Kolektif Advokat untuk Keadilan Gender berhasil menjadi Penerima Apresiasi Bidang Kesehatan 13th SATU Indonesia Awards 2022.(Instagram.com/advokatgender)
Kerap ditemui bahwa kasus kekerasan seksual sengaja diviralkan di sosmed supaya diusut tuntas oleh aparat. Padahal, hal ini bisa jadi pedang bermata dua. Pasalnya, ketika sebuah kasus diunggah dan viral di jagat maya, maka warganet akan berbondong-bondong bergerak bak detektif yang kemudian melakukan doxing atau menyebarkan data diri pelaku. Hal ini tentu melanggar hukum.
Selain itu, korban bisa kembali terseret, ketika pelaku viral, nama korban juga akan muncul bahkan bukan tak mungkin konten intimnya akan kembali naik dan disebarkan. Oleh sebab itulah, Veda tak pernah menyarankan hal ini. Ia menegaskan bahwa kita harus menghargai korban karena itu berkaitan dengan traumanya.
Perempuan berambut cepak ini juga mengatakan bahwa untuk mendampingi korban kekerasan seksual, kita harus suportif, mau mendengarkan, tidak menghakimi, dan mengutamakan apa yang diinginkan korban. Yang paling penting, jangan diam saja ketika melihat atau mendengar tindak kekerasan seksual.
“Pertama, jangan jadi bystander (pengamat_red), bisa dimulai saat melihat ada orang yang catcalling ya tegur. Kedua, kalau mau bantu korban, hormati apa yang dia butuhkan. Kalau dia masih belum siap, gak apa-apa, kasih dia waktu.” pungkasnya.
Dari perjuangan Veda mendirikan KAKG, kita bisa melihat kegigihannya untuk meruntuhkan patriarki di negara ini. Tak heran jika ia menjadi Penerima Apresiasi Bidang Kesehatan 13th SATU Indonesia Awards 2022 dari ASTRA Indonesia. Perjuangannya tentu masih panjang, semoga cerita inspiratif Veda bisa menginspirasi Kita Satu Indonesia untuk membawa perubahan yang positif bagi sesama, ya.