ilustrasi muslim belajar (pexels.com/Monstera)
Lantas, hukum mana yang harus kita ikuti? Menurut Ustaz Ammi Nur Baits, pendapat yang lebih mendekati ialah pendapat jumhur atau mayoritas ulama. Mengapa? Karena pendapat tersebut sesuai dengan tiga pendekatan yang digunakan untuk memahami sunah atau Al-Qur'an, yakni syariat, 'urf (pendapat yang berlaku dalam masyarakat), dan makna bahasa Arab.
Menurut Ustaz Ammi, pendekatan syariat tidak bisa dilakukan karena dalam Al-Qur'an dan sunah tidak menjelaskan batasan dan definisi dari haid itu sendiri. Oleh karena itu, mayoritas ulama menggunakan pendekatan 'urf dan makna bahasa Arab.
Nah, seperti yang kita ketahui, kata haid diambil dari bahasa Arab, hadha, yang memiliki arti mengalir. Berdasarkan makna tersebut, Ibnu Abi Syaibah meriyawatkan dalam kitab Al-Mushannaf, yakni:
"Dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu, beliau mengatakan, apabila seorang wanita setelah suci dari haid, dia melihat seperti air cucian daging (berwarna darah merah pucat), atau flek, atau lebih kurang seperti itu, hendaknya dia cuci dengan air, kemudian wudhu dan boleh shalat tanpa harus mandi. Kecuali jika dia melihat darah kental,” (HR. Ibnu Abi Syaibah: 994).
Berdasarkan hadis riwayat Ibnu Abi Syaibah tersebut, Ali bin Abi Thalib berpendapat bahwa flek dihukumi sebagai najis yang dapat membatalkan wudhu, namun tidak bisa dihitung sebagai haid.
Imam Ibnu Utsaimin juga pernah mendapat pertanyaan yang serupa tentang bagaimana status puasa perempuan yang keluar flek saat bulan Ramadan. Penjelasan beliau pun dirangkum dalam sebuah fatwa yang berbunyi:
“Ya, puasanya sah. Flek semacam ini tidak dianggap (sebagai haid), karena asalnya dari pembuluh.” (Fatwa Al-Mar’ah Al-Muslimah: 1/137)
Imam Ibnu Utsaimin juga melanjutkan, "Cairan yang keluar setelah suci, baik bentuknya kudrah (cairan keruh), atau sufrah (cairan kuning), atau flek atau keputihan, semua ini bukan termasuk haid. Sehingga tidak menghalangi seseorang untuk salat atau puasa, tidak pula hubungan badan dengan suaminya, karena ini bukan haid," (60 Sual fi Al-Haid).
Berdasarkan dari penjelasan jumhur ulama tersebut, dapat disimpulkan bahwa apabila flek coklat atau darah tersebut keluar dari kurang dari 24 jam, maka tidak dihitung sebagai haid dan tidak membatalkan puasa.
Demikian pembahasan mengenai hukum keluar flek coklat saat puasa. Sudah gak ragu-ragu lagi, kan? Semoga membantu!