Hukum Melaksanakan Aqiqah dan Tata Caranya, Penting Diketahui

Dalam Islam, terdapat salah satu ibadah sunah yang tak jarang dilakukan, yaitu aqiqah. Ibadah ini dianjurkan sebagai ungkapan syukur atas kelahiran anak.
Aqiqah dilakukan dengan menyembelih hewan seperti kambing atau domba. Kemudian, daging dimasak dan dibagikan ke keluarga ataupun warga sekitar.
Lalu, bagaimana hukum melaksanakan aqiqah dalam Islam? Bagaimana tata caranya? Simak selengkapnya dalam ulasan berikut ini!
Hukum melaksanakan aqiqah
Melansir MUI, hukum aqiqah adalah sunah muakkad. Dengan kata lain, aqiqah termasuk ibadah yang harus diutamakan tapi bukan diwajibkan. Apabila seorang muslim memiliki harta yang cukup, ia sangat dianjurkan untuk melakukan aqiqah.
H.R Abu Dawud menjelaskan tentang ketentuan aqiqah bagi anak perempuan dan anak laki-laki. Berikut bunyi hadisnya:
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَنْ وُلِدَ لَهُ وَلَدٌ فَأَحَبَّ أَنْ يَنْسُكَ عَنْهُ فَلْيَنْسُكْ ، عَنْ الْغُلامِ شَاتَانِ مُكَافِئَتَانِ ، وَعَنْ الْجَارِيَةِ شَاة ( رواه أبو داود)
Artinya: "Barangsiapa yang diberi anugerah seorang anak dan menghendaki untuk menyembelih hewan sebagai ibadah (aqiqah) maka lakukanlah, untuk seorang anak lelaki dengan 2 ekor kambing, sedangkan untuk anak perempuan cukup dengan seekor kambing."
Apabila melahirkan anak perempuan, kamu bisa melaksanakan aqiqah dengan menyembelih satu kambing. Sedangkan, 2 kambing disembelik untuk aqiqah anak laki-laki
Waktu pelaksanaan bisa dimulai pada hari ketujuh setelah kelahiran anak. Jika pada hari ketujuh belum mampu, pelaksanaannya bisa dilakukan di hari ke-14, ke-21, atau saat orang tua sudah memiliki kemampuan.
Selain menyembelih kambing, prosesi aqiqah juga diiringi dengan mencukur rambut bayi dan memberinya nama yang baik. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam hadis Nabi Muhammad saw yang berbunyi:
"Seorang bayi itu digadaikan dengan (jaminan) aqiqahnya; aqiqah itu disembelih pada hari ketujuh (dari hari kelahiran), (pada hari itu pula) si bayi diberi nama dan dipotong rambutnya." (HR. Sunan al-Tirmidzi 4/101, dalam kitab Al-Adlaha, bab Al-Aqiqah)