sperma dari orang asing juga bisa disuntikkan ke rahim perempuan yang tidak halal baginya.
Dalam praktiknya, hal tersebut berkaitan langsung dengan hukum jual beli sperma yang diharamkan oleh syariat Islam. Sebab, menanam benih janin tanpa ikatan pernikahan adalah termasuk perbuatan zina yang berdosa besar. Untuk itu, terlibat dalam transaksi sperma juga tidak diperkenankan.
Tinjauan ilmiah oleh Suardi Abbas dalam Jurnal Asas menyebut bahwa inseminasi buatan hakikatnya sama dengan prostitusi karena imbal balik dari sperma adalah uang. Dalam publikasi itu juga disebutkan keputusan Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang menetapkan bahwa haram hukumnya melakukan bayi tabung dari sperma dan ovum yang bukan pasangan sah.